Selasa, 31 Oktober 2023

Nasehat dari Kiai Misbah Zainil Mustofa

 


Nasehat dari Kiai Misbah Zainil Mustofa

Oleh: Joyo Juwoto

 

 

Pak Moehaimin memiliki kedekatan tersendiri dengan KH. Misbah Zainil Mustofa, karena beliau pernah menjadi juru terjemah kitab-kitabnya Mbah Bah. Dari seringnya interaksi dalam proses penerjemahan ini Pak Moehaimin banyak belajar ilmu pengetahuan dari mbah Bah, secara tidak langsung Pak Moehaimin nyantri kepada pengasuh pondok pesantren Al Balagh ini.

Ada sebuah cerita yang dituturkan oleh beberapa santri kurun awal, karena begitu dekatnya Pak Moehaimin dengan mbah Misbah, sampai-sampai mbah Bah jika makan biasanya tidak dihabiskan, hanya
dimakan separonya saja, sebagiannya biasanya diberikan kepada Pak Moehaimin.

Setelah peristiwa bangkrutnya Pak Moehaimin dari usaha jual beli kayu jati, pak Moehaimin pindah dari Santren ke desa Weden, beliau kembali berkumpul dengan mertuanya,  H. Abdul Madjid. Namun hal ini tidak berlangsung lama, setelah itu pak Moehamin pindah lagi ke dusun Talok Desa Sidokumpul.

Karena keluarga mertua Pak Moehaimin mayoritas sebagai petani, sedang Pak Moehaimin tidak begitu mengenal seluk-beluk pertanian, maka untuk menopang ekonomi keluarga Pak Moehaimin menjadi penerjemah kitab mbah Misbah. Selain menjadi penerjemah, Pak Moehaimin juga membuka kursus mengetik, saat itu yang diamani untuk memegang kursus ngetik adalah Ust. Heri. Namun sayang uang dari hasil kursus ngetik ini tidak sampai kepada Pak Moehaimin, uangnya dilarikan oleh ust. Heri.

Walhasil Pak Moehaimin hanya mengandalkan penghasilannya dari menerjemahkan kitab. Saat itu ekonomi pak Moehaimin sedang krisis-krisisnya, pagi jam 7 beliau berangkat ke ndalemnya Mbah Bah untuk menerjemahkan kitab, kemudian sekitar jam sebelas siang beliau pulang dan mengajar di madrasah. Saat itu madrasah ASSALAM sudah bertempat di Bangilan, baru ada satu gedung yang berdiri, yang dibangun oleh santri-santri sendiri, ASSALAM masih sangat prihatin sekali, muridnya hanya beberapa orang saja.

Di saat kondisi yang begitu sulitnya, Pak Moehaimin dinasehati oleh Mbah Misbah, “Min, goda kuwi suwene limang tahun, sing kuat ngempet. Mengko nek wis limang tahun, empet meneh nganti limang tahun, mengko goda kuwi lak koyok kacang goreng” Begitu dawuh mbah Misbah kepada Pak Moehaimin.

Mendengar nasehat dari Mbah Bah, Pak Moehaimin memantapkan niat dan tekadnya untuk terus berjuang di jalur pendidikan dengan ASSALAM sebagai ladang perjuangannya. Apalagi beliau juga selalu ingat akan gemblengan dari gurunya KH. Imam Zarkasyi, “Andaikata muridku tinggal satu, akan tetap kuajar, yang satu ini sama dengan seribu, kalaupun yang satu ini pun tidak ada, aku akan mengajar dunia dengan pena”. (KH Imam Zarkasyi) Begitu kira-kira dawuh dan gemblengan dari gurunya itu.

 

 

Senin, 30 Oktober 2023

Santri ASSALAM Kurun Awal Berjuang Membangun Gedung Madrasah

 


Santri ASSALAM Kurun Awal Berjuang Membangun Gedung Madrasah

Oleh: Joyo Juwoto

 

Masa-masa awal setelah peristiwa pecahnya  ASSALAM di Sidokumpul, Pak Moehaimin tidak lagi menempati gedung madrasah yang telah diperjuangkannya, beliau keluar dari ASSALAM lama yang kemudian namanya diubah menjadi dengan nama lain. Dengan keluarnya Pak Moehaimin dari madrasah yang dibangunnya, waktu itu banyak santri yang mengikuti beliau keluar, santri-santri itu tetap ingin diajar oleh beliau. “Kulon nderek ngaji Pak Moehaimin mawon” begitu kata santri-santri yang bersikukuh untuk keluar dari madrasah awal.

Diantara santri Pak Moehaimin yang waktu itu ikut Pak Moehaimin namanya Rofiq, karena ia tetap ingin mengaji dengan Pak Moehaimin, sampai Rofiq ini harus rela meninggalkan rumah, kemudian ikut simbahnya yang berada di desa Medalem Senori, demi ia tetap nyantri kepada Pak Moehaimin.

Ada pula kisah yang cukup dramatis, waktu itu ada santri yang namanya Anwari, saat itu ia belum tahu jika pak Moehaimin sudah tidak mengajar di madrasah, Anwari ini berada di kelas untuk mengikuti pembelajaran, namun karena kemudian ia tahu pak Moehaimin sudah tidak berada di madrasah itu, dengan serta merta Anwari ini melompat jendela kemudian menyusul Pak Moehaimin yang memang ndalemnya berada di sebelah timurnya sungai, yang berjarak hanya beberapa meter dari madrasah lama. Anwari akhirnya melanjutkan belajarnya di ndalem Pak Moehaimin.

