Kamis, 20 Oktober 2022

Suluk Puisi Menempuh Jalan Sunyi

Suluk Puisi Menempuh Jalan Sunyi
Oleh: Joyo Juwoto

Jalanku adalah jalan sunyi
Jalan yang membentang diantara diriku dan dirimu
Jalan yang tak berjarak namun tak tertebak

Jalanku adalah jalan sepi 
Jalan yang kutempuh penuh peluh
Demi memeluk asa yang mengangkasa
Dalam dekapan sayap-sayap cintamu

Jalanku adalah jalanmu
Yang menyaru dalam dendang puisi bisu
Menyebut asmamu penuh rindu

Asma-asmamu bergetar dalam degup jantungku
Asma-asmamu merambah dalam desah nafasku

Menggenang tenang, mengalir dalam bulir-bulir suluk puisi 
Mengabadi bersama dalam guratan tinta takdirmu

Menempuh jalanmu adalah menuju kesunyian hati
Merenda cahaya dalam gelapnya jiwa
Menepi menyepi suwungkan diri


Bangilan, 19/10/22

Sabtu, 01 Oktober 2022

Pancasila di Mata Santri

Pancasila di Mata Kiai dan Santri
Oleh: Joyo Juwoto

Santri itu kiblatnya adalah Kiai, punjernya juga Kiai, pandangannya mengikuti Kiai, sehingga dalam memahami apapun biasanya santri hampir dapat dipastikan nderek dawuhe Kiai, sami'na wa atho'na selalu dengan Kiai. Begitupula dalam memandang ideologi Pancasila, sikap santri pasti mengikuti dawuh Kiainya.

Pancasila ini termasuk yang sering didawuhkan oleh KH. Maimoen Zubair sebagai bagian dari PBNU yang menjadi Pusaka Nusantara yang wajib kita jaga bersama. PBNU di sini bukan singkatan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, tapi kepanjangan dari Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Undang-undang Dasar 1945. Sangat pas dan paket komplit sekali. 

Saya di sini dalam memahami Pancasila tidak akan membahas secara ilmiah, di negara ini sudah banyak pakar tentang itu, bahkan ada lembaga negara yang digaji ratusan juta untuk menjadi juru tafsir Pancasila itu sendiri. Saya juga tidak akan membahas bagaimana dulu Piagam Jakarta yang menjadi ruh dari Pancasila ini. Saya hanya akan membahas Pancasila dengan bahasa yang mudah diterima oleh kalangan santri. 

Entah ketepatan atau tidak, ideologi bangsa Indonesia kok memakai istilah Pancasila, yang berarti lima dasar. Lha dalam ajaran santri angka lima ini cukup sakral karena dihubungkan dengan rukun Islam yang lima isinya, jumlah ibadah shalatnya umat Islam ya lima waktu juga.Tidak hanya itu saja, secara kejawen Pancasila sesuai dengan istilah sedulur papat lima pancer. Jadi kayak klop begitu jika mengomongkan masalah Pancasila tadi baik secara syariat Islam maupun secara kejawen.

Salah seorang ulama Sepuh yaitu beliau KH. Maimoen Zubair dawuh: "Pancasila itu terdiri dari lima bintang yang itu sejalan dengan konsep maqashid as-syariah di dalam Islam. Lima hal itu adalah menjaga jiwa, akal, harta, keturunan, dan martabat manusia." Lihatlah, bagaimana Mbah Moen begitu seriusnya memaknai dan memberikan tafsir Pancasila sebagai maqhasid as-syariah dalam ajaran Islam. 

Lima hal yang di dawuhkan Mbah Moen adalah sesuatu yang sangat asasi dalam kehidupan manusia, dan ajaran Islam sangat concern dengan hal tersebut, karena menjaga maqasid as-syariah berarti menjaga keberlangsungan hidup dan kehidupan yang membawa kepada kemaslahatan, baik secara individu maupun secara sosial.

Habib Luthfi Pekalongan juga sangat menekankan agar para santri dan generasi muda bangsa selalu berpegang teguh dengan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Karena pada dasarnya Pancasila itu memiliki keterkaitan dengan keagamaan. Pancasila boleh diperdebatkan penafsirannya, tetapi Pancasila tidak boleh memperdebatkan butir-butirnya. Apalagi saat Muktamar NU di Situbondo sudah putuskan bahwa Pancasila adalah asas Negara dan Jam’iyah Thariqah menegaskan NKRI harga mati. 

Habib luthfi juga dawuh: “Pancasila mampu melindungi pluralitas yang ada, dan menjadi ideologi negara, maka Pancasila akan memperkokoh pertahanan nasional dan memperkokoh NKRI. Sebab Pancasila akan dimiliki semua pihak. Bila Pancasila itu tumbuh pada diri setiap anak bangsa dengan diperkokoh atau di beck-up oleh agamanya, maka kekuatan, kesatuan dan persatuan semakin erat terjalin dan tidak akan mudah digoyahkan. Karena Pancasila menjadi sebab tumbuhnya nasionalisme dan bebas dari kepentingan politik atau tidak akan menjadi bemper kepentingan politik. Sehingga tumbuh mekar secara murni kecintaan kepada agama, tanah air dan bangsa. Dari itu akan menjadi cermin bagi bangsa lain.”

Saya mengamini apa yang didawuhkan beliau Habib Luthfi, bahwa Pancasila adalah ideologi negara yang melindungi keberagaman dan pluralitas di Indonesia, Pancasila harus ditanamkan sejak dini di dalam sanubari anak bangsa, dan biarkan nilai-nilai Pancasila itu tumbuh menjadi jatidiri bangsa yang melahirkan rasa nasionalisme, cinta tanah air, bangsa dan negara. 

Mungkin kalangan akademisi memandang ini adalah hanya sekedar otak-atik mathuk saja, namun bagi saya tidak demikian, segala upaya yang dilakukan oleh Ulama guna menafsirkan Pancasila di atas adalah sebuah kecerdasan sekaligus kearifan untuk menyampaikan nilai-nilai Pancasila kepada kaum santri dengan penuh kebijaksanaan. Menurut saya justru ini adalah sebuah nilai plus. 

Tapi bagaimanapun juga kita sangat boleh untuk tidak sepakat dengan banyak hal, termasuk dalam penalaran Pancasila di atas. Yang pasti Pancasila sebagai ideologi bangsa, Kebhinekaan yang Tinggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Undang-undang Dasar 1945 adalah pandangan final yang harus kita jaga, kita rawat, dan kita semai untuk anak cucu kelak.

Minggu, 21 Agustus 2022

Menepi Berkawan Sepi

Menepi Berkawan Sepi

Oleh: Joyo Juwoto

 

 

Pada suatu senja, saat temaram mulai mulai menghunjam

Kau terhuyung diterpa angin laut utara

 

Matahari memerah darah di ujung lazuardi 

Pedih perih jiwamu bagai butiran pasir dilanda hempasan gelombang pasang 

 

Kau termenung di bawah langit yang menggulung mendung

Kalut bergelayut menghitam pada cakrawala kelam

 

Kepada laut kau tumpahkan semudra resah

Kepada ombak kau hempaskan segala gundah

 

Kepada camar-camar kau titipkan secuil kerinduan entah tentang apa, pada sayapnya yang melayang ke angkasa

 

Kepada karang kau berharap ketegarannya, dalam setiap terjangan badai yang menggoncang 

 

Kepada pasir-pasir kau mengadu tentang segala kerinduanmu yang berakhir menjadi debu

 

Kepada angin yang berhembus sepoi-sepoi

Kau merenungi kesunyian hati

 

Kepada cemara yang melambai, kau munajatkan cinta yang dihempas badai

 

Kepada hati yang sunyi

Kau menepi, menyepi

Berkawan sepi

 

Senjakala, 22/09/21


Selasa, 26 Juli 2022

Hikayat Senyuman

Hikayat Senyuman
Oleh: Joyo Juwoto

Pendar matamu adalah cahaya
Yang menembus di relung jiwa
Selarik senyummu  adalah misteri
Di garis temaram yang sepi

Kau adalah bait puisi
Yang tak pernah usai kueja
Kau adalah sajak
Yang mengalir dalam labirin rasa

Aku jelajahi lembah jiwamu
Menakar kedalaman rahasia dalam hikayat Senyummu

Aku susuri sungai-sungai di lubuk hatimu
Menafsir bening mata air air matamu

Jiwa ragamu adalah misteri semesta raya
Yang maujud dalam Hawa
Sedang aku adalah Adam
Yang kesepian menunggu titah Tuhan
Dalam sabda Kun-Nya

Tuban, 03 Juli 2019

Seraut Wajah Tuhan

Seraut Wajah Tuhan
Oleh: Joyo Juwoto

Aku melihat Tuhan
pada keindahan  seraut wajahmu

Aku melihat kemurahan Tuhan
pada senyummu yang menawan

Memandangmu duhai sang kekasih
laksana bermandikan cahaya seribu purnama

Seulas senyummu wahai sang pujaan
bagai mata air yang menyejukkan

Gelombang cintamu
Menjelma menjadi badai rindu
Yang menenggelamkan jiwa ragaku

Duhai sang Kekasih
Duhai sang pujaan
Aku terbenam
dalam samudera kerohman-rohim-Mu

*Bangilan Pada Senja Hari, 09/07/19

Arok Dedes dalam Roman Pramoedya Ananta Toer

Arok Dedes dalam Roman Pramoedya Ananta Toer
Oleh: Joyo Juwoto

Banyak buku yang ditulis Pram yang saya baca, tapi untuk Arok Dedes baru kesampaian terbaca. Selain saya yang sudah kena penyakit malas membaca, karena roman Arok Dedes ini lumayan tebal, jadi ketebalannya menyempurnakan kemalasan saya dalam membaca roman tersebut.

Sebenarnya lucu juga ketika saya mendapatkan julukan seorang yang agak-agak mendekati Pramis dari salah satu guru saya menulis, tapi belum semua bukunya Pram saya baca. Walau demikian saya patut berbangga hati karena begini-begini saya pernah menulis esai tentang Pram bersama dua orang Pramis 24 karat tulen. Judul bukunya Tiga Menguak Pram.

