Kamis, 23 April 2020

Quantum Ramadhan

Quantum Ramadhan
Oleh: Joyo Juwoto

Buku Quantum Ramadhan adalah sebuah buku antologi yang ditulis oleh penulis yang tergabung dalam group literasi Sahabat Pena Nusantara (SPN). Saya waktu itu menjadi bagian dari kontributor buku tersebut. Hanya ikut-ikutan, orang Jawa menyebutnya pupuk bawang. Karena kala itu saya baru mulai belajar menulis.

Buku Quantum Ramadhan diterbitkan pada bulan Juni tahun 2015. Ini adalah tulisan saya pertama yang terbit menjadi buku. Karena di tahun berikutnya, saya baru berhasil menerbitkan buku solo secara indie. Sebuah buku yang membahas secara singkat perjalanan Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Buku saya  berjudul Jejak Sang Rasul.

Saya tentu mengucapkan banyak terima kasih, kepada para guru-guru saya yang ada di group SPN saat itu. Ada Pak Husnaini penulis buku motivasi Islam, ada Mas Haidar Musyafa, penulis novel biografi best seller, ada Prof. Muhammad Chirzin, penulis best seller dengan tema Al-Qur'an, ada Pak Ngainun Na'im, penulis top dari IAIN Tulungagung, dan banyak tokoh literasi yang tidak bisa saya sebutkan semuanya.

Selain itu ada banyak tokoh hebat yang juga terlibat dalam penulisan antologi di buku tersebut. Ada Pak Hernowo Hasyim, ada ibu Musdah Mulia, ada mas Ahmad Rifa'i Rif'an, ada juga mas Irja Nasrullah seorang penulis buku-buku keislaman yang sedang kuliah di Al Azhar Kairo Mesir.

Senangnya bukan main saat itu bisa mempunyai buku, walau masih antologi. Inilah proses merangkak, yang menurut Pak Dahlan Iskan harus diapresiasi. Walau sampai sekarang ternyata saya masih terus merangkak dan merangkak. Belum bisa berdiri. Tak apa semua butuh perjuangan, dan perjuangan itu memang tidak mudah.

Saya menulis catatan ini senja hari, sambil menunggu jelang pengumuman sidang Isbat penentuan awal puasa tahun 1441H/ 2020 M. Saya sedang bahagia menyambut bulan puasa tahun ini dan bahagia bernostalgia dengan cinta (buku) pertama saya.

Semoga kebahagiaan ini sejalan dengan apa yang didawuhkan oleh Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Yang berbunyi:
“Man fariha biduhûli ramadhâna harrama Allahu jasadahu ‘alanniron”. Barang siapa yang bergembira dengan datangnya bulan Ramadhan, maka Allah mengharamkan jasadnya atas api neraka. (Alhadits).

Saya berharap dan berdoa semoga kita semuanya bisa menjalani ibadah puasa tahun ini dengan penuh keberkahan, dan dilimpahi maunah, taufiq serta hidayah dari Allah SWT.

Dan saya sekeluarga menghaturkan permohonan maaf jika ada khilaf dan salah. Baik yang tersengaja maupun yang tidak.

Marhaban ya Ramadhan
Marhaban ya sahrus siyam.

Bangilan,
Awal Ramadhan 1441 H

Buku dan Kemerdekaan Indonesia

Buku dan Kemerdekaan Indonesia
Oleh: Joyo Juwoto

Buku memang hanya serupa tumpukan sampah, tidak heran jika banyak orang yang kadang tidak terlalu menghargai sebuah buku.

Buku bagi sebagian orang hanyalah lembaran kertas yang dijilid, yang kemudian ditumpuk sedemikian rupa dalam gudang sempit, atau diletakkan di pojok-pojok ruangan yang pengap.

Adapula buku yang hanya sekedar menjadi aksesoris, jadi pajangan di rak atau lemari di ruang tamu rumah. Biar keren dan intelektual. Mungkin.