Karena tidak mempunyai gedung, Pak Moehaimin mengajar santri di ndalem beliau, di depan rumah ada mushola keluarga, di situ dipakai ruang kelas, di sebelah barat mushola ada toko kecil yang akan digunakan usaha perdagangan, karena tidak memiliki gedung untuk santri, maka toko itu dipakai gothakan santri putra. Santri putri menempati ruang di belakang dekat dapur rumah. Selain memanfaatkan mushola sebagai ruang kelas, santri-santri juga bersekolah di rumah warga, yaitu salah satunya di rumah pak Ruslan, tetangga depan rumah Pak Moehaimin.

Kondisi darurat yang menyebabkan pembelajaran ditempatkan di tempat seadanya, dan juga menempati rumah warga tentu tidak baik jika harus berlama-lama, akhirnya pada tahun 1983 Pak Moehaimin membeli tanah di Bangilan, tepatnya di sebelah selatan pasar Bangilan, tanah itu milik keluarga Pak Muzadi, setelah tanah terbeli dengan cara dicicil, maka Pak Moehaimin mulai merencanakan pembangunan gedung madrasah.

Karena kekurangan biaya, maka kayu untuk bangunan gedung tersebut memakai kayu glugu (pohon kelapa) yang kebetulan di area tanah tersebut banyak ditumbuhi pohon kelapa. Pembangunan gedung ini banyak dibantu oleh Danramil Bangilan saat itu, namanya Pak Kholis, juga dibantu oleh bapak Dansek Bangilan. Ceritanya Bapak Dansek yaitu Bapak TAsman ini mengajari pak Moehaimin caranya mencari dana, yaitu dengan cara mengedarkan kalender, bahkan Pak Dansek sendiri juga ikut serta membantu dengan cara menyuruh para bawahannya untuk membeli kalender.

Santri-santri tidak tinggal diam, mereka menebang pohon kelapa yang kayunya dipakai untuk pembangunan, mereka juga menggergajinya sendiri. Selain itu untuk batu bata untuk bangunan juga dibuat oleh para santri sendiri. Mulai dari menyiapkan bahan tanah liatnya, membuat adonan, mencetak dan kemudian membakarnya, itu dilakukan oleh para santri. Adapun santri yang terlibat dalam perjuangan membangun madrasah ini diantaranya adalah Purhadi Nata Bata (julukan yang diberikan oleh Pak Moehaimin), Daerobi, Syafi’i, Ucuk Suparman, dan beberapa santri lainnya.

Santri-santri tersebut selain menyiapkan bahan-bahan dan material bangunan mereka juga terjun langsung menjadi tukang dan menjadi kulinya. Ucuk Suparman santri dari Pulut Bangilan ini  punya keahlian nukang, beliau yang menjadi tukang bangunan dan dibantu oleh santri-santri lainnya.

Begitulah dulu perjuangan para santri dalam membangun gedung pondok, membangun madrasah, mereka dengan penuh keikhlasan berjuang dengan segala pengorbanan yang tak terkira kepada pondoknya.

Nilai-nilai perjuangan dan nilai-nilai keikhlasan yang sedemikian ini perlu dijaga, dirawat, dan dituturkan dari generasi ke generasi selanjutnya, agar api perjuangan para santri kurun awal tetap membara di jiwa para santri lainnya. Para santri harus selalu ingat semboyang perjuangan yang selalu digemblengkan Pak Moehaimin:“Bondo bahu pikir lek perlu sak nyawane sisan”.

 

Minggu, 29 Oktober 2023

Mimpi Pada Sebuah Kapal

 



 


Mimpi Pada Sebuah Kapal

Oleh: Joyo Juwoto

 

Ada sebuah kisah menarik yang diceritakan oleh Abah KH. Moehaimin Tamam sendiri, kisah ini saya dengar saat menjadi santri dan tentu banyak santri lain yang ikut mendengarkan dan mengetahuinya, kisah ini sering dan berulang kali beliau ceritakan saat beliau mengajar santri, kisah ketaatan seorang santri kepada gurunya, walau harus dibayar dengan perpisahan yang sangat menyedihkan, begini kisahnya:

Ada seorang santri yang bernama Sholihin, santri ini berasal dari Pulau Bawean Kab. Gresik, Sholihin adalah santri yang sangat taat dan mencintai gurunya, yaitu KH. Abd. Moehaimin Tamam. Kang Sholihin ini seperiode dengan Usth Sunayah, juga Usth Zairoh, beliau termasuk santri kurun awal berdirinya pondok pesantren ASSALAM yang saat itu masih berada di desa Sidokumpul Kec. Bangilan.

Pada suatu ketika Sholihin ini sowan kepada Pak Moehaimin, karena beberapa hari Sholihin ini tidak tenang hatinya, ia selalu mimpi yang sama dalam beberapa waktu. Pada awalnya Sholihin menganggap itu adalah mimpi biasa mimpi yang sebagai bunga tidur belaka, tapi pada suatu hari mimpi itu muncul lagi mendatangi tidurnya, sehingga saat terbangun Sholihin merenungi apa yang menjadi mimpinya itu.