Saya mulai tertarik membaca Arok Dedesnya Pram setelah saya membaca Pararaton yang ditulis ulang oleh Gamal. Kemudian saya mengulas ulang tentang Ken Arok yang saya padukan dengan ingatan dan kenangan saya saat mendengarkan kisah sandiwara radio Sabda Pandita Ratu. Nostalgia  yang saya tuliskan itu serasa membawa saya memasuki lorong-lorong kebahagiaan di dalam perasaan. Sensasinya sungguh terasa.

Setelah membaca Pararaton itulah kemudian saya mulai mencari Arok Dedes  yang tebalnya mencapai 500an halaman. Saya mulai ngemil membaca, dan ternyata bagus sekali Pram dalam menulis kisah sejarah itu. Pram benar-benar piawai mengolah kata, dan perbendaharaan pengetahuan Pram tentang Arok Dedes sangat mencengangkan menurut saya. Banyak istilah-istilah kuno yang dipakai oleh Pram, sehingga di sana-sini ada catatan kaki untuk menjelaskan kosakata yang asing bagi pembaca. Pram sungguh luar biasa.

Jika di serat Pararaton kisah Ken Arok banyak dongeng dan kisah mistisismenya, lain dengan Arok Dedesnya Pram,. Ia sungguh menolak itu semua. Di tangan Pram Arok Dedes menjadi cerita politik yang menggetarkan. Inilah kudeta berdarah yang dilakukan secara cerdik yang pelakunya justru dianggap sebagai pahlawan dan mendapatkan penghormatan yang tinggi. Demikian ujar pengantar dalam romannya Pram.

Ada banyak pengetahuan yang bisa saya petik dari membaca Arok Dedesnya Pram, semisal Tunggul Ametung dulu saya anggap sebuah nama, ternyata itu adalah gelar jabatan yang artinya adalah penggada kayu. Dia adalah alat yang dipakai oleh Sri Kertajaya Raja Kediri untuk menjamin arus upeti rakyat ke Kediri. Jadi Tunggul Ametung bisa dikatakan centeng atau tukang pukulnya kerajaan. 

Kemudian kisah Ken Dedes dan juga Ken Arok dideskripsikan cukup bagus dan detail sekali oleh Pram. Semisal ketika Ken Dedes diambil paksa oleh Tunggul Ametung untuk menjadi permaisurinya, Pram seperti hadir pada peristiwa itu kemudian menceritakannya kembali dengan sangat gamblang. Ada nama Gede Mirah juru rias Ken Dedes, Rimang seorang emban yang melayani Dedes yang mana nama ini tidak saya temukan  di Pararatonnya Gamal. Pram entah darimana sumbernya, ia mampu menceritakan secara detail prosesi perkawinan Tunggul Ametung-Dedes, sampai pada adegan ranjang yang menjadi bagian dari ritual perkawinan tersebut. 

Pram memang seorang maestro dalam  bercerita, pembaca bisa membuktikan saat membaca roman Arok Dedes  ini maupun novel-novel lainnya yang ditulis Pram. Di Arok Dedes ini saya menemukan nama kecilnya Arok, yaitu Temu yang bersahabat karip dengan Tanca. Nama Temu ini merujuk pada diri Arok yang ditemukan di kuburan dan tidak diketahui asal-usulnya. Lalu saya mendapati salah satu nama dari anak perempuan Bango Samparan yaitu Umang. Saya rasa Umang ini yang kelak menjadi istri kedua Ken Arok setelah menjadi Raja Singasari. Umang menjadi istri Arok ini semisal balas budi Arok kepada Umang dan keluarganya yang sudah mengasuh Arok saat muda.

Saat saya menulis Arok yang pertama, saya masih menyangka bahwa Arok adalah seorang preman dan penjahat yang brutal. Setelah membaca Arok Dedesnya Pram, pandangan itu berubah. Arok oleh Pram digambarkan sebagai Robin Hoodnya Tumapel saat itu. Atau seperti kisah Brandal Lokajaya yang mencuri demi perut si miskin. Arok hanya merampok begundal-begundal Tumapel yang merampas harta kekayaan rakyat kecil untuk dipersembahkan kepada Raja Kediri. 

Arok sendiri adalah seorang pemuda terpelajar murid dari Tantripala yang kemudian juga berguru kepada Dah nyang Lohgawe. Sebutan Arok sendiri disematkan oleh Dah Nyang Lohgawe kepada pemuda yang bernama Temon tadi. Arok artinya adalah Pembangun. Nama ini disematkan karena harapan besar sang Brahmana kepada pemuda cerdas tersebut untuk membangun kembali kejayaannya para pemeluk Syiwa. 

Jadi Kisah Arok Dedes tidak serta merta kisah politik belaka, namun di balik itu ada unsur pertentangan agama juga, yaitu antara Penyembah Wisnu dari kubu Tunggul Ametung dan pemeluk  Syiwa dari golongan brahmana jaringan Dah Nyang Lohgawe, termasuk bapa Ken Dedes Mpu Parwa. Polemik agama ini sangat menarik untuk dikaji.

Banyak hal yang bisa didiskusikan dalam Roman Arok Dedes ini, sayangnya saya belum khatam membacanya, baru masuk halaman 177 saya mungkin akan melanjutkan tulisan ini jika telah menyelesaikan semuanya. Yang pasti novel Roman Arok Dedesnya Pram sangat layak untuk kita baca dan kita petik hikmah di dalamnya. 


Bangilan, 25 Juli 2022

Sabtu, 23 Juli 2022

Cover Lusuh Bukuku

Cover Lusuh Bukuku
Oleh: Joyo Juwoto

Kubuka lembar demi lembar kertas usang bau ngengat
Debu-debu menempel di covermu 
Bukuku

Tempatmu terpojok
Di pojokan gedung tua
Wajahmu lusuh
Resah kehilangan gairah 
Owh bukuku

Bukuku
Disetiap rangkaian hurufmu
Adalah partikel cahaya
Bagi manusia yang mau melek baca

Bukuku
Bentang paragrafmu menjadi suluh, bagi gelapnya peradapan dunia
Menuntun insan, membuka jendela cakrawala dunia

Bukuku
Untaian kalimatmu adalah mutiara 
Yang terpendam dalam lembaran-lembaran kertas lusuhmu

Bukuku
Kau harta berharga yang dipandang sebelah mata 

Bangilan, 22/11/21

Jumat, 22 Juli 2022

Puisi dalam Kenangan

Puisi dalam Kenangan
Oleh: Joyo Juwoto

Saya menyukai puisi sejak remaja usia anak MTs, entah karena era itu adalah eranya sandiwara radio Tutur Tinular yang dalam beberapa episodenya menyiarkan seorang pendekar yang pandai bersyair, yaitu Pendekar Syair Berdarah. Saya cukup terpukau dengan syair-syairnya yang selalu dilantunkan sebelum ia membinasakan musuh-musuhnya. Lirik syairnya cukup indah walau diksinya mengerikan dan beraroma kematian. 

“Aku datang dari balik kabut hitam
Aku mengarungi samudera darah
Akulah pangeran kegelapan
Kan kuremas matahari di telapak tanganku
Kan kupecahkan wajah rembulan, pecah terbelah
... 

Selain diksinya yang indah, saya juga suka Arya Dwipangga ini ketika melantunkan syairnya, suaranya khas. Jadi selain mengidolakan Arya Kamandanu sebagai tokoh protagonis, saya juga mengidolakan tokoh antagonisnya karena syair-syairnya yang cukup mempesona menurut saya. 

Selain menyukai syair-syair dalam sandiwara radio tutur Tinular tersebut, saya juga pernah membaca puisi yang cukup membekas di dalam dunia kenangan. Waktu itu saya membaca sebuah puisi yang sangat dekat dengan dunia di mana saya tinggal. Puisi itu judulnya perahu kertas sama Sihir Hujan karya sang Sapardi Djoko Damono.

Perahu kertas itu seakan mewakili kegemaran saya dan kegemaran anak kecil bermain perahu yang terbuat dari lipatan kertas. Saya sering membuat perahu kertas yang kemudian saya larung di sungai di belakang rumah saya. Saya berimajinasi suatu saat akan pergi jauh menaiku sebuah perahu melanglang buana mengejar mimpi dan angan-angan.

Dalam bait puisi Sapardi itu juga mengingatkan kisah perahu Nabi Nuh, guru ngaji saya di langgar desa berkisah tentang banjir bandang yang melenyapkan kehidupan, yang selamat adalah para penumpang perahu Nuh, yang kemudian perahu itu terdampar di sebuah bukit. 

"Akhirnya kaudengar juga pesan si tua itu, Nuh, katanya,
“Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah
Banjir besar dan kini terdampar di sebuah bukit"

Puisi telah memantik imajinasi saya sebagai anak desa yang hidup di tepi sungai, dan juga mengingatkan aktivitas mengaji di langgar kampung saat itu. Ternyata kisah-kisah dan puisi mempunyai dampak yang melekat dalam hati dan kenangan yang tak pudar oleh waktu. 

Untuk puisi Sapardi yang berjudul Sihir Hujan cukup membangkitkan kenangan saya di musim penghujan di kampung saya. Perhatian sajaknya yang cukup sederhana tepi mempesona:

"Hujan mengenal baik pohon, jalan,
dan selokan – suaranya bisa dibeda-bedakan;
kau akan mendengarnya meski sudah kaututup pintu
dan jendela. Meskipun sudah kaumatikan lampu."

Diksinya tidak berat, apa adanya dan sederhana, tetapi sajak itu menjadi semacam hujan kenangan yang tak pernah usai dalam diri saya. Ketika membaca sajak itu yang tergambar di kepala saya adalah pada saat hujan saya sekeluarga berkumpul di rumah, ada bapak, ada emak dan adik seorang. Saat musim hujan udaranya cukup dingin, apalagi genting rumah banyak yang bocor, bapak dengan sikap membenahi kebocoran genting rumah. Sedang saya tiduran di ranjang bambu, berselimut tikar pandan menunggu hujan reda. Emakku biasanya menggoreng jagung untuk cemilan di nanangan (tembikar dari tanah liat bekas wadah ikan asin). Itulah bayangan yang muncul saat hujan atau saat membaca sihir hujannya Sapardi Djoko Damono. 

