Selasa, 28 Februari 2023

Negeri Para Koruptor

Negeri Para Koruptor
Oleh: Joyo Juwoto 

Kita ini sedang berada di negeri para koruptor
Di mana taman nurani tlah mati
Berganti padang  keserakahan
dan sahara keculasan

Gelembung-gelembung udaranya bukan lagi oksigen
Namun virus korupsi yang merajalela, menguar ke udara membekap kesadaran umat manusia

Partikel-partikel korupsi 
Jaringan
Sel
Atom
DNA 
Terwariskan sepanjang keturunan

Ke kiri ngamplopi 
Ke kanan melicinkan
Ke atas 
Ke bawah
Memberi hadiah
Agar urusan menjadi  mudah

Menjadi pejabat perlu menyuap
Promosi jabatan membutuhkan titipan
Proyek-proyek pun mengharuskan tumbal cuan

Kita ini sedang berada di negeri para koruptor 
Di mana kebenaran menjadi ancaman
Kesalahan dibangga-banggakan
dan korupsi menjadi nadi
Di setiap jalur kehidupan

Hidup korupsi !

Korupsi harga mati
Kolusi harga pasti 
Nepotisme...
KKN harga Paten


*Bangilan, 28 Februari 2023*

Senin, 27 Februari 2023

Laskar PMK Nggedrug Bumi Tuban

Laskar PMK Nggedrug Bumi Tuban
Oleh: Joyo Juwoto

"Satu Hati Tolak Korupsi" 
"Perangi tindakannya tanpa memusuhi orangnya, sadarkan dengan kekuatan kata-kata".

Begitu slogan yang diusung dalam Roadshow #60 Puisi Menolak Korupsi (PMK) yang diadakan di Kota Tuban, pada hari Sabtu, tanggal 25 Februari 2023. 

Ada dua agenda kegiatan dalam Roadshow PMK ke 60 ini, pagi hari digelar sarasehan kebangsaan satu hati tolak korupsi yang diadakan di Pondok Pesantren Ash-Shomadiyah Makam Agung Tuban, dan malam harinya digelar pembacaan puisi menolak korupsi yang didatangi penyair-penyair dari berbagai daerah, seperti Bojonegoro, Nganjuk, Lamongan, Surabaya, Pasuruan, Malang, Madura, Pati, Kudus, Jepara, Wonogiri, Purwokerto da dari Tuban sendiri tentunya.

Meminjam istilah bahasa dari Mas Agus Sighro, seorang penyair dari Bojonegoro, bahwa para penyair dari berbagai daerah dengan maksud dan tujuan yang sama, dengan ideologi yang sama juga yaitu ideologi menolak korupsi akan Nggedrug Bumi Tuban untuk ikut serta memeriahkan Roadshow #60 PMK tersebut.

PMK sendiri sebuah kegiatan kolektif arus bawah para penyair dari berbagai daerah yang dikomandani oleh penyair asal Solo Sosiawan Leak dalam rangka menyuarakan anti terhadap segala hal yang berbau korupsi. Ya, menurut penyair yang oleh Gus Mus dijuluki Penyair Jahiliah ini menyatakan bahwa PMK adalah Roadshow siapa saja yang berideologi anti terhadap korupsi, siapapun dia, dan apapun profesinya.

Ini adalah kali pertama saya hadir mengikuti Roadshow PMK, sebelumnya saya hanya tahu event ini di media sosial. Alhamdulillah berkat kelindan teman-teman solidaritas pegiat literasi Tuban, khususnya Mas Nahrus, Cak Ipin, Mas Nastain, dan Kang Agus Hewod yang pertama kali membawa bendera PMK dan mengibarkannya di Bumi Tuban kita.

Walau sebagai silent reader, dan hanya duduk menonton para penonton dan juga mengikuti penampilan para penyair ngetop tersebut, saya sangat menikmati malam gelap yang bertabur kata penuh makna itu. Saya berharap kata-kata yang disuarakan itu terbenam di kedalaman Bumi Tuban kemudian menumbuhkan bibit-bibit kebaikan yang menjelma menjadi tanaman, menjadi pohon-pohon yang kemudian di makan oleh masyarakat sehingga nanti akan melahirkan masyarakat yang anti korupsi. Atau kata-kata yang dibaca para penyair itu menguar ke udara menjadi semacam virus-virus yang kemudian dihirup oleh masyarakat sehingga masyarakat terjangkit wabah anti korupsi.

Atau mungkin yang lebih dahsyat lagi, kata-kata itu menjelma menjadi ribuan doa, kemudian melangit dan mengangkasa, kemudian diaminkan oleh para malaikat di Sidratil Muntaha dan menjadi garis suratan takdir bahwa pada saatnya korupsi akan layu dan mati dari negeri yang kita cintai ini.