Sebagai santri yang berasal dari pulau Bawean sangat wajar sebenarnya ia mimpi naik sebuah perahu, karena memang kampungnya harus menyeberang lautan jika harus ke kota Gresik, begitu juga ketika ia berangkat mondok ke Bangilan ia juga harus menyeberang naik perahu, oleh karena itu pada mulanya Sholihin tidak memperhatikan mimpi itu, mimpi naik pada sebuah kapal. Tapi anehnya mimpi itu terus mendatanginya, sehingga Sholihin merasa gelisah, ada apa dengan mimpinya itu.

Dalam mimpinya Sholihin seolah-olah akan menaiki sebuah kapal besar, dia tidak sendiri, banyak orang yang juga berbondong-bondong menaiki kapal tersebut. Namun anehnya, ketika Sholihin mau naik ke atas kapal, ia ditolak dan tidak diperbolehkan masuk. Ada seorang yang menghalanginya, orang itu berkata kepadanya:

 “Nak, kamu jangan naik kapal ini! Jika kamu memaksa naik, maka kapal ini akan tenggelam, dan kamu juga akan tenggelam bersama kapal dan semua penumpangnya” ujar orang tersebut memperingatkan Sholihin yang akan ikut naik kapal tersebut.

“Jika Kamu tidak naik, maka kapal ini akan selamat, kamu selamat, dan para penumpangnya juga akan selamat” Lanjut sosok misterius yang datang di mimpi Sholihin.

Setelah bermimpi demikian, Sholihin terbangun dari tidurnya, setelah bangun Sholihin mengambil air wudhu kemudian sholat malam dan berdo’a meminta petunjuk atas mimpi yang selalu mendatanginya itu.

Karena tidak mendapatkan jawaban atas mimpinya itu, Sholihin kemudian sowan kepada Pak Moehaimin, Sholihin matur atas mimpi yang selalu mendatangi tidurnya beberapa hari yang lalu. Setelah mendengar cerita dari Sholihin, Pak Moehaimin menghela nafas dalam, seakan ada beban berat yang beliau tanggung, beliau terdiam beberapa saat.

Setelah beliau menghela nafas, Pak Moehaimin berkata kepada Sholihin santri dari Bawean itu. “Nak, Kalau saumpama saya menerangkan takwil mimpimu itu apakah  engkau siap menerimanya? Kata Pak Moehaimin pelan. Sholihin pun menjawab, “Insyallah siap Pak” Jawab Sholihin lirih.

Kemudian pak Moehaimin pun mentakwilkan arti mimpi dari santrinya itu. “Begini Anakku, kapal itu ibaratnya adalah Pondok ASSALAM ini, sebagaimana dalam mimpimu, jika Nanda Sholihin naik kapal ASSALAM, maka kapal ASSALAM akan tenggelam, dan Nanda Sholihin juga akan tenggelam, namun jika Nanda Sholihin tidak jadi naik kapal ASSALAM, tidak melanjutkan mondok di ASSALAM, insyallah kapal ASSALAM akan selamat, begitu juga Nanda Sholihin juga akan selamat, dan seluruh penumpang kapal ASSALAM akan selamat”.

Mendengar takwil dari mimpi itu, Sholihin menangis ngguguk-ngguguk penuh dengan kesedihan, ia sangat mencintai ASSALAM, ia juga sangat mencintai Pak Moehaimin sebagai gurunya, sebagai kiainya. Tapi bagaimana lagi, ia harus berpisah dengan gurunya, ia harus meninggalkan kapal ASSALAM demi keselamatan dirinya, juga keselamatan kapal ASSALAM beserta seluruh penumpangnya.

Akhirnya Sholihin ini pamit untuk pulang kembali ke kampung kelahirannya di Bawean, ia harus berpisah dengan pesantren yang sangat dicintainya, ia harus berpisah dengan gurunya. Menurut cerita dari pak Moehaimin, Sholihin ini akhirnya mondok di Surabaya, kemudian setelah pulang dari pondok beliau kembali ke kampungnya dan menjadi Kiai di Bawean sana.

Perpisahan antara Sholihin dengan pak Moehaimin ini, oleh Pak Moehaimin diibaratkan seperti “Rajulaani tahabbba fillah, wa tafarraqa fillah” dua orang yang saling mencintai karena Allah, dan dua orang yang akhirnya harus dipisahkan oleh taqdir juga karena Allah. Sebuah suri teladan yang luar biasa antara seorang santri dan gurunya, semoga Allah memuliakan beliau berdua. Aamin ya rabbal ‘aalamin.

 

 

 

 

 

Sabtu, 18 Maret 2023

Hikayat Sebuah Tasbih dan Tongkat

Hikayat Sebuah Tasbih dan Tongkat
Oleh: Joyo Juwoto

Apakah kau tahu saudara?
Tentang hikayat sebuah tongkat
Tongkat Musa yang menjelma menjadi sanca
Tongkat Musa yang membelah debur samudra merah

Ada tongkat Kiai Bonang mengetuk pintu hati Lokajaya anak seorang Bupati
Ada pula tongkat penyempurna amanat untuk mendirikan sebuah Jam'iyyat
Nahdlatul Ulama kelak akan berdiri tegak
Shalluu 'alan Nabi Muhammad...