Bait-bait puisi dari pendekar syair berdarah, perahu kertas, dan juga sihir hujan berkelindan dalam imajinasi seorang anak seperti saya saat itu, ada getar kebahagiaan ketika saya membaca puisi, hingga saya mencoba-coba menulis puisi, namun saya lupa apakah saya berhasil menulis puisi atau tidak.

Walau saya belum tahu benar apa itu puisi, namun saya sudah bisa menikmati dan merasai keindahan dari sebuah puisi, setidaknya puisi itu membangkitkan beribu kenangan. Di sekolah memang diajari karya sastra puisi tapi hanya sekedar retorikanya saja, bahwa puisi begini dan begitu, normatif dan deskriptif saja, tidak lebih. 

Itu beberapa kenangan saya tentang puisi yang pernah mampir di hati, sebenarnya masih banyak kisah lainnya, lain waktu jika berkesempatan akan saya tuliskan. Lalu adakah puisi yang membuatmu terkenang  kawan? 

Bangilan, 22 Juli 2022

Kamis, 21 Juli 2022

Ken Arok

 Arok
Oleh: Joyo Juwoto

Kisah tentang Ken Arok sudah saya dengar semenjak kanan-kanak, saat sandiwara radio marak di masa itu. Ken Arok ini dikisahkan dalam. Sandiwara radio yang berjudul Sabda Pandita Ratu yang cukup tenar di era tahun 80-90an. Mendengarkan sandiwara radio adalah salah satu aktivitas yang cukup menyenangkan sebelum maraknya tayangan televisi yang akhirnya menggeser kegiatan mendengarkan radio, seperti era sekarang internet menggeser keberadaan pertelevisian di tengah masyarakat.

Saya masih ingat salah tokoh dalam sandiwara ini, yaitu Ken Arok, seorang yang digambarkan sangat liar dan suka membuat keonaran dan keributan, sehingga Ken Arok mendapatkan sebutan Singa Liar Padang Karautan. Untuk julukan ini ternyata tidak saya temui saat saya membaca buku Pararaton yang ditulis ulang oleh Gamal Kamandoko. 

Menurut apa yang saya ingat, julukan singa liar padang Karautan itu terkait aktivitas Ken Arok yang menjadi begal di sebuah tempat yang bernama Karautan. Di sini pula nantinya Ken Arok bertemu dengan guru ruhaninya yaitu Begawan Lohgawe yang akan mengubah arah hidupnya. Ini dulu yang saya bayangkan saat mendengarkan sandiwara radio, saya jadi ingat tentang pertemuan Brandal Lokajaya dengan Sunan Bonang di hutan Jatiwangi, dua peristiwa yang memiliki kemiripan cerita. Tapi apa yang saya bayangkan ini tidak sepenuhnya benar, pertemuan ken Arok dengan Guru Lohgawe ternyata di tempat lain, begitu yang saya baca di serat Pararaton. 

Saya membaca buku Kamal Kamandoko seperti menggugah kembali memori saya tentang sosok pemuda brandalan yang bernama Ken Arok tadi. Di serat Pararaton namanya sebenarnya adalah Ken Angrok, mungkin karena soal pengucapan A yang kadang dibaca Nga sehingga terjadi perubahan dari Angrok menjadi Arok. Seperti juga orang-orang kidulan seperti Ngawi, Sragen, Magetan, ada yang membaca kata alamin menjadi ngalamin, tapi walaupun ada perbedaan dalam pengucapan, semua bersepakat bahwa antara Arok dan Angrok adalah satu nama yang sama. 

Satu hal lagi yang saya ingat dari sandiwara radio tersebut, bahwa salah satu ciri dari Ken Arok itu tangannya lebih panjang dari kakinya, kemudian di telapak tangannya ada rajah yang dikenal sebagai rajah Kala Cakra. Sampai-sampai saat itu saya terobsesi mencari buku tentang rajah demi mencari rajah yang terkenal keampuhan untuk membakar bangsa jin tersebut. Benar saat itu saya berhasil mendapatkannya, entah buku itu ada di mana sekarang. 

Ken Arok tokoh yang dikisahkan dalam sandiwara radio yang saya dengar maupun dalam serat Pararaton adalah anak dari seorang perempuan dari dusun Pangkur yang bernama Ken Endok yang bersuamikan seorang laki-laki yang bernama Gajahpara. Dalam kisahnya, Ken Endok ketika akan pergi ke sawah mengantar makanan untuk suaminya, ia ditemui oleh Dewa Brahma. Dewa Brahma memilih Ken Endok untuk melahirkan anaknya, sehingga Ken Endok ini dilarang untuk berhubungan badan dengan suaminya. Jika itu dilanggar maka suaminya akan meninggal dunia.

Saya menduga kisah ini adalah sandi cerita yang dibuat oleh penulisnya, bahwa Ken Arok ini bukan anak sembarangan, walau terlahir dari seorang perempuan desa, bisa jadi ayah dari Ken Arok adalah seorang penguasa atau pembesar kerajaan saat itu. Menurut saya ini adalah cara untuk menyembunyikan sesuatu demi menjaga nama baik sang penguasa dengan cara membuat sandi cerita. 

Kisah selanjutnya Ken Endok sebenarnya sudah memberitahukan akan hal itu kepada suaminya, namun bagaimanapun juga Gajahpara sebagai seorang suami tentu mengajak istrinya untuk berhubungan badan, singkat cerita setelah kejadian itu Gajahpara pun meninggal dunia. Setelah genap usia kandungan Ken Endok ia pun melahirkan bayi laki-laki, bayi itu pun dibuangnya di kuburan. Kemudian bayi itu dipungut oleh seorang yang berprofesi sebagai pencuri yang bernama Lembong.

Karena diasuh seorang pencuri, Ken Arok pun tumbuh menjadi pemuda yang berandalan, tidak hanya itu Ken Arok juga suka berjudi hingga harta orang tua angkatnya habis. Setelah itu Ken Arok pergi meninggalkan keluarga Lembong, ia mengembara dan kemudian diambil anak angkat oleh seorang penjudi yang bernama Bango Samparan.

Lengkap sudah segala kejahatan dan kebrutalan dari seorang Arok, dari diasuh oleh seorang pencuri kemudian dididik oleh seorang penjudi, sehingga ia menjelma menjadi brandal yang sangat meresahkan masyarakat. Pernah suatu ketika ia ketahuan mencuri kemudian ia hampir dibunuh oleh massa. Ken Arok lari dan diselamatkan oleh kekuatan dewa Brahma. Karena Sejahat-jahatnya Arok ia adalah keturunan seorang dewa yang kelak akan menjadi wakil Brahma di muka bumi, begitu cerita dalam serat Pararaton. 

Kejahatan Arok ini akhirnya berakhir ketika ia bertemu dengan seorang pendeta yang baru datang dari tanah Jambudwipa, namanya Dang Hyang Lohgawe. Dalam puja semedinya ia mendapat petunjuk dari untuk mengasuh seorang pemuda yang bernama Ken Arok tadi. Akhirnya Sang Brahmana menuju tanah Jawa dengan cara terbang menaiki tiga rumput kekatang. 

Sesuai petunjuk dari dewa, Brahmana Lohgawe harus mencari pemuda tadi di arena perjudian. Sesampainya di sana, Lohgawe memperhatikan seorang pemuda yang memang telah muncul dalam puja semedinya, sehingga ia langsung menebak dengan benar nama pemuda tadi. Sang Brahmana pun berucap "Tentulah engkau yang bernama Ken Arok, engkau aku ambil sebagai anak. Kutemani engkau pada waktu kesusahan dan kuasuh kemana saja engkau pergi".

Pertemuan Ken Arok dengan Dang Hyang Lohgawe inilah yang akhirnya mengubah kondisi Ken Arok dari seorang berandalan menjadi prajurit kepercayaan Akuwu Tunggul Ametung di Kadipaten Tumapel yang mendekatkannya menuju garis takdir yang menjadikannya sebagai seorang raja besar di Tanah Jawa. Sekian.

Kamis, 09 Juni 2022

Quantum Ramadhan debut antologi pertamaku, dari karya antologi ke karya mandiri

Quantum Ramadhan debut antologi pertamaku, dari karya antologi ke karya mandiri
Oleh: Joyo Juwoto

Sampai hari ini saya masih belum pede jika disebut sebagai seorang penulis. Kalaupun bisa dikatakan sebagai penulispun saya memilih menambahkan laqob dibelakangnya, yaitu penulis partikelir alias penulis amatiran. Saya masih jauh dari kategori seorang yang pantas disebut sebagai seorang penulis. 

Sebenarnya saya belajar menulis sudah cukup lama, tulisan pertama saya yang dicetak dalam sebuah antologi terbit tahun 2015, judulnya Quantum Ramadhan. Antologi ini hasil dari komunitas literasi Sahabat Pena Nusantara yang saya ikut gabung di dalamnya. 

Saat itu saya cukup gembira mendapatkan kiriman buku warna coklat berpadu warna biru laut dengan tulisan judul bukunya berwarna putih. Saya tidak bisa menggambarkan kegembiraan saya saat itu, ada perasaan bangga, walau hanya bisa numpang satu artikel di antologi tersebut.

Di dalam buku itu ada juga tulisannya Pak Masruhin Bagus yang juga tergabung di grup Whatsapp Sahabat Pena Nusantara yang digawangi oleh pak Husnaini.  Ada juga tulisannya mas Rifa'i Rif'an yang kemarin menjadi pemateri di Semutnya FLP Tuban. Ada juga tulisan dari tokoh yang sudah saya dengar namanya dari istri saya, beliau adalah Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, tokoh yang dianggap kontroversi dalam beberapa pemikiran keislamannya. Mau tidak mau saya memberikan perhatian agak serius di tulisan beliau, isinya bagus dan mencerahkan, judulnya Ramadhan: Bulan Refleksi Kemanusiaan.

Ketika membaca tulisan Prof.  Musdah saya merasa tulisan saya menjadi sangat jelek dan amburadul. Tulisan beliau runtut dan enak dibaca. Puasa menurut Bu Musdah adalah ibadah yang memiliki dua dimensi, dimensi Hablumminallah dan dimensi Hablumminannas. Dari uraiannya beliau mengingatkan dan mengajak  kepada umat Islam bahwa sejatinya puasa adalah bulan  refleksi kemanusiaan. Dengan puasa seseorang harus menjadi sosok yang berempati kepada sesama, santun, rendat hati, dan lebih bijak.

