Kamis, 18 Juni 2020

Rinduku Diamuk Sepi

Rinduku Diamuk Sepi
Oleh: Joyo Juwoto

Bening matamu menembus labirin kalbu
Menyisakan detak rindu dalam malam-malam yang syahdu

Selarik senyummu merekah indah, menguar pijar bahagia berbunga-bunga

Aku rindu sayu matamu yang serupa purnama

Aku rindu canda tawamu yang menghapus lampus luka jiwa

Dalam sepi kuterbang ke alam imaji
Memeluk hasrat yang lumat dikerat sang waktu

Dalam temaram senja bayanganmu selalu menjelma
Menjadi gelombang nestapa yang menghantam karang di dada

Rinduku remuk redam, dalam amuk palu seribu godam

Rinduku diamuk sepi, dalam sunyi memeluk hati

Rinduku gundah resah, dalam rinai hujan tak berkesudahan

Di tempias waktu yang bisu, aku terus menunggu bayangmu
Yang larut dalam kabut berbalut kalut

Bangilan, 18062020

Rabu, 17 Juni 2020

Mengantar Buku-buku kepada Empu-nya (Bagian 4)

Mengantar Buku-buku kepada Empu-nya (Bagian 4)
Oleh: Joyo Juwoto

Ini adalah tulisan saya edisi keempat yang berjudul "Mengantar Buku-buku kepada Empu-nya" saya sebenarnya sudah kehabisan ide untuk menuliskan perjalanan mengantar buku-buku kepada para penulisnya. Apalagi tidak semua  penulis saya datangi ke rumahnya secara langsung.

Dibagian 3 kemarin, saya bercerita tentang situs-situs dan petilasan yang ada di Grabagan. Jika ada  pembaca yang penasaran dengan situs-situs tersebut bisa langsung meluncur ke lokasi untuk melihatnya secara langsung dan investigasi kepada masyarakat sekitar.

Setelah dari Grabagan saya berencana menuju Kec. Plumpang, mengantar bukunya Bu Budi Wasasih. Awalnya beliau meminta untuk dikirimkan via pos, agar tidak merepotkan. Saya mengiyakan, namun buku beliau tetap saya bawa dan rencana akan saya haturkan langsung.

Bu Budi selain sebagai pegiat literasi juga seorang yang mencintai lingkungan. Di pekarangan rumahnya banyak tanaman hias yang ditata sedemikian rupa. Bu Budi pernah cerita, beliau pernah mengikuti lomba cipta puisi, dan hadiahnya dibelikan tanaman hias. Tanaman itu masih ada sampai kini.

Saat di ndalemnya Bu Eva, beliau menawari agar bukunya Bu Budi ditinggal di Grabagan saja. Saya tak bisa menolak niat baik dari Bu Eva yang memang priyantunnya baik hati, penyabar, lembah manah dan tidak sombong. Ringkasnya, beliau ini masuk dalam kriteria manusia rohani (pinjam judul bukunya Gus Ulil Abshar Abdalla).

Setelah tanggungan mengantarkan buku selesai, saya mengambil jalan pulang menuju Grabagan arah desa Jetak Kec. Montong. Lewat jalur perladangan warga dan menembus hutan-hutan jati. Asyiknya jalan raya di pedalaman Tuban mayoritas sudah beraspal.

Dari Kec. Montong saya ada janji untuk bertemu dengan Bu Fatimah, salah satu penulis buku Antologi IGPT. Karena buku beliau juga masih saya bawa. Padahal rumah beliau yang paling dekat dengan saya. Bu Fatimah ini luar biasa. Semangat belajarnya tanpa batas, saya sering stalking di FB beliau. Saya merasa iri, Bu Fatimah sering menjalin koneksi intelektual dengan doktor-doktor dan profesor dari luar negeri.

Bu Fatimah seorang guru bahasa Inggris di MTs Islamiyah Senori, jadi kemampuan beliau bercuap-cuap dengan bahasa Inggris ini sangat mendukung dengan hobinya belajar dengan para doktor dan profesor luar negeri. Tidak heran jika kemampuan beliau di atas rata-rata. Tahun 2020 ini, Bu Fatimah dinobatkan sebagai guru berprestasi tingkat Kabupaten Tuban. Congratulation to You, Bu Guru.