1924 isyarat itu dibawa Kiai As'ad
Dalam irama do'a Asmaul Husna yang menggetarkan jiwa
Ya Jabbar ya Qohhar
Ya Jabbar ya Qohhar
Ya Jabbar ya Qohhar

Restu tongkat dan tasbih Syaikhona Kholil
Teruntuk santri Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari
1926 keteguhan hati Mbah Hasyim Asy'ari
Yang diiringi doa dan tasbih para kiai
Jam'iyyah Nahdlatul Ulama berdiri
Kertopaten Surabaya dalam dekap perjuangan dan cinta Mbah Wahab tak terlupa

Nahdlatul Ulama adalah lentera Nusantara
Cahayanya menebar seantero jagat raya
Menjadi pelita bagi peradaban dunia

Dari Bumi Surabaya ke Jombang
NU berkembang
Pendar bintang-bintangnya gemerlap
Berpijar di atas langit Tuban yang cemerlang

Atas tsawab Mbah Khusen
Do'a-doa Mbah Farouq
Munajat Mbah Maksum
Mbah Dimyati
Serta para santri dan Kiai

1935 Kaliuntu menjadi saksi bisu
NU berembrio di kota Jenu
Muslimin-muslimat pun bercerita penuh gembira
Jenu... Jelas NU


Bangilan, 25 Sya'ban 1444 H
                  17 Maret 2023 M

Jumat, 03 Maret 2023

Menuju Puncak Harlah Satu Abad NU Di Sidoarjo

Menuju Puncak Harlah Satu Abad NU Di Sidoarjo Puncak Harlah Satu Abad NU Di Sidoarjo
Oleh: Joyo Juwoto

Gempita Harlah Satu Abad NU begitu terasa, kesibukan persiapan panitia Harlah sudah sejak lama terbabar di media sosial, era sekarang memang menjadi jaman di mana tanpa postingan adalah sebuah kehampaan, jadi wajar Harlah organisasi terbesar di Indonesia bahkan dunia se akhiratnya ini sudah ramai, riuh dan membahana.

Peristiwa sekali yang terjadi sepanjang usia saya itu tentu menjadi hal yang menarik dan menjadi sebuah momentum yang bersejarah, puncak Harlah Satu Abad NU adalah peristiwa yang tidak bisa saya jumpai lagi, jadi saya berkeinginan untuk hadir dan menjadi pasukan penggembira di acara tersebut.

Ketepatan KKM MAN Tuban yang dikomandani Dr. Muhammad Badar selaku ketua KKM memberangkatkan kafilah kepala madrasah, saya yang bukan kepala mendapat berkah mbadali Kepala untuk berangkat meramaikan puncak Harlah NU yang  dilaksanakan pada tanggal, 16 Rajab 1444 H yang bertepatan tanggal, 7 Februari 2023 M di stadion Gelora Delta Sidoarjo. 

Puncak Harlah yang mengusung tagline "Merawat Jagat Membangun Peradaban" ini dihadiri oleh jutaan warga Nahdliyyin dari berbagai daerah di Indonesia bahkan juga dunia. Tua, muda, anak-anak, laki-laki dan perempuan tumplek blek memenuhi jalan-jalan di kota Sidoarjo. Ulama-ulama dari berbagai belahan dunia turut hadir meramaikan dan mendoakan puncak resepsi tersebut.

Rombongan KKM MAN Tuban berangkat dari kota Tuban pukul 20.00 WIB kemudian transit dan bergabung untuk berangkat bersama seluruh kafilah dari Tuban di pondok pesantren Langitan. Kami berhenti menunggu rombongan lainnya. Sekitar pukul 22.00 WIB rombongan berangkat dengan pengawalan dari pihak kepolisian.

Sepanjang perjalanan dari Langitan menuju Sidoarjo saya tidur, jadi tidak tahu kondisi jalan raya seperti apa, namun yang pasti kami tiba di Sidoarjo pukul 03.00 WIB. Dilihat dari lamanya perjalanan tentu mobil yang kami tumpangi  merayap pelan di tengah jalanan yang padat kendaraan, itu pun kami harus parkir dari hitungan google map jarak 2.6 KM dari  area stadion Gelora Delta. 

Banyak orang yang lalu-lalang berjalan ke arah stadion. Sebenarnya panitia sudah menyiapkan video tron di sepanjang jalan menuju stadion, agar para pengunjung bisa melihat dan mengikuti rangkaian acara  via lewat layar lebar itu. Apalagi memang tidak semua orang berkesempatan bisa masuk ke stadion   mendekati area resepsi, hanya peserta dengan tanda khusus saja yang diperbolehkan masuk. Pintu stadion dijaga ketat oleh Banser.

Stadion Gelora Delta Sidoarjo dikelilingi pagar tembok, untuk masuk pagar ini saja tidak mudah, para pengunjung harus memanjat pagar tembok bagian belakang yang tidak terjamah pengunjung. Karena pintu depan telah terisi dan terpagari warga Nahdliyyin yang hadir dan meramaikan acara. Butuh perjuangan untuk bisa masuk di lapis pertama pagar stadion.

Saya sendiri bersama Kang Umam teman saya dari Tuban, juga nekat bisa masuk di lapis pertama, mengikuti jejak pejuang lainnya, kami pun harus krengkelan naik tembok yang licin itu. Sesampainya di dalam tembok, kami bisa melihat keadaan yang ada di dalam stadion lewat jeruji pintu yang di jaga Banser. Sayang ketika acara sambutan dari bapak presiden, satu-satunya lubang yang menolong kami untuk melihat acara ditutup dengan pintu besi tanpa lubang sama sekali. Penonton kecewa saudara-saudara. Menurut kang Banser itu protap yang harus dijalankan demi pengamanan presiden. Ya wis lah.