Dari tulisan Prof. Musdah di antologi ini tidak ada hal yang bagi saya menyimpang dan kontroversial, saya membaca beliau di sisi ini sungguh sangat luar biasa. Walau mungkin pada sisi lain ada hal yang mungkin saja tidak cocok dengan pemahaman kita, tapi saya rasa itu adalah sebuah kelumprahan dalam hidup. Di satu sisi kita sepakat di sisi yang lain mungkin saja kita tidak sepakat, saya rasa hal ini wajar-wajar saja.

Saya rasa tulisan dari Ustadz Masruhin Bagus di antologi buku itu bisa menjadi alternatif jawaban bahwa perbedaan adalah hal yang wajar. Beliau menulis artikel judulnya Ramadhan dan Momentum Ukhuwwah. Bagi beliau berbeda tidak sama dengan bertentangan. Perbedaan bukanlah perpecahan. Perbedaan adalah lazim dan wajar-wajar saja. Kita mungkin punya tafsir dan pemahaman yang berbeda dengan orang lain, namun hal itu jangan sampai menyebabkan adanya perpecahan. Walaupun perpecahan juga bisa dikategorikan sebagai sebuah kelaziman di sebuah masyarakat.

Ada banyak tulisan yang bagus dan mencerahkan di antologi Quantum Ramadhan, karena buku itu ditulis oleh orang-orang dari berbagai kelompok dan latar belakang yang berbeda, tulisan saya sendiri tentu tidak pernah saya baca lagi, entah bagaimana isinya, masak iya penulis membaca kembali tulisannya sendiri. Gak asyik dah. 

Itulah buku antologi yang menjadi debut pertama saya menulis secara keroyokan, yang akhirnya membawa saya untuk belajar menulis secara mandiri, dan akhirnya berhasil pecah telur menerbitkan buku solo saya Jejak Sang Rasul.


Bangilan, 9/6/22

Sabtu, 04 Juni 2022

Kunci Menulis Adalah Membaca

Kunci menulis adalah membaca
Oleh: Joyo Juwoto

Ada sebuah pepatah Arab yang bunyinya "Faaqidus Syai' La Yu'thi" Orang yang tidak memiliki sesuatu tidak akan bisa memberi. Pepatah ini bisa dipakai untuk menganalogikan bahwa seorang penulis tidak akan mampu memberikan apa-apa kepada pembaca jika dia tidak mempunyai sesuatu untuk dibagikan. 

Seorang penulis bisa saja mampu menghasilkan sebuah tulisan, tapi seberapa kuat nilai yang dikandung di dalam tulisan tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat membacanya. Jika banyak sumber yang dibaca, maka tulisan yang dihasilkan akan bernilai dan bernas, sehingga banyak manfaat yang bisa dipetik dari sebuah tulisan.

Penulis fiksi sekalipun membutuhkan bahan bacaan yang melimpah, apalagi yang ditulis non-fiksi, wajib hukumnya ada sumber yang kredibel, karena itu sudah menjadi kaidah ilmiah. Jadi jangan sampai seorang penulis meninggalkan aktivitas membaca. Sesibuk apapun keadaannya. Karena pada dasarnya memang tidak ada orang yang tidak sibuk. 

Seorang penulis bukanlah seorang Nabi yang menerima wahyu dari Tuhan, juga bukan orang suci yang mendapatkan ilham fitri yang kemudian bisa dibagikan kepada pembaca, seorang penulis memerlukan bahan bacaan yang kemudian ia cerna dengan logika, ia pikirkan untuk menjadi sebuah ide, ia endapkan dalam hati yang baru kemudian diproduksi menjadi sebuah tulisan.

Mengemukakan ide menjadi sebuah tulisan pun ternyata tidak mudah, padahal sudah banyak hal di kepala yang ingin kita bagikan kepada pembaca. Ide itu tentu tidak muncul secara tiba-tiba, salah satu sumber ide adalah dengan banyak membaca.

Saya punya pengalaman ketika akan menulis buku sirah nabawiyah, saya banyak mengumpulkan buku-buku sejarah Nabi, saya baca satu persatu, saya renungkan, buku ini seperti ini, buku itu tebal, buku itu tipis dan sebagainya dan sebagainya. Setelah itu saya punya keinginan untuk menulis juga, meringkas dari yang tebal menjadi tipis, dari yang tipis perlu agak tebal, perlu menambah ini dan itu akhirnya saya berhasil menulis buku Jejak Sang Rasul. Sebuah buku sederhana wujud cinta kepada beliau Baginda Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam.

Jadi ketika engkau mentasbiskan diri sebagai penulis jangan sampai lupa diri untuk tidak membaca, baik membaca buku, membaca lingkungan dan semesta, karena dari aktivitas membaca itulah kita memproduksi ide dan gagasan yang akan kita bagikan kepada para pembaca. Orang yang tidak membaca ibarat kendil kosong yang tidak memiliki sumber air pengetahuan untuk dibagikan. 


Bangilan, 4 Juni 2022

Jumat, 03 Juni 2022

Belajar menulis dengan menulis

Belajar menulis dengan menulis
Oleh: Joyo Juwoto

Saya niatan awal bergabung di FLP ingin belajar menulis. Saat itu saya membayangkan akan diajari dan dibimbing segala teori menulis dengan intens. Tapi saat saya bergabung di FLP, justru saya tidak pernah secara formal belajar menulis. Begitupun saat saya bergabung di group Sahabat Pena Nusantara, maupun saat bergabung di Gerakan Tuban Menulis. Di tiga komunitas itulah awal saya mulai berkenalan dengan dunia literasi.

Saya awalnya memang membayangkan belajar menulis itu berkurikulum resmi kayak sekolah formal, lengkap dengan segala tetek bengeknya yang memusingkan kepala, memang di Indonesia belum ada sekolah atau perkuliahan yang khusus bagi penulis, sehingga nantinya menjadi penulis itu setara dengan profesi-profesi lain yang dihasilkan oleh Perguruan tinggi.

Di Indonesia memang profesi menulis masih tergolong profesi otodidak, seorang penulis tidak mesti lulusan bahasa dan sastra Indonesia, atau jurusan lain yang serumpun, karena memang belum ada sekolah atau perkuliahan yang khusus menghasilkan seorang penulis. 

Saya termasuk tipe orang yang menulis dengan ilmu sekedarnya saja, jadi saya tidak punya kemampuan dan kompetensi baku dalam menulis. Saya sering bilang nulisku mung angger saja, jadi saya masih belum pede mengatakan bahwa saya adalah seorang penulis. Kalaupun saya mengucapkannya akan saya tambahi saya ini penulis partikelir alias amatiran.

Saya menulis hanya karena ada bahagia di sana, saya mengejar kebahagiaan itu. Walau kebahagiaan itu entah karena apa dan seperti apa. Saya merasa ketika menyelesaikan sebuah tulisan saya merasa ada hal yang membuat dada ini lega. Plong begitu kata Orang Jawa.

Ketika di FLP, di SPN, ataupun di GTM saya bertanya-tanya, seperti apa sih menulis itu? Karena saya menulis hanya mengandalkan insting saja. Sebenarnya banyak motivasi yang saya terima dalam belajar menulis, tapi yang paling mengenai cara belajar menulis yang baku itu dengan melakukannya sendiri. Jadi belajar menulis ya dengan menulis sesering mungkin. Ini yang sering dikatakan saat ada pelatihan menulis. 

Masalah tata bahasa, PEUBI, pilihan kata dan segala aturan menulis lainnya bisa dipelajari sambil jalan. Karena ketika kita hafal di luar kepala tentang teori menulis, namun kita tidak terbiasa menulis maka menulis juga susah untuk dilakukan. Karena teori bisa saja mudah dihafalkan, namun prakteknya kadang untuk membuka kalimat saja susah. 

Kalau boleh saya ibaratkan menulis itu seperti belajar memamah makanan, yang mana itu tidak bisa dilakukan oleh orang lain, kitalah yang harus memamah makanan itu sendiri. Masak iya kita dimamahkan orang lain kemudian kita yang menelannya? 

Dari sini akhirnya saya mengambil satu kesimpulan, jika kita ingin belajar menulis ya segera saja menulis. Lakukanlah sesering dan sebanyak mungkin. Jangan sedikit-sedikit minta dikoreksi, minta diarahkan, minta dibimbing dan sebagainya, tapi lakukan aktivitas menulis itu secara kontiniu insyaallah nanti kita akan menemukan pola dan ciri khas kita sendiri dalam menulis. 

Bangilan, 3 Juni 2022

Kamis, 02 Juni 2022

Di FLP apa yang kau cari?

Di FLP apa yang kau cari? 
Oleh: Joyo Juwoto

Judul yang saya tulis di atas terinspirasi dari kalimat filosofis yang dipakai di Pondok Darussalam Gontor Ponorogo, "Ke Gontor apa yang kau cari? Demikian bunyi kalimat tersebut. Memang terkadang seseorang lupa niat dan tidak memiliki tujuan yang jelas ketika bergabung di sebuah organisasi. Salah satunya adalah bergabung di FLP ini. 

Saya berharap kita semuanya ingat niat pertama kali kita bergabung di FLP, saya rasa masing-masing anggota punya niatan yang baik ketika bergabung di forum literasi ini. Ada yang ingin belajar menulis, ada yang ingin berada di habitat kepenulisan, ada yang ingin memperbanyak relasi pertemanan, dan niat-niat lain yang ujungnya bermuat pada dunia literasi, karena memang kita di Forum Lingkar Pena, tentu niat kita tidak akan jauh-jauh dari kegiatan menulis dan membaca buku.

Saya masih ingat awal bergabung di FLP, saat itu mencari komunitas menulis masih jarang, tidak seperti sekarang yang menjamur bak cendawan di musim penghujan. Hari ini komunitas literasi sangat banyak, tinggal kita pilih bergabung di mana atau bahkan bergabung di seluruh komunitas menulis.