Setelah menyampaikan bukunya Bu Fatimah, saya dan mas Ical meluncur pulang. Perjalanan tinggal 10 menitan untuk sampai di rumah. Ketika pamitan ini, Bu Fatimah memberikan sebuah buku kepada saya. Buku tentang motivasi. Terima kasih Bu, hadiah bukunya. Saya masih menunggu hadiah buku dari njenengan lagi, buku yang penulisnya adalah sebuah nama yang terinspirasi dari putrinya Kanjeng Nabi Muhammad. Fatimah.

Merakurak, 17 Juni 2020

Minggu, 14 Juni 2020

Mengantar Buku-buku Kepada Empu-nya (Bagian 3)

Mengantar Buku-buku Kepada Empu-nya (Bagian 3)
Oleh: Joyo Juwoto

Perjalanan saya mengantar Buku-buku kepada Empu-nya cukup istimewa. Saya sangat menikmati perjalanan itu, walau tak dipungkiri rasa capek dan lelah tentu ada. Lha wong tidur seharian saja juga capek. Jadi tidak ada masalah  dengan kata capek. Justru ketika kita melakukan sesuatu dan capek, maka akan ada kenikmatan yang tidak bisa dibagi kepada orang yang tidak merasakannya.

Lihatlah para petani pahlawan negeri ini. Mereka rela bercapek-capek ria menggarap lahan sawah dan ladang. Para petani berangkat pagi yang kadang belum sarapan, di sawah mereka bergelut lumpur, bermandi keringat dan berpanas matahari.

Segala lelah mereka akan hilang ketika istri mereka datang, membawa sebungkus sarapan dan seteko kopi hitam. Dengan beralaskan rumput hijau atau kadang di gubuk, petani itu dengan lahap menghabiskan sarapan dengan raut wajah yang sumringah gembira.

Ah, ngelantur saja. Baik, saya akan melanjutkan perjalanan saya mengantar buku kepada Empu-nya. Setelah lepas dari kota Tuban, saya bersama Ical meluncur ke  Kec. Grabagan. Sebuah kecamatan yang geografisnya dilingkupi bukit-bukit kapur. Saya akan sowan ke ndalem Ibu Eva. Beliau adalah senior sekaligus inspirator dalam dunia literasi.

Sudah banyak karya-karya monumental yang dihasilkan oleh Bu Eva. Mulai dari puisi, cerpen, hingga karya kesusastraan new normal  yang belum dikenal di era sebelumnya. Bersama kawan-kawan sealiran yang dipandegani oleh Prof. Tengsu, para pegiat sastra ini melahirkan karya yang tak lazim sebut saja ada karya sastra model pentigraf dan entah apa lagi saya sendiri tidak mengetahuinya. Luar biasa.

Perjalanan ke Grabagan cukup menyenangkan. Di kiri kanan tampak pemandangan hijau menyejukkan pandangan mata. Hamparan ladang jagung milik warga terbentang sejauh mata memandang.

Keindahan Grabagan cukup mempesona, saya punya keinginan menjelah tiap jengkal tanah di bumi   Grabagan. Saya ingin menuruni lembahnya, dan menaiki puncak bukitnya. Setahun yang lalu saya pernah menulis puisi tentang Grabagan. Seperti biasa puisi saya adalah amatiran. Jadi tak perlu saya mengutip ya di sini. Malu.

Tidak hanya alamnya yang indah mempesona, di Grabagan juga ada wisata religi,  yaitu maqam wali dan petilasan.  Saya pernah berziarah di bukit Ngrengit tempat disemayamkannya Mbah Shodiqo, salah satu waliyullah yang menyebarkan agama Islam di wilayah ini. Ada lagi satu maqam yang mbubak alas dan membangun perkampungan di Grabagan. Kisah ini bersumber dari Abah, garwanya Bu Eva. Sayang saya tidak mampu mengingat cerita yang pernah dikisahkan kepada saya satu tahun silam.