Karena sudah tidak bisa nginceng sama sekali, akhirnya saya dan kang Umam memutuskan untuk keluar dari stadion. Perut sudah lapar setelah hampir satu jam muter-muter di jalanan. Sebenarnya banyak makanan yang disiapkan oleh relawan, pengunjung tinggal ambil saja, tapi kami memilih masuk warung pesen rawon sambil melihat layar televisi yang menyiarkan acara resepsi tersebut. Sambil nyantai menikmati sarapan pagi yang cukup nikmat.

Setelah sarapan saya dan kang Umam memutuskan kembali ke parkiran kendaraan kami. Otomatis kami harus berjalan 2.6 KM lagi. Jalanan makin padat, di persimpangan jalan menuju lokasi stadion dipenuhi pengunjung yang membludak, kendaraan bermotor juga berjejalan. Untuk menggeser tumit saja susah. Perlahan kami bisa melewati titik tumbuk massa dan kemacetan mulai terurai.

Setelah berpeluh keringat sampailah kami di tugu Jaya Ndaru, tempat kendaraan kami parkir. Saya dan kang Umam sempat kebingungan mencari lokasi parkir, tapi Alhamdulillah kami pun sampai. Teman-teman yang lain ternyata belum datang, sepertinya mereka juga masih dalam perjalanan. Di area alun-alun ini bazar UMKM Nahdlatut Tujjar di gelar, ini adalah salah satu program membangun dan mendigdayakan ekonomi warga Nahdliyyin.

Karena salah satu dari pilar berdirinya Nahdlatul Ulama selain Komite Hijaz, Tasywirul Afkar atau Nahdlatul Fikr tahun yang berdiri tahun 1914, Nahdlatul Wathon tahun 1916,  dan juga gerakan Nahdlatul Tujjar atau  kebangkitan para saudagar yang dipelopori oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah pada tahun 1918.

Hari itu, Selasa 16 Rajab 11444 H benar-benar menjadi momentum sejarah yang tak terlupakan, tergores dengan tinta emas peradaban, dan saya merasa bangga sekaligus bahagia bisa menjadi setitik dari jutaan santri yang menjadi penggembira, menjadi saksi atas perputaran sejarah besar Nahdlatul Ulama. 

Saya juga merasa beruntung mendapatkan percikan barakahnya NU, sehingga bisa menghadiri seruan para Kiai, para masyayekh dan para ulama mengantar Nahdlatul Ulama memasuki gerbang Abad Kedua, sebagaimana yang diserukan dengan keras oleh Ketua Umum PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf dalam pidatonya:

"Warga Nahdlatul Ulama, pencinta Nahdlatul Ulama yang aku cintai, selamat datang di abad kedua Nahdlatul Ulama!,"

"Wahai abad kedua rengkuhlah kami dalam berkah, harapan, prasangka baik akan ridho Allah, akan pertolongan Allah yang Maha Rahman dan Maha Esa,"


Joyo Juwoto, Santri dari Ponpes Assalam Bangilan Tuban. 

Selasa, 28 Februari 2023

Negeri Para Koruptor

Negeri Para Koruptor
Oleh: Joyo Juwoto 

Kita ini sedang berada di negeri para koruptor
Di mana taman nurani tlah mati
Berganti padang  keserakahan
dan sahara keculasan

Gelembung-gelembung udaranya bukan lagi oksigen
Namun virus korupsi yang merajalela, menguar ke udara membekap kesadaran umat manusia

Partikel-partikel korupsi 
Jaringan
Sel
Atom
DNA 
Terwariskan sepanjang keturunan

Ke kiri ngamplopi 
Ke kanan melicinkan
Ke atas 
Ke bawah
Memberi hadiah
Agar urusan menjadi  mudah

Menjadi pejabat perlu menyuap
Promosi jabatan membutuhkan titipan
Proyek-proyek pun mengharuskan tumbal cuan

Kita ini sedang berada di negeri para koruptor 
Di mana kebenaran menjadi ancaman
Kesalahan dibangga-banggakan
dan korupsi menjadi nadi
Di setiap jalur kehidupan

Hidup korupsi !

Korupsi harga mati
Kolusi harga pasti 
Nepotisme...
KKN harga Paten


*Bangilan, 28 Februari 2023*

Senin, 27 Februari 2023

Laskar PMK Nggedrug Bumi Tuban

Laskar PMK Nggedrug Bumi Tuban
Oleh: Joyo Juwoto

"Satu Hati Tolak Korupsi" 
"Perangi tindakannya tanpa memusuhi orangnya, sadarkan dengan kekuatan kata-kata".

Begitu slogan yang diusung dalam Roadshow #60 Puisi Menolak Korupsi (PMK) yang diadakan di Kota Tuban, pada hari Sabtu, tanggal 25 Februari 2023. 

Ada dua agenda kegiatan dalam Roadshow PMK ke 60 ini, pagi hari digelar sarasehan kebangsaan satu hati tolak korupsi yang diadakan di Pondok Pesantren Ash-Shomadiyah Makam Agung Tuban, dan malam harinya digelar pembacaan puisi menolak korupsi yang didatangi penyair-penyair dari berbagai daerah, seperti Bojonegoro, Nganjuk, Lamongan, Surabaya, Pasuruan, Malang, Madura, Pati, Kudus, Jepara, Wonogiri, Purwokerto da dari Tuban sendiri tentunya.