Saat itu saya ketemu komunitas menulis di Facebook, namanya Semut. Kepanjangannya adalah Sekolah Menulis Tuban, Logonya bagus. Ternyata Semut ini milik FLP Tuban yang digawangi oleh Ust. Masruhin Bagus. Kalau tidak salah saat itu semut baru saja membuat pelatihan menulis salah satunya mendatangkan Pak Husnaini dari Lamongan. Saya sempat DM beliau, yang kemudian saya diajak bergabung di komunitas literasi yang didirikan beliu, Sahabat Pena Nusantara (SPN).

Walau saya sudah bergabung di SPN, tapi saya masih punya keinginan bergabung di FLP, karena saya melihat FLP sangat concern di dunia literasi, saya banyak mendapat info tentang FLP dari mas Ical yang saat itu berada di ibukota dan aktif di  FLP Jakarta. Alhamdulillah ternyata di Tuban, FLP juga sudah ada, kalau tidak salah saat itu ketuanya  mbak Hiday Nur. 

Saya ingat, karena setelah bergabung dengan SPN dan FLP saya dengan pedenya menerbitkan buku ringkasan sirah nabawiyah, judulnya Jejak Sang Rasul. Buku itu diterbitkan oleh penerbit Dreamedia, dipengantari secara singkat oleh Pak Husnaini, dan di endorse salah satunya adalah ketua FLP Tuban, mbak Hiday. Ini adalah awal saya menerbitkan buku. Namanya perdana jangan tanya seperti apa bukunya, covernya sekedarnya, layoutnya juga sangat tidak menarik sekali.

Buku itu saya cetak 100 eksemplar dan habis mayoritas saya kasihkan kepada teman-teman saya. Saya memang tidak terbuat berbangga diri, tapi saya merasa senang bisa menerbitkan buku saat itu, dan saya terlecut untuk membuat buku lagi. Alhamdulillah. Ada beberapa buku yang kemudian menyusul terbit. Ketika bergabung di komunitas literasi itulah saya mempunyai target untuk menerbitkan buku, bagaimanapun rupa dan bentuknya, yang terpenting kita punya keberanian untuk berproses. 

Dari cerita ini saya ingin menggarisbawahi bahwa kita bergabung di FLP harus punya target, setidaknya ada satu buku solo yang kita buat dan kita terbitkan. Karena ini adalah termasuk salah satu jawaban dari pertanyaan yang saya ajukan di judul tulisan saya ini. Semoga teman-teman semua yang belum menerbitkan buku solo segera bisa menerbitkan, dan yang sudah pernah menerbitkan diberi kemudahan untuk bisa menei kembali dengan kualitas yang lebih baik lagi tentunya. Namun semua pilihan ada di panjenengan semuanya. 

Bangilan, 1 Juni 2022

Rabu, 01 Juni 2022

Mars dan Gerak Dakwah FLP

Mars dan Gerak Dakwah FLP
Oleh: Joyo Juwoto

Gerakkanlah pena cintamu
Berjuang tak pernah ragu
Dengan kata kau tuliskan segala
Menerangi alam semesta

Terus langkahkanlah kakimu
Bersatu padu terus maju
Genggam erat, pegang teguh selalu
Kobarkan panji kebenaran

Sambutlah masa depan gemilang
Cahaya yang terus memancar
Dari lingkar pena sedunia
Berbakti, berkarya, berarti 2x
... 

Mars FLP bergema di sudut ruangan Sanggar Caraka, beresonansi ke dalam jiwa saat peserta Muscab ikut menyanyikan mars komunitas literasi yang sudah cukup lama berkecimpung ikut serta mendobrak dan menggerakkan dunia tulis menulis, di seantero penjuru negeri. Sebelum komunitas-komunitas literasi bermunculan, FLP sudah lebih dahulu menginspirasi, dan mengabdi untuk negeri melalui pena. 

Hari itu adalah hari yang cukup bersejarah dalam kalender FLP Tuban, tanggal 21 Mei 2022 FLP Tuban punya gawe besar Muscab, yang diselenggarakan di markas Sanggar Caraka milik Kak Hiday Nur, salah satu sesepuh FLP Tuban. Muscab ke-4 ini dihadiri langsung oleh Ketua FLP Wilayah Jawa Timur, ust. Muchlisin, BK dan ust. Choiri. Semoga keberkahan menyertai beliau berdua aamin.

Jalan dakwah cukup banyak, salah satunya adalah dakwah bil qalam, dakwah dengan pena. FLP sendiri mengambil peran dakwah melalui pena, sebagaimana yang termaktub dalam marsnya. Jadi siapapun yang tergabung dalam komunitas ini wajib hukumnya untuk mensyiarkan panji-panji kebenaran melalui tulisan. Lha mau bagaimana lagi kalau tidak menulis, nama komunitasnya saja Forum Lingkar Pena.

Di FLP menulis tidak sekedar menulis, ada nilai yang kita emban yaitu dakwah itu sendiri. Dakwah tidak hanya sekedar pengajian, tidak hanya sekedar membahas ritual keagamaan, dakwah adalah mengajak kepada kebaikan secara luas. Karena  disetiap kebaikan ada pahala dan keberkahan. Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: kullu ma'ruufi  shodaqoh. 

Di FLP menulis tidak sekedar merangkai kata yang mempesona, tidak sekedar membuat diksi-diksi yang memukau hati, di balik itu semua ada amanah yang kita emban yaitu menulis yang mencerahkan kehidupan dan peradaban. Ini nilai dan kaidah yang harus dipegang teguh oleh laskar pena FLP di manapun berada. 

Saya pernah membaca sebuah kalimat dari Sahabat Ali Bin Abi Thalib, beliau berkata: “Semua penulis akan meninggal, hanya karyanyalah yang akan abadi sepanjang masa. Maka tulislah yang akan membahagiakan dirimu di akhirat nanti.” Hal ini sejalan dan senafas dengan visi dan misi dari FLP yaitu mengusung literasi yang berkeadaban. 

Jadi di FLP menulis itu adalah ibadah, menulis adalah bagian dari gerak dakwah FLP untuk mengobarkan panji kebenaran, oleh karena itu mari sambut masa depan yang gemilang dan membawa obor bagi peradaban dunia bersama FLP dengan terus berbakti, berkarya, dan berarti. Saya jadi ingat sepenggal puisi Chairil Anwar, "Sekali berarti sesudah itu mati." Salam. 

Bangilan, 31 Mei 2022

Selasa, 31 Mei 2022

Jobdes

Jobdes
Oleh: Joyo Juwoto

Dalam sebuah organisasi jobdes (Job description) menjadi semacam peta petunjuk, dan pembagian tugas, peran serta wewenang bagi masing-masing bagian dari organisasi tersebut, agar jalannya sebuah organisasi bisa maksimal, tidak tumpang tindih dan tidak saling silang sengkarut. 

Begitu juga dalam AD/ART FLP juga telah diatur jobdes masing-masing pengurus dan divisi. Hal ini bisa dibaca dan dipelajari dalam AD/ART tersebut. Organisasi apapun itu akan berjalan dengan baik jika dikelola dengan baik pula, jobdes adalah salah satu instrumen untuk menata dan mengelola jalannya sebuah organisasi.

Jobdes juga menjadi semacam manual book yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh pengurus maupun anggota sebuah organisasi. Jadi sebuah keputusan yang telah diambil dan ditetapkan dalam organisasi wajib hukumnya untuk dilaksanakan secara konsisten.

Saya sendiri saat terpilih sebagai ketua FLP Cab. Tuban, merasa kebingungan apa yang harus saya kerjakan untuk menunaikan amanah yang saya emban. Suka ini kurang terbiasa berfikir yang taktis dan terpola, saya terbiasa bertindak yang tidak ndinesi, jadi ketika harus mendapat amanah menakhodai sebuah organisasi, saya harus mulai belajar berorganisasi. Saya mulai belajar berkomunikasi yang baik, terstruktur dan mudah dipahami. Ya, saya lakukan ini demi sebuah kata belajar.

Setelah musyawarah pengurus yang dilaksanakan secara online tanggal 25 Mei 2020, hasil keputusan musyawarah telah menetapkan kepengurusan. Ada sekretaris, bendahara, dan beberapa divisi. Sebenarnya di dalam organisasi FLP banyak divisi-divisi, tetapi sesuai hasil musyawarah kepengurusan FLP Tuban periode 2022-2024 menetapkan 4 (empat) divisi. 

Saya berharap masing-masing divisi bisa membuat program kerja dan bisa melaksanakan amanah dari program-progam tersebut. Jika memang ada kesulitan, kendala dan sebagai  bisa dikomunikasikan dengan intern divisi dan atau berkomunikasi dengan saya. InsyaAllah saya siap berkomunikasi dan secara bersama mencari solusi terbaik.

Demikian beberapa hal yang saya pikirkan saat ini, dan  berputar-putar di kepala saya. Saya harus menumpahkannya agar tidak mengganggu tidur saya. Semoga teman-teman yang sedang mengemban amanah di divisi apapun diberi kemudahan untuk  bisa melaksanakan apa yang telah diprogramkan. Aamiin. 

Bangilan, 30 Mei 2022

Minggu, 29 Mei 2022

Quo Vadis FLP Tuban Periode 2022-2024Oleh: Joyo Juwoto

Quo Vadis FLP Tuban Periode 2022-2024
Oleh: Joyo Juwoto

Aku iki kudu piye? arep tak apakke FLP iki? Ini pertanyaan yang menghantui pikiran saya, saat menerima amanah sebagai ketua FLP Cab. Tuban. Di Bangilan anggota FLP hanya saja dan mas Ical, itupun beliau sudah keluar dari group WA FLP, jadi praktis tinggal saya sendiri yang menjadi anggota aktif. Walau saya yakin mas Ical tetap siap cancut tali wanda jika sewaktu-waktu saya ajak memikirkan FLP Tuban.

Di tengah kondisi hati yang kebingungan mau apa setelah menerima mandat FLP,  saya japri mbak Tyzha, japri mas Fahri apa yang harus saya lakukan. Menurut pengalaman mas Fahri yang notabenenya pernah menakhodai FLP, beliau menyarankan untuk segera membentuk cabang. Saran ini saya iyakan. Sedang mbak Tyzha harus berbesar hati menjawab segala pertanyaan saya, dan juga menampung segala curhat-curhat saya. Alhamdulillah teman-teman FLP sangat sabar membimbing dan mengarahkan saya.