Saya gemetar bumi batinku horek saat komandan PMK kang Leak dengan penuh teaterikal memanggil dan memperkenalkan para laskar anti korupsi tersebut maju ke depan. Mereka ini seperti tentara langit, yang turun ke bumi dengan membawa misi meneriakkan anti korupsi. Sungguh hal yang luar biasa, ya, setidaknya ini pengalaman batin yang saya rasakan saat itu.

Saya mengikuti acara hingga purna, dan kemudian pulang dengan membawa segudang angan dan bayangan hidup di negeri tanpa korupsi. Negeri yang dicita-citakan  para pendiri bangsa ini, negeri yang sesuai misi para Nabi, dan Negeri yang Tuhan akan memberkati dan meridhoi, yaitu sebuah negeri yang Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur. 


*Bejagung, 27 Februari 2023*

Jumat, 17 Februari 2023

Ziarah Ke Pusara RA. Kartini di Rembang

Ziarah Ke Pusara RA. Kartini di Rembang
Oleh: Joyo Juwoto

Usai sowan dari Gus Mus di Leteh Rembang, saya Mas Rosyid dan Mas Nahrus ada keinginan untuk ziarah ke pusara tokoh emansipasi kaum perempuan, RA. Kartini yang masyhur dengan karya tulisnya yang berjudul "Habis gelap terbitlah terang".

Awalnya kami mengira makam beliau ada di pusat kota Rembang atau dekat dengan pantai Kartini, namun kami salah, makam RA. Kartini ternyata ada di desa Bulu Kec. Bulu Kab. Rembang, sekitar 17 KM ke arah selatan dari kota Rembang di jalur jalan raya Rembang-Blora.

Sepanjang perjalanan menuju arah Blora, saya membayangkan apa yang di tulis oleh Pram, dalam gadis Gadis Pantai. Sebuah roman yang menggambarkan bagaimana nasib seorang gadis yang dipaksa menikah dengan laki-laki yang sama sekali tidak dikenalnya, dan hanya diwakili oleh sebilah keris yang nantinya menghantarkan Sang Gadis ke dalam tembok belenggu adat yang merantai kemerdekaannya. Dan hal seperti ini sangatlah lumrah terjadi pada kala itu, semua memakluminya.

Seakan sudah menjadi suratan nasib dan garis takdir yang menganggap kaum perempuan sebagai konco wingkingnya kaum laki-laki. Budaya feodal dan patriarki inilah yang dijadikan lawan bagi kemerdekaan dan kesetaraan kaum perempuan yang diperjuangkan oleh RA. Kartini.

Dalam teori startifikasi sosial, masyarakat kala itu terbagi menjadi kaum priyayi dan masyarakat jelata. Kaum priyayi dianggap memiliki derajat yang lebih luhur dibandingkan dengan rakyat, sehingga mereka seakan dianggap sah menguasai hal ihwal rakyat. 

Di sampul belakang buku roman Gadis Pantai ada sebuah kalimat yang sangat menusuk hati. 

"Mengerikan bapak, mengerikan kehidupan priyayi ini...Ah tidak, aku tak suka pada priyayi. Gedung-gedungnya yang berdinding batu itu neraka. Neraka. Neraka tanpa perasaan".

Lihatlah bagaimana seorang priyayi Jawa saat itu bisa dengan seenaknya mengambil seorang gadis untuk dijadikan gundiknya, menjadi Mas Nganten yang hanya sekedar untuk melayani "kebutuhan" seks priyayi tersebut. Benar-benar mengerikan.

Kita patut bersyukur, kaum perempuan Nusantara patut berterima kasih dan nyekar ke pusara RA. Kartini, kunjungi makamnya, usap nisannya, bawakan bunga, bacakan doa, dan kirimkan hadiah Fatihah buat beliau. 

Kartini adalah salah satu tokoh yang punya kepedulian terhadap nasib bangsanya, nasib kaumnya yang ditindas atas nama  konsep otak-atik kata yang menempatkan wanita berasal dari kata wani ditata. Tapi, wanita jangan hanya wani ditata saja, wanita hari ini juga harus siap wani nata, demi sebuah kata perjuangan emansipasi kaum perempuan. 


Bangilan, 17 Februari 2023

Rabu, 15 Februari 2023

Kedermawanan Gus Mus

Kedermawanan Gus Mus
Oleh: Joyo Juwoto

Ulama bukan hanya sekedar mengajar umat dengan banyaknya bahan ajar, ulama bukan juru dongeng tentang kisah-kisah masa silam yang bikin kita tercengang, ulama bukan pula pemberi fatwa dan nasehat kepada umat, tapi ulama adalah pelaku dari apa yang disampaikannya. Ulama adalah pewaris para Nabi baik dalam sikap, ucapan, dan tingkah lakunya. Begitu lembaran hikmah yang saya tangkap saat sowan Gus Mus di Leteh Rembang.