Meminjam istilah bahasa dari Mas Agus Sighro, seorang penyair dari Bojonegoro, bahwa para penyair dari berbagai daerah dengan maksud dan tujuan yang sama, dengan ideologi yang sama juga yaitu ideologi menolak korupsi akan Nggedrug Bumi Tuban untuk ikut serta memeriahkan Roadshow #60 PMK tersebut.

PMK sendiri sebuah kegiatan kolektif arus bawah para penyair dari berbagai daerah yang dikomandani oleh penyair asal Solo Sosiawan Leak dalam rangka menyuarakan anti terhadap segala hal yang berbau korupsi. Ya, menurut penyair yang oleh Gus Mus dijuluki Penyair Jahiliah ini menyatakan bahwa PMK adalah Roadshow siapa saja yang berideologi anti terhadap korupsi, siapapun dia, dan apapun profesinya.

Ini adalah kali pertama saya hadir mengikuti Roadshow PMK, sebelumnya saya hanya tahu event ini di media sosial. Alhamdulillah berkat kelindan teman-teman solidaritas pegiat literasi Tuban, khususnya Mas Nahrus, Cak Ipin, Mas Nastain, dan Kang Agus Hewod yang pertama kali membawa bendera PMK dan mengibarkannya di Bumi Tuban kita.

Walau sebagai silent reader, dan hanya duduk menonton para penonton dan juga mengikuti penampilan para penyair ngetop tersebut, saya sangat menikmati malam gelap yang bertabur kata penuh makna itu. Saya berharap kata-kata yang disuarakan itu terbenam di kedalaman Bumi Tuban kemudian menumbuhkan bibit-bibit kebaikan yang menjelma menjadi tanaman, menjadi pohon-pohon yang kemudian di makan oleh masyarakat sehingga nanti akan melahirkan masyarakat yang anti korupsi. Atau kata-kata yang dibaca para penyair itu menguar ke udara menjadi semacam virus-virus yang kemudian dihirup oleh masyarakat sehingga masyarakat terjangkit wabah anti korupsi.

Atau mungkin yang lebih dahsyat lagi, kata-kata itu menjelma menjadi ribuan doa, kemudian melangit dan mengangkasa, kemudian diaminkan oleh para malaikat di Sidratil Muntaha dan menjadi garis suratan takdir bahwa pada saatnya korupsi akan layu dan mati dari negeri yang kita cintai ini.

Saya gemetar bumi batinku horek saat komandan PMK kang Leak dengan penuh teaterikal memanggil dan memperkenalkan para laskar anti korupsi tersebut maju ke depan. Mereka ini seperti tentara langit, yang turun ke bumi dengan membawa misi meneriakkan anti korupsi. Sungguh hal yang luar biasa, ya, setidaknya ini pengalaman batin yang saya rasakan saat itu.

Saya mengikuti acara hingga purna, dan kemudian pulang dengan membawa segudang angan dan bayangan hidup di negeri tanpa korupsi. Negeri yang dicita-citakan  para pendiri bangsa ini, negeri yang sesuai misi para Nabi, dan Negeri yang Tuhan akan memberkati dan meridhoi, yaitu sebuah negeri yang Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur. 


*Bejagung, 27 Februari 2023*

Jumat, 17 Februari 2023

Ziarah Ke Pusara RA. Kartini di Rembang

Ziarah Ke Pusara RA. Kartini di Rembang
Oleh: Joyo Juwoto

Usai sowan dari Gus Mus di Leteh Rembang, saya Mas Rosyid dan Mas Nahrus ada keinginan untuk ziarah ke pusara tokoh emansipasi kaum perempuan, RA. Kartini yang masyhur dengan karya tulisnya yang berjudul "Habis gelap terbitlah terang".

Awalnya kami mengira makam beliau ada di pusat kota Rembang atau dekat dengan pantai Kartini, namun kami salah, makam RA. Kartini ternyata ada di desa Bulu Kec. Bulu Kab. Rembang, sekitar 17 KM ke arah selatan dari kota Rembang di jalur jalan raya Rembang-Blora.

Sepanjang perjalanan menuju arah Blora, saya membayangkan apa yang di tulis oleh Pram, dalam gadis Gadis Pantai. Sebuah roman yang menggambarkan bagaimana nasib seorang gadis yang dipaksa menikah dengan laki-laki yang sama sekali tidak dikenalnya, dan hanya diwakili oleh sebilah keris yang nantinya menghantarkan Sang Gadis ke dalam tembok belenggu adat yang merantai kemerdekaannya. Dan hal seperti ini sangatlah lumrah terjadi pada kala itu, semua memakluminya.

Seakan sudah menjadi suratan nasib dan garis takdir yang menganggap kaum perempuan sebagai konco wingkingnya kaum laki-laki. Budaya feodal dan patriarki inilah yang dijadikan lawan bagi kemerdekaan dan kesetaraan kaum perempuan yang diperjuangkan oleh RA. Kartini.

Dalam teori startifikasi sosial, masyarakat kala itu terbagi menjadi kaum priyayi dan masyarakat jelata. Kaum priyayi dianggap memiliki derajat yang lebih luhur dibandingkan dengan rakyat, sehingga mereka seakan dianggap sah menguasai hal ihwal rakyat. 

Di sampul belakang buku roman Gadis Pantai ada sebuah kalimat yang sangat menusuk hati. 