Ya begitulah, nasib buku berbeda-beda. Ada yang dicuekin, ada yang dikarantina di dalam ruangan yang pengap, ada pula yang menjadi bagian dari mode pencitraan. Miris.

Dari semua nasib buku di atas tidak ada yang enak. Nasibnya sungguh-sungguh malang nian nasibmu wahai buku.

Padahal secara historis, buku di negara ini punya jasa yang sangat besar bagi langkah awal embrio dan bibit kebangsaan serta kemerdekaan negara Indonesia.

Semua tahu bapak proklamasi kemerdekaan Indonesia, Soekarno-Hatta adalah orang-orang yang menggilai buku. Benar, mereka adalah kutu buku yang mendapat pencerahan dari aksara dalam lembaran-lembaran kertas tersebut.

Tidak hanya itu, bahkan berdirinya republik ini juga berkat buku. Sejarah mencatat bahwa konsep negara republik ini digagas oleh Tan Malaka, seorang tokoh revolusioner dari tanah Minang.

Tan Malaka menulis buku Naar de Republiek sekitar tahun 1925. Selain itu Tan juga menulis buku Massa Actie. Buku-buku ini yang menjadi pegangan dan menginspirasi para tokoh pergerakan Indonesia kala itu, termasuk Bung Karno dan Hatta.

Bahkan sebagaimana yang saya baca dalam buku Catatan Tan Malaka Dari Balik Penjara, Bung Karno pernah diseret ke meja pengadilan Belanda di Bandung, gara-gara menyimpan buku yang ditulis oleh Tan Malaka  tersebut.

Bung Karno memang seorang yang mencintai buku, beliau selain seorang orator yang ulung, juga penulis yang baik. Banyak buku yang telah ditulis oleh Soekarno.

Salah satu buku yang ditulis oleh Bung Karno yang ikut menyumbang kemerdekaan Indonesia adalah pledoi beliau yang di beri judul Indonesia Menggugat. Tulisan ini membuat kelabakan pemerintah Belanda kala itu. Pledoi pembelaan Soekarno ini ditulis di penjara dengan referensi tidak kurang dari 16 judul buku yang ditulis oleh tokoh pergerakan dunia saat itu.

Selain menulis Indonesia menggugat, Bung Karno juga menulis buku tebal dua jilid Di Bawah Bendera Revolusi. Selain itu beliau juga menulis buku yang cukup kontroversi, Islam Sontoloyo. Buku ini bahkan sempat menimbulkan polemik antara bung Karno dan Mohammad Natsir.

Selain Tan Malaka, Bung Karno, tokoh lain yang hidupnya tidak bisa dipisahkan dengan buku adalah Bung Hatta. Bung Hatta ini sangat gila dengan buku. Sampai ada yang bilang, istri pertama bung Hatta itu buku, Istri kedua buku, barulah istri ketiga beliau adalah Rahmi Rahim.

Bung Hatta sangat mencintai buku-bukunya. Ketika beliau ditangkap dan dikirim ke pengasingan oleh Belanda, bukunya yang berjumlah 16 peti turut serta di bawa. Gila.

Bung Hatta memang tidak bisa dilepaskan dari buku. Beliau menempatkan buku lebih berharga daripada emas permata. Tidak heran ketika beliau menikah, maharnya adalah buku yang ditulisnya sendiri. Judulnya Alam Pikiran Yunani.

Begitulah sepak terjang beberapa tokoh bangsa Indonesia yang sangat mencintai dan menggilai buku. Bagi mereka buku adalah ruh perjuangan, buku adalah teman setia, dan buku adalah sumber inspirasi bagi perjuangan mereka dalam membentuk dan memerdekakan negara kesatuan republik Indonesia.

Selamat Hari Buku Sedunia.

Bangilan, 23 April 2020

Selasa, 21 April 2020

Sajak Cinta Seorang Hamba

Sajak Cinta Seorang Hamba
Oleh: Joyo Juwoto

Cinta adalah tentang keindahan. Seperih apapun cerita derita cinta, maka hanya keindahan dan kemasyukan yang akan terasa.