Biar kelihatan profesional sebagai ketua, akhirnya saya mengumumkan di group WA FLP untuk melakukan musyawarah pengurus cabang sebagai bentuk pengejawantahan dari AD/ART FLP. Waktu itu saya mengontak mbak Chusnul Islamiyah atau mbak Iis, saya  minta tolong pada  beliau untuk membuatkan link Google meet sekaligus menjadi admin group. Saya juga meminta tolong kesediaan beliau untuk menjadi MC pada musyawarah pengurus perdana itu. Alhamdulillah mbak Iis orangnya sat set setelah link Google meet dibuat langsung dikirimkan ke group.

Saat itu musyawarah memang disepakati dilaksanakan secara online, hal ini demi memudahkan anggota untuk bisa hadir dan berpartisipasi dalam musyawarah tersebut. Musyawarah cabang ini adalah institusi vital bagi lahirnya keputusan untuk menentukan jalannya roda organisasi di FLP. Berdasarkan AD/ART FLP pasal 27,  musyawarah pengurus ini dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali dalam tiga bulan tujuannya untuk menetapkan program kerja selama 3 (tiga) bulan mendatang.

Dalam musyawarah pengurus kemarin baru menetapkan struktur kepengurusan FLP Tuban masa bakti 2022-2024, itupun musyarahnya agak amburadul dan kurang tertata secara administratif, mirip saur manuk, saya akui ini murni kesalahan saya, karena saya sendiri belum begitu memahami rool model musyawarah pemilihan pengurus itu seperti apa. Tapi seperti pepatah, tak ada rotan, akar pun jadi, bagaimanapun kondisinya saya sangat berterima kasih kepada semua teman-teman anggota FLP yang hadir maupun tidak yang telah dengan lapang dada menerima hasil ketetapan musyawarah tersebut.

Setelah penetapan kepengurusan FLP Cab. Tuban, untuk mempersingkat waktu, masalah progam kerja saya usulkan untuk dibahas di intern masing-masing divisi. Peserta menyetujuinya.  Jadi hasil ketetapan musyawarah selain menentukan kepengurusan juga memberikan mandat kepeda masing-masing divisi untuk membuat program kerja selama yang disepakati bersama. Setelah itu program kerja  bisa disosialisasikan di group WA FLP Tuban. 

Sesuai amanat AD/ART pasal 27 ayat 4 bagian e dan d, sekurang-kurangnya satu kali dalam 6 (enam) bulan pengurus bisa melakukan evaluasi terhadap kinerja sebelumnya. Pengurus bisa mengevaluasi kerja masing-masing divisi dalam forum yang disepakati bersama. Hal ini dilakukan demi berjalannya program kerja dengan baik, terukur dan terencana tentunya, jika ada program kerja dirasa tidak bisa dilakukan maka evaluasi di sini menjadi sangat penting. 

Demikian catatan saya seputar musyawarah pengurus yang telah dilaksanakan secara online pada tanggal 25 Mei 2025, semoga musyawarah tersebut bisa kita laksanakan dengan sebaik-baiknya. Terima kasih kepada seluruh teman-teman anggota FLP yang semuanya menjadi bagian dari mesin organisasi FLP Cab. Tuban, semoga gerak dan langkah kita semua diridhoi oleh Allah SWT. Aamiin. Selamat bekerja. 


Bangilan, 29 Mei 2022

Sabtu, 28 Mei 2022

Tragedi di Muscab FLP Tuban 2022


Tragedi di Muscab FLP Tuban 2022
Oleh: Joyo Juwoto

Seperti istilah tebak-tebak buah manggis, saya yang saat itu hadir di Muscab FLP Cab. Tuban tahun 2022, yang diselenggarakan di Sanggar Caraka Tuban, tahu persis akhir dari drama Muscab tersebut. Saya akan terpilih sebagai penerus estafet kepemimpinan di FLP Tuban masa bakti 2022-2024. Sangat terang memang tanda yang telah dibuat oleh teman-teman di FLP melalui polling yang dibuat oleh team. 
Saya sendiri sudah berulangkali mengemukakan, kalau saya tidak mau menduduki jabatan ketua. Saat itu saya merasa dilema. Jika saya mangkir dan tidak berangkat, kemungkinan besar saya tidak akan terpilih, tapi apa kata dunia? Kemudian jika saya berangkat hampir pasti saya diajukan sebagai bakal calon (jadi) ketua, arena secara polling nama saya bertengger di tiga besar. Berat.
Sebenarnya hati saya sempat lega, ketika rombongan mbak Tyzha datang bersilaturahmi ke rumah saya. Saat itu saya menyatakan tidak siap, dan saya mengajukan nama salah satu anggota FLP yang cukup kredibel untuk menduduki jabatan ketua. Qadarullah saat itu Kak Aulia yang saya ajukan sebagai bakal calon ketua sedang sakit, jadi tidak  bisa hadir menyambut tamu dari FLP Tuban.
Selang beberapa hari setelah kedatangan teamnya Kak Tyzha ternyata Kak Aulia dipanggil Tuhan, duka bagi FLP Tuban dan duka bagi saya pribadi tentunya. Pertarungan batin saya makin menjadi, saya sempat menghubungi teman sesama anggota FLP, pamrih saya  bisa menjadi team sukses saya untuk menggagalkan pencalonan diri saya sendiri. Bahkan saya sempat mengajak Mas Ical untuk menghadiri Muscab, agar dia  bisa memberikan suaranya untuk calon selain saya. Tapi makar saya gagal total. Mas Ical juga berhalangan hadir. 
Di forum FLP sebagaimana guyonan yang sering dilontarkan oleh teman-teman, di FLP itu seperti berada di Forum Lingkar Perempuan. Karena memang yang hadir saat itu perempuan-perempuan semuanya, sedang saya laki-laki sendiri. Sebenarnya FLP Tuban punya anggota laki-laki, tapi semuanya berhalangan hadir. Alhamdulillah tiada lawan ketampanan saya saat itu, demikian piker saya dalam hati. Namun sebagaimana yang telah direncakanan, datang tamu agung dari wilayah, beliau adalah Ketua FLP Jawa Timur, Ust. Muchlisin, B.K. bersama wakil beliau, Ust. Chairi, qadarullah mereka berdua kok lebih ganteng dan lebih cool dari saya, otomatis pada saat itu kebanggaan semu saya runtuh seketika. Ust. Muchlisin dan Ust. Chairi ini orangnya ramah dan baik. Grapyak semanak dan nyedulur, walau baru pertama kalinya kami bertemu, ini menjadi semacam obat penenang bagi jiwa saya yang gundah gulana sejak dari rumah.
Saya sempat berfikir kembali untuk tinggal glanggang colong playu, lari dari medan perang, saya mau ngumpet saja. Tapi ternyata saya tidak punya keberanian untuk mangkir dari Muscab. Mau ditaruh di mana muka seorang pendekar seperti saya yang harus lari meninggalkan gelanggang perang, saya akan tetap berangkat sambil menunggu keajaiban dari Tuhan.
Tenang-tenang suara hati saya terus berbisik menenangkan kecamuk di dada. Sesampai di Sanggar Caraka teman-teman FLP sudah beberapa yang datang. Saya celingak-celinguk mencari sosok yang saya harapkan bisa mengalahkan saya di pemilihan ketua nanti. Saya diam mengamati, sampai pada puncak acara pemilihan ketua ternyata sosok tadi tidak hadir juga. Jiwa saya ambyar sejadi-jadinya. 
Saya terus berusaha tenang melihat perkembangan Muscab, saya masih berharap ada keajaiban yang menghampiri. Saat itu calon ketua yang diajukan tinggal dua orang saja. Mbak Tyzha dan saya. Saat saya ditanya kesiapan dipilih sebagai calon oleh panitia, saya menyatakan tidak siap. Karena ketidaksiapan saya punya payung hukum dalam Ad/Art FLP. Jadi bakal calon boleh mengajukan keberatan untuk dicalonkan, ya hanya itu memang alasan saya. Ternyata alasan saya ditolak. Apes.
Giliran mbak Tyzha ditanya tentang kesiapan beliau, hati saya berdebar-debar. Beliau ternyata juga menolak dicalonkan kembali, padahal kesempatan beliau untuk dua periode terbuka lebar. Mbak Tyzha memaparkan alasan yang cukup membuat air  mata berlinang. Saya sendiri tidak menangis, air mata saya tidak keluar, tapi hati saya berdarah-darah. Laki-laki memang tidak menangis, tapi hatinya berdarah, Dik. Sebagaimana judul bukunya Rusdi Mathari.
Dari pemaparan alasan yang disampaikan mbak Tyzha akhirnya diterima oleh peserta Muscab. Praktis tinggal saya seorang diri sebagai calon ketua. Seperti menebak buah manggis tadi yang sudah jelas hasil akhirnya, saya pun ditetapkan sebagai ketua FLP Cab. Tuban periode 2022-2024. Innalillah.
Setelah terpilih sebagai ketua, sepatah dua patah kata saya sampaikan di forum musyawarah, I'm not alone, saya tidak sendiri, kita semua di FLP akan bekerjasama bahu membahu mensyiarkan dakwah FLP Tuban, semoga apa yang kita usahakan diridhoi Tuhan, dan dihitung sebagai amal kebaikan. Aamin.

Bangilan, 28/05/2022

Jumat, 15 April 2022

Shodaqoh di Bulan Ramadhan

Shodaqoh di Bulan Ramadhan
Oleh: Joyo Juwoto

Afdhalus Shodaqoh fi Ramadhan, begitu salah satu hadits mengenai keutamaan shodaqoh di bulan Ramadhan. Walau sebenarnya kapanpun kita melakukan amal shodaqoh Allah SWT akan memberikan balasan kebaikan kepada kita, namun seutama-utamanya shodaqoh berdasarkan hadits di atas yang dilakukan di bulan Ramadhan. 