"Mengerikan bapak, mengerikan kehidupan priyayi ini...Ah tidak, aku tak suka pada priyayi. Gedung-gedungnya yang berdinding batu itu neraka. Neraka. Neraka tanpa perasaan".

Lihatlah bagaimana seorang priyayi Jawa saat itu bisa dengan seenaknya mengambil seorang gadis untuk dijadikan gundiknya, menjadi Mas Nganten yang hanya sekedar untuk melayani "kebutuhan" seks priyayi tersebut. Benar-benar mengerikan.

Kita patut bersyukur, kaum perempuan Nusantara patut berterima kasih dan nyekar ke pusara RA. Kartini, kunjungi makamnya, usap nisannya, bawakan bunga, bacakan doa, dan kirimkan hadiah Fatihah buat beliau. 

Kartini adalah salah satu tokoh yang punya kepedulian terhadap nasib bangsanya, nasib kaumnya yang ditindas atas nama  konsep otak-atik kata yang menempatkan wanita berasal dari kata wani ditata. Tapi, wanita jangan hanya wani ditata saja, wanita hari ini juga harus siap wani nata, demi sebuah kata perjuangan emansipasi kaum perempuan. 


Bangilan, 17 Februari 2023

Rabu, 15 Februari 2023

Kedermawanan Gus Mus

Kedermawanan Gus Mus
Oleh: Joyo Juwoto

Ulama bukan hanya sekedar mengajar umat dengan banyaknya bahan ajar, ulama bukan juru dongeng tentang kisah-kisah masa silam yang bikin kita tercengang, ulama bukan pula pemberi fatwa dan nasehat kepada umat, tapi ulama adalah pelaku dari apa yang disampaikannya. Ulama adalah pewaris para Nabi baik dalam sikap, ucapan, dan tingkah lakunya. Begitu lembaran hikmah yang saya tangkap saat sowan Gus Mus di Leteh Rembang.

Setelah bubar dari pengajian Jum'at pagi di pondoknya Gus Mus, para jama'ah sama pulang, ada pula yang masih ngobrol di pinggir jalan. Saya lihat jama'ah ibu-ibu yang membawa anak-anaknya untuk salim kepada Gus Mus yang berjalan menuju ndalem. Di sepanjang perjalanan Gus Mus merogoh sakunya, beliau memberikan sangu kepada anak-anak tersebut. Saat itu juga saya berfikir, "Owh begitu yang seorang Kiai itu, sangat dermawan sekali". Satu teladan yang lebih afsohu minal kalam, lebih mengena dari sekedar tuturan lisan.

Dari apa yang dilakukan oleh Gus Mus pagi itu mengajarkan banyak hal yang bisa saya tangkap, diantaranya adalah beliau sedang menanamkan sebuah perasaan kegembiraan pada anak-anak. Dalam bawah sadarnya anak akan berfikir, "Enak ya ikut mengaji, dapat sangu" mereka tentu bahagia. Dari sini Gus Mus sedang menanamkan benih cinta ilmu dan cinta Kiai kepada anak-anak tersebut. Menurut bahasa Gus Baha' ini keren. Ilmu dan agama harus membuat orang bahagia, lha wong kemaksiatan saja menawarkan kebahagiaan, masak sebuah kebenaran harus ditampilkan dengan wajah yang sangat dan menyeramkan?

Sikap dan perilaku Gus Mus ini tentu membekas di hati anak-anak, ini adalah sebuah metode menanamkan karakter kebaikan dengan cara yang sangat istimewa. Sifat sakho' atau dermawan memang menjadi sikap yang sangat utama, hal ini banyak dicontohkan oleh para Nabi dan juga tentu oleh para kiai yang menjadi pewaris para nabi. Dalam sebuah hadits dinyatakan, "Assakhiuu qoriibun minal Jannah, wa baiidun minan Nar" Kedermawanan itu dekat dengan surga, jauh dari neraka.

Nabi Muhammad Saw itu terkenal sebagai mister yes, orang yang tidak bisa bilang no dalam sebuah kebaikan. Nabi Muhammad Saw hampir tidak pernah bilang tidak kecuali saat mengucapkan syahadat, La Ilaha Illallah, Tidak ada Tuhan selain Allah. Kedermawanan beliau terkenal seantero jagad kala itu.

Umar bin Khattab, pernah mengisahkan kedermawanan Nabi Muhammad Saw, Umar berkata:

"Suatu hari seorang laki-laki datang menemui Rasulullah SAW untuk meminta-minta, lalu beliau memberinya. Keesokan harinya, laki-laki itu datang lagi, Rasulullah juga memberinya. Keesokan harinya, datang lagi dan kembali meminta, Rasulullah pun memberinya.

Begitulah sifat Nabi, tidak pernah mengecewakan orang yang datang kepada beliau. Nabi Muhammad Saw selalu membantu dan memberikan solusi bagi permasalahan umatnya, tidak hanya di dunia, bahkan kelak besok di akhiratnya juga. Kedermawanan adalah salah satu sifat kenabian yang utama, semoga kita bisa meneladaninya, sebagaimana Gus Mus yang merogoh kocek buat anak-anak.