Cinta adalah tentang pengorbanan yang mengharu biru, walau engkau tidak akan menemukan hakekat cinta, jika engkau telah dan merasa berkorban untuk apa yang engkau cintai.

Cinta adalah tentang kerinduan yang memburu pertemuan-pertemuan di pesta-pesta anggur yang tertuang dalam meriahnya denting cawan cinta.

Seorang pecinta sejati, tak peduli segala kepedihan, karena cinta adalah penawar segala luka dan duka.

Seorang yang mabuk cinta, tak terasa walau terbakar dalam kobaran samudera api yang membara, karena kobaran api asmara panasnya melebihi segalanya.

Cinta tak selamanya bagai manisan, atau hamparan kebun bunga yang mekarnya mewangi memenuhi jagad raya.

Cinta kadang berwujud pedang kematian pada leher Ismail, atau kadang kobaran api yang membakar Ibrahim.

Cinta kadang menjelma sengsara, seperti Musa dalam pelarian dikejar Fir'aun, kadang pula berwujud banjir bandang yang menjadi panggung bahtera Nuh.

Di hadapan cinta semua wujud derita sirna, atas nama cinta kepedihan menjelma menjadi kebahagiaan semata.

Di pelataran  cinta semua tunduk, patuh, dan bersimpuh, hingga Sang Maha Cinta memanggilmu pulang; Ya Ayyatuhan Nafsul Muthmainnah irji'ii ilaa Rabbiki Raadhiyatan Mardiyyah, Fadkhulii Fii 'ibaadii Wadkhulii Jannatii.