Shodaqoh adalah amal dua dimensi, dimensi vertikal dan dimensi horizontal, dimensi ilahiah dan dimensi insaniyyah, dimensi ruhaniah dan dimensi sosial. Jika kita shalat maka itu hanya menyangkut ibadah kita secara langsung kepada Allah, puasa, haji pun demikian, namun ibadah zakat, infaq dan shodaqoh tidak hanya menyangkut ibadah ruhaniah saja, namun juga ibadah sosial.

Yang saya maksud dimensi sosial karena dampak ibadah ini secara langsung bisa dirasakan oleh orang yang kita sedekahi, meringankan beban mereka, dan memberikan rasa cinta dan kebahagiaan. Ibadah shodaqoh ini adalah bentuk tanggung jawab moral dan sosial kita di tengah-tengah masyarakat. 

Hanya saja kadang ibadah shodaqoh ini menimbulkan rasa superioritas dalam diri yang bersedekah. Orang yang memberi merasa lebih unggul dan lebih tinggi derajadnya dari yang diberi. Ini penyakit hati. Kita harus memposisikan diri bahwa kita butuh menyalurkan sedekah harta kita, karena di sana ada haknya orang yang memang berkah menerima.

Di sinilah keikhlasan sedekah kita diuji, apakah kita benar-benar ikhlas karena Allah atau karena mengharap yang lainnya. Tidak hanya berharap sanjungan dan pujian sebagai orang yang dermawan, kadang kita sedekah juga mengharapkan kembalian dari Allah yang berlipat-lipat. Allah SWT memang berjanji akan melipat gandakan harta yang kita sedekahkan, tapi bukan berarti kemudian kita membuat satu struktur berfikir jika kita sedekah seribu maka pasti balasannya adalah sepuluh ribu berupa uang. Allah bisa saja mengganti dalam bentuk lain di dunia atau bahkan diberikan kelak di surga, yang pasti Allah pasti akan membalas sedekah kita.

Saya rasa sebuah keterangan jika tangan kanan memberi, jangan sampai tangan kiri mengetahuinya, ini adalah nasehat yang sangat bijak mengenai ibadah sedekah. Kalau orang Jawa bilang, "Sak Apik-apike Wong Yen Awehi Pitulung Kanthi Cara Dedemitan." Sebaik-baik orang itu jika memberi dengan cara sembunyi-sembunyi. 

Semoga amal ibadah kita di bulan ramadhan ini dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang sebaik-baiknya, yang sebanyak-banyaknya, berlimpah dikehidupan dunia dan akhirat kita. Aamiin. 

15 April 2022

Kamis, 14 April 2022

Menggapai Rahmat di Bulan Ramadhan

Menggapai Rahmat di Bulan Ramadhan
Oleh: Joyo Juwoto
Tak terasa puasa telah kita jalani hingga detik ini, di bagian sepuluh pertama. Dalam haditsnya Rasulullah SAW mengatakan bahwa sepuluh hari pertama puasa adalah rahmat. Betapa banyak kebaikan dilakukan oleh umat Islam di bulan ramadhan, ini adalah rahmat yang luar biasa. 

Jika setelah menjalankan shalat isya' biasana orang-orang sama pulang dari masjid, kemudian melanjutkan aktivitasnya di rumah, ada yang nyangkruk di warung, menonton televisi dan aktivis lainnya, maka di bulan ramadhan umat Islam punya aktivitas baru, yaitu shalat taraweh dan tadarus al Qur'an.

Betapa mulianya dan betapa banyaknya Rahmat Allah SWT. yang diturunkan pada malam-malam bulan Ramadhan ini. Di langgar, di masjid umat Islam sama berlomba-lomba beribadah menggapai kemudian dan keberkahan bulan Ramadhan. 

Selain itu kegiatan taraweh dan tadarus, di masjid-masjid biasanya juga diadakan pengajian kitab kuning menjelang berbuka puasa. Masyarakat bergantian membawa takjil maupun sajian berbuka di taruh di masjid, sehingga jamaah tidak perlu pulang terlebih dahulu jika waktu berbuka tiba. Mereka bisa takjil di masjid, kemudian dilanjutkan shalat magrib berjamaah, lalu berbuka bersama di masjid atau ada yang membawa bungkusan buka puasa pulang untuk dimakan di rumah.

Betapa bulan ramadhan menjadi madrasah peradaban umat manusia yang luar biasa. Ramadhan mengajarkan pentingnya mengaji, mengajarkan bagaimana al Qur'an dibaca dan ditelaah setiap hari, mengajarkan hidup untuk saling berbagi, dan Ramadhan mengajarkan bagaimana seorang hamba bertaqwa kepada Allah SWT. 

Ramadhan menjadi semacam telaga keberkahan sungai rahmat di mana umat manusia bisa membasuh daki-daki kedosaan individu maupun dosa sosial yang ada di tengah masyarakat. Ramadhan menyatukan hati dan mendorong masyarakat untuk saling menebar rahmat dan kebaikan, ramadhan seakan menjadi mata air yang menyejukkan di tengah sahara peradaban yang semakin kerontang.

Dalam kitab durrotun nasihin yang menerangkan keutamaan shalat taraweh, pada malam kesepuluh Allah SWT mengaruniakan kepada umat Islam yang menjalankan puasa di siang harinya dan bertaraweh di malam harinya Allah SWT memberikan baginya kebajikan dunia  dan akhirat. Aamin. 


Bangilan, 9 Ramadhan 1443 H

Jumat, 08 April 2022

Keagungan Bulan Ramadhan

Keagungan Bulan Ramadhan
Oleh: Joyo Juwoto

Setahun yang lalu tepatnya bulan Maret 2021, saya mendapat kiriman hadiah buku yang sangat menginspirasi dari Dr. Zaprulkhan, dosen STAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung. Judul bukunya Mukjizat Puasa. pak Zap ini adalah salah satu guru saya di group WhatsApp Sahabat Pena Kita.

Buku Dr. Zaprulkhan ini menutur penjelasan mengenai pencerahan spiritual melalui ibadah puasa di bulan ramadhan. Beliau mengatakan bahwa tulisan beliau ini adalah hasil perenungan-perenungan sederhana yang bermula keinginan beliau untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang ada di kepalanya. 

Dalam penuturan beliau dipengantar buku, pak Zap mengaku sangat terinspirasi dengan dua ulama kondang yaitu Imam Al-Ghazali pengarang kitab Ihya' dan Syekh Ibnu Athaillah as Sakandari pengarang kitab Hikam.

Tidak heran diawal tulisan beliau menulis tentang bulan Ramadhan dengan kata-kata yang cukup indah dan bermakna. Berikut saya nukilkan sedikit tulisan beliau:
"Ramadhan adalah samudera indah tempat sejuta mutiara kemuliaan tersimpan. Ramadhan adalah perbendaharaan sakral di mana segala keagungan terpendam. Ramadhan merupakan bulan tempat aneka ragam kebesaran bersemayam. Ramadhan pun merupakan cakrawala kudus tempat semesta karuania tercurahkan."

Saya cukup terpesona awal membaca tulisan Dr. Zaprulkhan di renungan yang pertama, yaitu tentang keagungan ramadhan. Beliau dengan gamblang bisa menggambarkan tentang keagungan ramadhan sejak di paragraf yang pertama. 

Ya, demi keagungan ramadhan inilah kita Umat Islam rela berlapar-lapar dan menahan dahaga sehari penuh, rela begadang menjalankan shalat taraweh, dan rela duduk menekur membaca Al-Quran sepanjang bulan. Semua adalah demi keagungan daripada bulan Ramadhan ini.

Secara lahiriah tak ada beda apakah ini bulan Ramadhan, apakah ini bulan Rajab, atau bulan-bulan lainnya, tapi apa yang membedakan bulan Ramadhan dengan bulan-bulan selainnya? Kullu syai'in sababun kata pak Zap, dan sebab ini yang perlu dikaji. 

Menurut penjelasan di bukunya pak Zap, perbedaan antara bulan Ramadhan dengan bulan lainnya ternyata adalah pada  bulan Ramadhan ini Allah SWT pertama kalinya menurunkan Al Quran ke muka bumi, ini adalah peristiwa besar nan agung sepanjang masa. Jadi tidak heran jika bulan Ramadhan memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bulan selainnya.

Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat al-baqarah ayat 185 yang artinya:

"Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil)."

Ternyata sebab inilah kemuliaan dan keagungan bulan Ramadhan melebihi bulan-bulan lainnya. Oleh karena itu mari memanfaatkan dengan sebaik-baiknya Ramadhan tahun ini, semoga kita kelak masih dipertemukan dengan Ramadhan di tahun-tahun berikutnya. Aamin. 


Jumat, 8 April 2022 M/ 6 Ramadhan 1443 H

Kamis, 07 April 2022

Ramadhan Bulan Membaca

Ramadhan Bulan Membaca
Oleh: Joyo Juwoto
Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya al Qur'an, bulan di mana Rasulullah SAW pertama kali ditemui malaikat Jibril untuk menerima wahyu. Ayat pertama yang turun adalah surat al alaq ayat 1-5. Ayat pertama yang turun adalah perintah untuk membaca. Iqra' bismirabbikalladzii kholaq. Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Maha Menciptakan.

Saya di sini tidak hendak menafsirkan ayat Al-Quran, karena bukan kapasitas saya. Karena ilmu tafsir sudah ada kualifikasinya tersendiri. Saya hanya ingin menadabburi firman Allah guna mengambil faedah dan hikmah khususnya untuk diri pribadi saya. Sebagaimana yang sering Cak Nun katakan dalam Maiyahnya. 

Ayat pertama yang turun kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW sangat jelas, yaitu perintah untuk membaca, karena iqra' adalah fiil amar yang dalam ilmu nahwu bermakna perintah. Jadi perintah Allah yang pertama adalah membaca, bukan perintah untuk shalat, zakat, maupun ibadah lainnya. 

Jadi sangat tepat jika bulan Ramadhan adalah bulan membaca, karena Allah menurunkan ayat iqra' di bulan ramadhan. Oleh karena itu sudah menjadi tradisi umat islam di bulan ramadhan semarak membaca al Qur'an bergema di mana-mana. Tiap mushola, masjid, dan di rumah orang-orang sama sibuk membaca Al-Quran. Kesibukan membaca Al-Quran pada bulan Ramadhan meningkat, silakan diperhatikan. 