Setelah bubar dari pengajian Jum'at pagi di pondoknya Gus Mus, para jama'ah sama pulang, ada pula yang masih ngobrol di pinggir jalan. Saya lihat jama'ah ibu-ibu yang membawa anak-anaknya untuk salim kepada Gus Mus yang berjalan menuju ndalem. Di sepanjang perjalanan Gus Mus merogoh sakunya, beliau memberikan sangu kepada anak-anak tersebut. Saat itu juga saya berfikir, "Owh begitu yang seorang Kiai itu, sangat dermawan sekali". Satu teladan yang lebih afsohu minal kalam, lebih mengena dari sekedar tuturan lisan.

Dari apa yang dilakukan oleh Gus Mus pagi itu mengajarkan banyak hal yang bisa saya tangkap, diantaranya adalah beliau sedang menanamkan sebuah perasaan kegembiraan pada anak-anak. Dalam bawah sadarnya anak akan berfikir, "Enak ya ikut mengaji, dapat sangu" mereka tentu bahagia. Dari sini Gus Mus sedang menanamkan benih cinta ilmu dan cinta Kiai kepada anak-anak tersebut. Menurut bahasa Gus Baha' ini keren. Ilmu dan agama harus membuat orang bahagia, lha wong kemaksiatan saja menawarkan kebahagiaan, masak sebuah kebenaran harus ditampilkan dengan wajah yang sangat dan menyeramkan?

Sikap dan perilaku Gus Mus ini tentu membekas di hati anak-anak, ini adalah sebuah metode menanamkan karakter kebaikan dengan cara yang sangat istimewa. Sifat sakho' atau dermawan memang menjadi sikap yang sangat utama, hal ini banyak dicontohkan oleh para Nabi dan juga tentu oleh para kiai yang menjadi pewaris para nabi. Dalam sebuah hadits dinyatakan, "Assakhiuu qoriibun minal Jannah, wa baiidun minan Nar" Kedermawanan itu dekat dengan surga, jauh dari neraka.

Nabi Muhammad Saw itu terkenal sebagai mister yes, orang yang tidak bisa bilang no dalam sebuah kebaikan. Nabi Muhammad Saw hampir tidak pernah bilang tidak kecuali saat mengucapkan syahadat, La Ilaha Illallah, Tidak ada Tuhan selain Allah. Kedermawanan beliau terkenal seantero jagad kala itu.

Umar bin Khattab, pernah mengisahkan kedermawanan Nabi Muhammad Saw, Umar berkata:

"Suatu hari seorang laki-laki datang menemui Rasulullah SAW untuk meminta-minta, lalu beliau memberinya. Keesokan harinya, laki-laki itu datang lagi, Rasulullah juga memberinya. Keesokan harinya, datang lagi dan kembali meminta, Rasulullah pun memberinya.

Begitulah sifat Nabi, tidak pernah mengecewakan orang yang datang kepada beliau. Nabi Muhammad Saw selalu membantu dan memberikan solusi bagi permasalahan umatnya, tidak hanya di dunia, bahkan kelak besok di akhiratnya juga. Kedermawanan adalah salah satu sifat kenabian yang utama, semoga kita bisa meneladaninya, sebagaimana Gus Mus yang merogoh kocek buat anak-anak.


Bangilan, 15 Februari 2023

Sowan Gus Mus di Leteh Rembang

Sowan Gus Mus Di Leteh Rembang
Oleh: Joyo Juwoto 

Ini adalah kedua kalinya saya ke Rembang dalam rangka sowan Gus Mus. Di Tahun 2019 saya bersama rombongan teman-teman dari Pondok sowan ke ndalem beliau dalam rangka hari lebaran, sayangnya saat itu Gus Mus sedang tidak enak badan, sehingga sowan saya waktu itu yang masih di masa pandemi qadarullah belum bisa bertemu dengan beliau. Saat itu yang menerima tamu adalah putra mantu beliau pengampu ngaji ihya online, Gus Ulil Abshar Abdalla. Alhamdulillah.