Bangilan, 21/04/2020

Sabtu, 04 April 2020

Permudah Dalam Membayar Utangmu


Permudah Dalam Membayar Utangmu
Oleh: Joyo Juwoto

Saya masih ingat sebuah maqolah yang saya hafalkan saat di pesantren dulu, “Ad-diinu Yusrun, Ad-dainu ‘Usrun”. Artinya kurang lebih demikian, “Agama itu mudah, sedang utang itu susah”. Saat itu tentu saya belum bisa membayangkan utang itu susah, karena memang belum pernah berurusan dengan uang dan hal-hal yang namanya utang piutang.
Dalam ilmu fikih memang secara teoritis kaum santri mempelajari tetang utang piutang, tetapi teori tentu sangat beda dengan praktek, karena teori hanya berbicara pada ranah kertas belaka, sedang prakteknya ilmu utang piutang ini melibatkan banyak factor, mulai dari gestur tubuh yang harus pas, mimik muka yang memelas,  hingga nada dan tekanan suara yang juga harus selaras. Sungguh berutang itu sangat berat dan susah ternyata, perlu keahlian yang terukur secara tepat.
Sayangnya sebagaimana yang saya amati, mental masyarakat kita adalah mental pengutang. Saya kurang tahu ini ada hubungannya dengan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang digalakkan pemerintah melalui bank-bank atau tidak. Atau bahkan berutang sudah menjadi bagian dari tradisi dan kearifan local kita yang dikembangkan oleh para rentenir local yang berkedok bank tithil, yang pasti, hampir setiap sudut kehidupan kita hari ini dibiayai oleh yang namanya utang.
Dalam ajaran Islam, utang piutang adalah termasuk bagian dari muamalah yang diperbolehkan, jadi sah kita melakukannya dan tidak dilarang. Hanya saja persoalan utang piutng ini adalah persoalan yang cukup rumit, karena menyangkut haqqul adami menyangkut urusan yang membutuhkan kerelaan dengan orang lain. Tanpa bermaksud menyepelekan haqqul adami lebih berat dibanding dengan urusan kita dengan sang Khaliq.
Jika haqqul Khaliq kita bisa melunasinya dengan istighfar, dengan taubat, dengan berwudlu, maka tidak jika sudah menyangkut haqqul adami. Jika kita berutang uang maka kita harus membayarnya dengan uang, jika kita berutang emas, maka kita juga harus membayarnya dengan emas, atau bisa jadi dengan barang lain yang nilainya sepadan dengan apa yang telah kita utang darinya.
Ketika kita dalam kesulitan keuangan misalnya, kita diperbolehkan berutang kepada orang lain, dengan catatan kita harus membayarnya sesuai dengan tempo yang telah disepakati bersama. Tapi perlu digaris bawahi bahwa, berutang dilakukan ketika dalam konsisi yang memang benar-benar terpaksa dan sangat membutuhkan. Jangan sedikit-sedikit kita menggandalkan utang kepada orang lain.
Perlu kita sadari bahwa orang yang kita utangi belum tentu tidak memiliki kebutuhan dengan uang itu, boleh jadi ia sedang mengumpulkan uang tersebut untuk sesuatu hal yang penting. Ketika uang tersebut sudah terkumpul, kita datang dan memintanya untuk kita utang. Kadang orang yang kita utangi tidak tega untuk tidak memberikan uangnya, oleh karena itu ketika kita berutang kita harus membayarnya sesuai saat jatuh tempo.
Perlu kita sadari bahwa, orang yang kita utangi itu bukan lembaga keuangan, bukan koperasi simpan pinjam, bukan pula bank, bukan celengan, bukan pula mesin ATM yang hampir selalu tersedia uang. Dia seperti kita yang juga memerlukan uang setiap dia butuh. Oleh karena itu bercepat-cepatlah ketika membayar utang, jangan menundanya kalau memang kita sudah punya uang. Abaikan kepentingan lain jika tidak mendesak. Kita harus bisa memprioritaskan utang kita kepada orang yang memberikan utangan kepada kita. 
Jadi ketika kita berutang sesegera mungkin kita berusaha melunasinya, kalau bisa jangan sampai jatuh tempo, lebih-lebih sampai orang yang kita utangi mendatangi kita untuk menagihnya. Kasihan dia. Dalam sebuah riwayat Rasulullah Saw bersabda: Menunda-nunda utang padahal mampu adalah kezaliman”. (HR. Thabrani, Abu Dawud). Dalam sebuah hadits lain Rasulullah Saw juga bersabda: “Sesungguhnya seseorang apabila berutang, maka dia sering berkata lantas berdusta, dan berjanji lantas memungkiri.” (HR. Bukhari).
Hadits-hadits di atas seyogyanya menjadi pengingat kita agar berhati-hati dalam masalah utang piutang ini. Jangan sampai karena menuruti hal yang tidak penting kita memperturutkan diri untuk mencari pinjaman uang dari orang lain, bahkan dari lembaga keungan itu sendiri. Pandai-pandailah dalam mengatur segi prioritas dengan keuangan kita.
Orang yang kita utangi sudah memberikan kemudahan bagi kita untuk menggunakan uangnya, kita harus mempermudah urusannya dalam hal mengembalikan hutan. Ia mungkin mau mengutangi kita karena ia tahu, bahwa mempermudah urusan orang lain itu termasuk kebaikan yang bernilai ibadah, padahal sebenarnya ia tidak harus memberi pinjaman kepada kita. Karena tempat meminjam uang secara sah sudah ada. Di bank atau koperasi. Oleh karena itu sekali lagi permudahlah urusannya dalam menagih utang.
Semoga kita semua terhindar dari urusan utang piutang ini, dan semoga kita dianugeri oleh Allah rejeki yang melimpah dan berkah. Mari kita aminkan doa ini bersama-sama:
اَللهُمَّ اِنِّي اَعُوْذُبِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنَ وَاَعُوْذُبِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَاَعُوْذُبِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ
 وَاَعُوْذُبِكَ مِن غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ.

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari kegundahan dan kesedihan, aku berlindung kepadaMu dari sifat lemah dan Malas, aku berlindung kepadaMu dari sifat penakut dan bakhil, aku berlindung kepadamu dari himpitan hutang dan penindasan orang”.