Tidak hanya membaca Al Qur'an, umat islam, para santri sama mengaji kitab kuning. Pondok pesantren disibukkan dengan kegiatan pasanan baik untuk santri mukim maupun santri yang datang hanya sekedar pasanan di bulan ramadhan. 

Saya sendiri punya tradisi jika ramadhan berusaha mengkhatamkan membaca al Qur'an, walau hanya sekali khatam di bulan ramadhan. Tradisi ini sudah saya lakukan sejak di pondok dulu, karena mbah Yai waktu itu menasehati santri-santri untuk menyibukkan diri dengan membaca Al-Quran pada bulan ramadhan. Semoga ramadhan tahun ini saya bisa mengkhatamkannya juga. Aamiin. 

7 April 2022 M/ 5 Ramadhan 1443 H

Rabu, 06 April 2022

Tidurnya Orang Yang Berpuasa adalah Ibadah

Tidurnya Orang Yang Berpuasa adalah Ibadah
Oleh: Joyo Juwoto

Pada bulan puasa langit surga ditampakkan, dan pintu neraka ditutup oleh Allah SWT, demikian dalam sebuah penjelasan keutamaan bulan puasa. Ya, semua amal kita di bulan puasa adalah bernilai ibadah yang membuahkan pahala. Tidurpun kita tetap mendapatkan pahala. Hadits ini sangat masyhur sekali, Naumusshoimi ibadatun.

Mengapa tidur saja di bulan ramadhan kok dianggap ibadah? Mungkin kelihatannya aneh, tapi jika ditelisik benar adanya. Bayangkan jika kamu tidur, maka potensi maksiat kamu kepada Allah tentu berkurang, dibandingkan saat terjaga. Ini mungkin selemah-lemahnya alasan untuk meninggalkan kemaksiatan berkurang, dibandingkan saat terjaga. Ini mungkin selemah-lemahnya alasan untuk meninggalkan kemaksiatan.

Jika kita berbicara masalah tidur, tentu kita semua tahu kisah ashabul kahfi. Para pemuda ashabul kahfi ini jihadnya adalah tidur di dalam goa selama bertahun-tahun. Mereka dalam mempertahankan keyakinannya ya hanya dengan tidur sampai Allah SWT membangunkan mereka. Jadi jika ada ungkapan tidurnya orang yang puasa ibadah tentu tidak aneh, walau tentu ini bukan untuk dipakai alasan untuk bermalas-malasan.

Dalam memaknai ungkapan hadits tidurnya orang puasa adalah ibadah harus dengan kacamata positif dan produktif, semisal jika tidur saja dihitung sebagai ibadah, maka tentu ketika kita melakukan kebaikan da  amal sholeh sudah barang tentu Allah SWT akan memberikan pahala yang berlimpah.

Jadi bulan Ramadhan adalah bulan diskon besar-besaran yang diberikan Allah kepada kita, ramadhan adalah bentuk kasih sayang dan rahmat Allah yang tiada tara bagi umat Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu mari mempergunakan kesempatan satu bulan sekali dalam setahun ini untuk investasi akhirat kelak.

Investasi itu bisa berupa memperbanyak membaca Al Qur'an di bulan ramadhan, bersedekah kepada dhuafa, tidak meninggalkan shalat taraweh yang memang diberikan keluasan waktu dan kesempatan oleh Allah, maupun dalam bentuk kebaikan-kebaikan lainnya. 

Semoga dengan berinvestasi akhirat tersebut menjadikan kita hamba-hamba yang berhasi lulus di madrasah Allah SWT yaitu madrasah ramadhan, dan akhirnya kita dapatkan gelar hamba yang bertaqwa. Aamiin, aamiin ya Rabbal 'alamin. 

6 April 2022 M/ 4 Ramadhan 1443 H

Selasa, 05 April 2022

Bahagia Menyambut Puasa

Bahagia Menyambut Puasa
Oleh: Joyo Juwoto
Puasa memang istimewa, belum juga kita melaksanakannya Rasulullah Saw sudah mengabarkan sebuah kabar gembira, "Man fariha bidhukhuuli ramadhan harramallahu jasadahu alanniiran" Barang siapa yang bergembira dengan datangnya bulan Ramadhan, maka Allah haramkan jasadnya masuk neraka. Sebuah kabar gembira yang sangat melegakan jiwa. 

Ini belum juga dilaksanakan ibadahnya, bonusnya sudah dikredit di depan, apalagi pahala puasanya tentu lebih besar lagi. Tidak hanya itu saja, amalan-amalan di bulan puasa pahalanya dilipat gandakan sepuluh kali lipat, sedang ibadah puasa entah seperti apa pahalanya, karena Allah mengatakan itu hanya Dia yang akan langsung memberikannya pahalanya. Ashoumu Li, Wa Ana Ajzi bihi.

Untuk meluapkan kegembiraan banyak cara dilakukan, umat Islam di Indonesia, khususnya Jawa punya tradisi megengan untuk menyambut puasa. Mungkin saja ada yang tidak setuju dengan model luapan kegembiraan yang sedemikian, namanya bergembira menurut saya ya sah sah saja, Allah dan Rasul-Nya sendiri tidak merinci harus seperti ini lho yang namanya bergembira menyambut puasa itu.

Megengan itu sebenarnya hanya kulitnya saja, isinya tetap sama dengan semangat ajaran keislaman. Di dalam acara megengan itu mengandung ajaran berbagi kebahagiaan kepada sesama, juga ajang untuk menjalin tali silaturahmi. Jadi apa masalahnya dengan kegiatan megengan ini? Lha wong makan-makan dan berbagi makanan masak kok ya tidak diperbolehkan.

Secara filosofis megengan memiliki makna yang lebih mendalam lagi, karena megengan itu bermakna menahan diri. Jadi masyarakat sudah mempersiapkan diri untuk menahan diri pada bulan puasa, baik menahan diri dari  pengertian puasa secara syariat maupun secara hakekat.

Rasulullah Saw sendiri juga sudah mengingatkan akan datangnya bulan Ramadhan dua bulan sebelumnya, yaitu saat masuk bulan Rajab. Beliau mengajarkan doa sebagai pengingat akan datangnya Ramadhan. Allahumma baariklana fi rajaba wa sya'baana wa ballighna ramadhan.

Begitulah salah satu keistimewaannya bulan Ramadhan, hingga kedatangannya dikabarkan dua bulan sebelumnya. Umat Islam Nusantara mengabarkan juga dengan tradisi megengannya. 


Bangilan, 4 April 2022

Minggu, 03 April 2022

Kebahagiaan Menyambut Bulan Ramadhan

Kebahagiaan Menyambut Bulan Ramadhan
Oleh: Joyo Juwoto
Bulan Ramadhan adalah bulan taraweh, karena hanya di bulan ini shalat sunat 23 rakaat ini boleh dilaksanakan. Selain di bulan ramadhan tidak ada yang namanya taraweh. Shalat sunat ini yang paling sering dijadikan politik identitas di kalangan umat Islam, jika tarawehnya 23 rakaat berarti NU, jika tarawehnya 11 rakaat berarti golongan Muhammadiyah. 

Saya rasa ikhtilaf fikih yang sedemikian cukup wajar, dan boleh-boleh saja yang terpenting persatuan umat Islam tetap terjaga. Jangan karena perbedaan jumlah rakaat taraweh menjadikan kita saling berselisih paham dengan permasalahan yang demikian. 

Kalau menurut mbah Moen yang namanya shalat taraweh itu ya 23 rakaat, bukan 8 rakaat. Karena yang membuat taraweh itu sahabat Umar bin Khattab, pada jaman Nabi belum ada yang namanya taraweh, adanya adalah shalat malam. Karena Nabi sendiri tidak pernah melakukan taraweh. 

Saya sendiri pernah taraweh 23 rakaat sering juga taraweh 8 rakaat, saya tidak begitu fanatik dalam perbedaan jumlah tersebut. Lha wong jaman saya kecil, walau rakaat taraweh saya 23 rakaat kadang di tengah shalat saya berhenti beristirahat atau hanya sekedar iseng tidak ikut shalat. Jadi kalau dihitung saya taraweh tidak 11 rakaat juga tidak 23 rakaat, di rumah pun saya tidak menambahkannya menjadi 23 rakaat, tidak tahu model yang begini ini masuk golongan apa.

Shalat taraweh cukup menyenangkan bagi anak-anak di kampung saya jaman dulu, karena bulan Ramadhan  sudah dianggap bulan yang istimewa, setidaknya anak-anak makan lebih enak daripada di hari biasanya. Orang tua kita menyediakan makanan yang lebih enak dari biasanya untuk keperluan berbuka puasa dan sahur, ada bonus es dawetnya, kolak, dan aneka macam cemilan lainnya.

Tidak hanya itu saja, Ramadhan bagi anak-anak seperti kami yang hidup di pedesaan adalah hadiah yang luar biasa. Bagaimana tidak pada bulan Ramadhan kata guru-guru ngaji kami di langgar setan-setan dibelenggu. Bayangan kami saat itu setan dirantai sehingga tidak bisa keluar untuk menakuti kami yang memang hidup dibesarkan dalam bayang-bayang cerita demit, setan, gendruwo dan sebangsanya. Kami sangat hafal cerita-cerita makhluk yang entah sebenarnya ada atau tidak, lha wong saya sendiri belum pernah sekalipun tahu wujudnya. 

Maklum memang saat itu listrik belum ada, jika malam hari jalanan kampung cukup lengang pohon masih rimbun, dan kondisinya cukup gelap, wajar jika kami anak-anak takut kalau malam hari. Tapi ketika datang bulan Ramadhan ketakutan kami sirna, setidaknya berkurang karena setan dibelenggu oleh  Allah Swt.

Satu hal yang cukup menyenangkan di bulan Ramadhan adalah musim mercon. Banyak varian mercon yang biasa kami pakai, ada yang dari bekas busi motor, dari ruji sepeda, hingga  membuat mercon dari tabung bekas susu yang digabungkan sedemikian rupa, namun kebanyakan kami membuat mercon dari bumbung bambu. Itulah kebahagiaan-kebahagian kami dalam menyambut bulan Ramadhan selain menyambut ibadah taraweh di langgar ataupun masjid. 


Bangilan, 03 April 2022