Jika mengingat sowan saya yang pertama itu saya merasa malu sendiri, karena waktu itu saya membawa buku saya yang berjudul Dalang Kentrung Terakhir. Niat saya tabarrukan ke beliau Gus Mus. Karena tidak bisa langsung bertemu Gus Mus, akhirnya buku itu saya titipkan Gus Ulil. Entah bagaimana kelanjutannya, Gus Ulil inbox di FACEBOOK, beliau berkenan membeli buku saya tersebut. Sebenarnya saya lebih suka menghadiahkan buku itu, tapi beliau bersikeras membeli, saya pun hanya bisa sami'na wa atho'na, sendiko dawuh marang dawuhnya beliau. Buku Dalang Kentrung Terakhir dan buku Tiga Menguak Pram akhirnya saya kirimkan ke alamat beliau di Pondok Gede Bekasi. Sungguh ini adalah suatu kebahagiaan yang tak terkira bagi saya.

Setelah sowan saya pertama tahun 2019 silam tidak bertemu Gus Mus, di lebaran selanjutnya saya belum juga berkesempatan untuk sowan beliau. Alhamdulillah anugerah untuk sowan akhirnya kesampaian juga, ceritanya waktu itu saya diajak ngobrol sama pegiat rumah persinggahan mas Nahrus untuk membahas kegiatan road show Puisi Menolak Korupsi (PMK) yang rencananya akan digelar di Kabupaten Tuban. Dari obrolan ini akhirnya saya, Nahrus, dan Mas Rosyid Singgahan bersepakat untuk sowan ke Gus Mus, siap tahu beliau ada waktu untuk hadir pada kegiatan PMK di Tuban. Kalaupun beliau tidak bisa rawuh, yang pasti kami punya kewajiban untuk sowan dan meminta doa serta restu dari beliau untuk mengadakan kegiatan PMK.

Jumat pagi sekitar jam setengah tujuh mas Nahrus dan mas Rosyid janjian berangkat dari Singgahan, sedang saya menunggu di pertigaan Puthogoro utara rumah saya. Kami bertiga pun meluncur ke Rembang. Perjalanan dari Bangilan ke Rembang kurang lebihnya satu jam. Menurut info dari teman, Gus Mus bisa disowani sekitar pukul sepuluh, akhirnya kami berhenti terlebih dahulu di alun-alun Rembang. Kami ngopi dan menikmati nasi kucing yang dibawa mas Rosyid dari rumah.

Sekitar setengah jam kami di alun-alun, selanjutnya Carry merah tahun 80-an yang disopiri mas Nahrus membawa kami menuju Leteh, ndalemnya Gus Mus. Mobil carry lawas yang bandel ini juga yang nantinya berjasa mengantarkan kami ziarah ke makam RA. Kartini dan ke Pataba di Blora. Tidak susah untuk mencari ndalem Gus Mus, selain beliau memang seorang tokoh dan Kiai kelas dunia akhirat, memang jika Jumat pagi Gus Mus ini rutinan memberikan pengajian kepada masyarakat. Jalanan dan pondok beliau dipenuhi para muhibbinnya, sehingga pondok Gus Mus ini mudah untuk dikenali.

Kami sempat ikut ngaji nguping, karena kami sampai di lokasi pondok kurang dari jam sepuluh pagi. Tepat jam sepuluh pengajian selesai, orang-orang sama buyar kembali melanjutkan aktivitasnya. Setelah pengajian inilah Gus Mus biasa open house untuk menerima tamu. Waktu itu ada beberapa tamu yang ingin sowan. Ada yang sowan karena mengadukan permasalahan hidupnya, ada yang sowan pamit dan minta doa berangkat umroh, dan berbagai hal lainnya. Kami pun yang juga punya hajat ikut serta duduk menunggu beliau menemui kami.

Alhamdulillah sebelum teh dan jajanan yang dihidangkan tandas kami minum, Gus Mus sudah keluar menemui para tamu. Kami antri. Ketika tiba giliran kami, Kami ditanya oleh dari mana, maka serempak kami menjawab dari Tuban. Mas Nahrus sebagai jubir kemudian matur tentang agenda PMK yang akan digelar di Tuban. Karena bertepatan dengan bulan Isra' mi'raj yang mana beliau sudah sangat padat sekali agendanya, maka kami kebagian hari. Tak apa, yang terpenting kami bisa sowan beliau adalah sebuah kebanggaan tersendiri. Sebagai momentumnya kami pun berfoto dengan beliau.

Setelah dirasa cukup, serta sudah tidak ada lagi hal yang dibahas, kami pun memohon diri untuk pamit, biar gantian dengan tamu yang lain yang akan sowan beliau. Melihat banyaknya tamu pada pagi itu. Setelah undur diri dari Leteh, kami meluncur ke arah Blora menjemput asa yang juga tertunda, ziarah ke makam RA Kartini dan juga silaturahmi ke Pataba sowan ke Mbah Soesilo Toer setelah sekian purnama tak bersua.


Bangilan, 15 Februari 2023