Bangilan, 15 Februari 2023

Sowan Gus Mus di Leteh Rembang

Sowan Gus Mus Di Leteh Rembang
Oleh: Joyo Juwoto 

Ini adalah kedua kalinya saya ke Rembang dalam rangka sowan Gus Mus. Di Tahun 2019 saya bersama rombongan teman-teman dari Pondok sowan ke ndalem beliau dalam rangka hari lebaran, sayangnya saat itu Gus Mus sedang tidak enak badan, sehingga sowan saya waktu itu yang masih di masa pandemi qadarullah belum bisa bertemu dengan beliau. Saat itu yang menerima tamu adalah putra mantu beliau pengampu ngaji ihya online, Gus Ulil Abshar Abdalla. Alhamdulillah.

Jika mengingat sowan saya yang pertama itu saya merasa malu sendiri, karena waktu itu saya membawa buku saya yang berjudul Dalang Kentrung Terakhir. Niat saya tabarrukan ke beliau Gus Mus. Karena tidak bisa langsung bertemu Gus Mus, akhirnya buku itu saya titipkan Gus Ulil. Entah bagaimana kelanjutannya, Gus Ulil inbox di FACEBOOK, beliau berkenan membeli buku saya tersebut. Sebenarnya saya lebih suka menghadiahkan buku itu, tapi beliau bersikeras membeli, saya pun hanya bisa sami'na wa atho'na, sendiko dawuh marang dawuhnya beliau. Buku Dalang Kentrung Terakhir dan buku Tiga Menguak Pram akhirnya saya kirimkan ke alamat beliau di Pondok Gede Bekasi. Sungguh ini adalah suatu kebahagiaan yang tak terkira bagi saya.

Setelah sowan saya pertama tahun 2019 silam tidak bertemu Gus Mus, di lebaran selanjutnya saya belum juga berkesempatan untuk sowan beliau. Alhamdulillah anugerah untuk sowan akhirnya kesampaian juga, ceritanya waktu itu saya diajak ngobrol sama pegiat rumah persinggahan mas Nahrus untuk membahas kegiatan road show Puisi Menolak Korupsi (PMK) yang rencananya akan digelar di Kabupaten Tuban. Dari obrolan ini akhirnya saya, Nahrus, dan Mas Rosyid Singgahan bersepakat untuk sowan ke Gus Mus, siap tahu beliau ada waktu untuk hadir pada kegiatan PMK di Tuban. Kalaupun beliau tidak bisa rawuh, yang pasti kami punya kewajiban untuk sowan dan meminta doa serta restu dari beliau untuk mengadakan kegiatan PMK.

Jumat pagi sekitar jam setengah tujuh mas Nahrus dan mas Rosyid janjian berangkat dari Singgahan, sedang saya menunggu di pertigaan Puthogoro utara rumah saya. Kami bertiga pun meluncur ke Rembang. Perjalanan dari Bangilan ke Rembang kurang lebihnya satu jam. Menurut info dari teman, Gus Mus bisa disowani sekitar pukul sepuluh, akhirnya kami berhenti terlebih dahulu di alun-alun Rembang. Kami ngopi dan menikmati nasi kucing yang dibawa mas Rosyid dari rumah.

Sekitar setengah jam kami di alun-alun, selanjutnya Carry merah tahun 80-an yang disopiri mas Nahrus membawa kami menuju Leteh, ndalemnya Gus Mus. Mobil carry lawas yang bandel ini juga yang nantinya berjasa mengantarkan kami ziarah ke makam RA. Kartini dan ke Pataba di Blora. Tidak susah untuk mencari ndalem Gus Mus, selain beliau memang seorang tokoh dan Kiai kelas dunia akhirat, memang jika Jumat pagi Gus Mus ini rutinan memberikan pengajian kepada masyarakat. Jalanan dan pondok beliau dipenuhi para muhibbinnya, sehingga pondok Gus Mus ini mudah untuk dikenali.

Kami sempat ikut ngaji nguping, karena kami sampai di lokasi pondok kurang dari jam sepuluh pagi. Tepat jam sepuluh pengajian selesai, orang-orang sama buyar kembali melanjutkan aktivitasnya. Setelah pengajian inilah Gus Mus biasa open house untuk menerima tamu. Waktu itu ada beberapa tamu yang ingin sowan. Ada yang sowan karena mengadukan permasalahan hidupnya, ada yang sowan pamit dan minta doa berangkat umroh, dan berbagai hal lainnya. Kami pun yang juga punya hajat ikut serta duduk menunggu beliau menemui kami.

Alhamdulillah sebelum teh dan jajanan yang dihidangkan tandas kami minum, Gus Mus sudah keluar menemui para tamu. Kami antri. Ketika tiba giliran kami, Kami ditanya oleh dari mana, maka serempak kami menjawab dari Tuban. Mas Nahrus sebagai jubir kemudian matur tentang agenda PMK yang akan digelar di Tuban. Karena bertepatan dengan bulan Isra' mi'raj yang mana beliau sudah sangat padat sekali agendanya, maka kami kebagian hari. Tak apa, yang terpenting kami bisa sowan beliau adalah sebuah kebanggaan tersendiri. Sebagai momentumnya kami pun berfoto dengan beliau.

Setelah dirasa cukup, serta sudah tidak ada lagi hal yang dibahas, kami pun memohon diri untuk pamit, biar gantian dengan tamu yang lain yang akan sowan beliau. Melihat banyaknya tamu pada pagi itu. Setelah undur diri dari Leteh, kami meluncur ke arah Blora menjemput asa yang juga tertunda, ziarah ke makam RA Kartini dan juga silaturahmi ke Pataba sowan ke Mbah Soesilo Toer setelah sekian purnama tak bersua.


Bangilan, 15 Februari 2023