Kamis, 02 April 2020

Kawasan Wajib Masker

Kawasan Wajib Masker
Oleh: Joyo Juwoto

Pagi ini saya ke RSUD Sasodora Djatikoesoemo Bojonegoro, ada urusan yang harus saya selesaikan. Jadi mohon maaf, saya harus keluar rumah untuk menyelesaikan tugas ini. Tugas yang tidak bisa saya kerjakan sambil rebahan di rumah.

Di masa-masa pegeblug virus Corona atau juga disebut sebagai Covid-19 melanda seantero dunia, kita dihimbau untuk tidak banyak keluar rumah. Banyak instansi yang memberlakukan WFH alias Work From Home, demi memutus mata rantai penyebaran virus ini.

Kebijakan self karantina dan physical distancing atau jaga jarak fisik adalah salah satu cara untuk menghindari penyebaran virus corona lebih luas. Oleh karena itu kita wajib mematuhinya.

Semua waspada, semua siaga. Pandemik Corona sukses mengajarkan kepada kita makna "An-ndzoofatu minal Iman". "Kebersihan itu sebagian dari Iman". Ya, ajaran ini benar-benar diterapkan secara kaffah oleh semua lapisan masyarakat. Tanpa banyak khutbah.

Sepanjang perjalanan Bangilan-Bojonegoro, saya melihat pemandangan yang sekarang sangat lazim kita lihat. Banyak toko-toko dan warung yang menyediakan tempat cuci tangan lengkap dengan sabunnya. Semua siaga semua waspada.

Sesampainya di ruang lobi RSUD, prosedur dan antisipasi penularan Corona pun diberlakukan. Sebelum masuk ruangan, saya diminta untuk menggunakan masker. Diperiksa suhu badan, dan cuci tangan dengan hand sanitizer.

Saat itu sebenarnya saya bawa sapu tangan. Dibekali oleh istri tercinta dari rumah. Dalam pikiran saya itu sapu tangan, bukan masker. Maka ketika petugas keamanan RSUD menanyakan masker, saya jawab, saya tidak bawa.

Selanjutnya saya diarahkan petugas tersebut untuk membeli masker. Saya mengiyakan. Satu masker harganya Rp. 1.500 (seribu lima ratus rupiah). Saya lega. Saya pun membeli satu masker untuk saya pakai.

Karena kurang terbiasa awalnya saya agak sesak nafas karena memakai masker, tapi lama-lama saya jadi happy juga. Bahkan saya membayangkan mirip Guru Kakashi dalam serial Naruto. Saya merasa keren saat memakai masker.

Padahal, sebelum membeli masker, tadinya saya sempat berfikir jangan-jangan harga maskernya mahal. Alhamdulillah, ternyata tidak, harganya wajar. Ini sangat menyenangkan dan membantu orang-orang kayak saya, saat keluar rumah di tengah-tengah wabah melanda. Saya sangat mengapresiasi dan berterima kasih atas kebijakan RSUD ini.

Karena kemarin saya sempat melihat postingan di media sosial harga masker melambung tinggi ke angkasa. Ada oknum-oknum yang memanfaatkan keadaan. Menari-nari di atas penderitaan orang lain.

Di tempat-tempat umum, dan tempat berkumpulnya masa memang sangat perlu diterapkan prosedur standard mencegah penularan virus. Ada tempat cuci tangan, atau praktisnya ada hand sanitizer, ada alat pengukur suhu badan, dan menyediakan masker.

Suatu kejadian yang tidak menyenangkan semisal  wabah Corona ini perlu kita hadapi bersama dengan saling tolong menolong dan semangat kegotongroyongan.

Saya yakin masyarakat Indonesia mampu keluar dari cobaan ini dengan baik. Asal kita semua mematuhi prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Saya percaya kita semua bisa. Aamiin.

Bojonegoro, 02/04/2020