Selain itu di Kec. Grabagan, tepatnya di desa Dermawuharjo ada sumber air hangat. Di sini terdapat petilasan Empu pembuat keris ternama era kerajaan Majapahit Empu Supa, adik ipar dari Kanjeng Sunan Kalijaga. Selain di Grabagan, kita bisa menemukan petilasan Empu Supa di lokasi Kayangan Api yang ada di Temayang Bojonegoro. Bersambung.

Jumat, 12 Juni 2020

Mengantar Buku-buku Kepada Empu-nya (Bagian 2)

Mengantar Buku-buku Kepada Empu-nya (Bagian 2)
Oleh: Joyo Juwoto

Tulisan ini melanjutkan tulisan sebelumnya yang telah saya posting, yaitu tulisan mengantarkan buku antologi IGPT, kepada para penulisnya. Karena group IGPT ini platformnya adalah group dunia maya, maka saya khususnya belum saling kenal di dunia nyata.

Walau demikian, sebagaimana yang saya posting sebelumnya, anggota IGPT secara keseluruhan cukup semanak dan nyedulurke. Saya merasa bangga menjadi bagian dari IGPT, Diusianya yang baru sekian bulan berhasil menerbitkan dua buku antologi. Antologi cerpen dan antologi puisi.

Pengalaman mengantarkan buku ini semakin meneguhkan saya, bahwa silaturahmi adalah kekuatan yang luar biasa. Tidak heran jika agama sangat menekankan tentang pentingnya menjalin silaturahmi. Siapa yang ingin rejekinya gangsar maka hendaklah ia silaturahmi, siapa yang ingin dipanjangkan usianya maka silaturahmi. Begitu kira-kira agama mengajarkan.

Saya melanjutkan cerita perjalanan saya yang kemarin tertunda oleh kata bersambung. Dari SMP 4 Tuban, yang saat itu telah bertemu dengan bahagia bersama beliau Bu Ninik, Bu Lilik, dan Bu Tri Asih, saya pun memohon maaf dan berpamitan. Sebelum berpamitan kami menyempatkan diri berfoto-foto bersama.

Selanjutnya saya dan Mas Ical meluncur ke Diknas Kab. Tuban. Saya dan Bu Umi yang awalnya janjian menunggu di GOR beliau batalkan. Bu Umi memberi tahu kalau beliaunya bergeser ke Diknas. Ketepatan via WA, Bu Oktian juga telah janjian menunggu saya di depan musholla Diknas. Akhirnya kami ketemu di sana.

Setelah ngobrol-ngobrol kami pun saling pamitan. Bu Umi akan pulang, rumah beliau di Bukit Karang Indah. Ternyata beliau masih saudara dengan Bu Nyai yang saya kagumi, Bu Nafakhatin pemangku Pondok Pesantren An-Nidzomiyah Tuban. Sedang Bu Oktian mau ke  Unirow. Beliau katanya sedang mengurus administrasi yang akan dipakai unt melanjutkan jenjang studinya. Barakallah, Bu, semoga sukse studinya, dan ilmu yang diperoleh bermanfaat.

Apa yang dilakukan oleh Bu Oktian ini mengingatkan saya  akan keutamaan seseorang yang menuntut ilmu pengetahuan. Dalam firman-Nya, Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu dan beriman, dan Allah juga memudahkan jalan orang yang berilmu kepada surga-Nya. Aamin. Sungguh mulia orang yang selalu menuntut ilmu dan mendedikasikan hidupnya untuk ilmu pengetahuan.

Saya juga berdoa, semoga majlis IGPT termasuk majelis ilmu pengetahuan, sehingga apapun yang dilakukan oleh IGPT bernilai ibadah dan bernilai jariyah yang melimpah.

Setelah urusan dari Diknas selesai saya menuju ke Jl. Pramuka. Di cafe Bambu, Mas Komet janji akan menunggu. Kami pun bertemu dan ngopi-ngopi. Mas Komet memesan kopi, sedang saya memesan es jeruk.

Di cafe inilah saya menunggu jawaban WA dari Cak Syarib.  Pada awal berangkat, saya telah berniat sowan ke ndalemnya Cak Sarib. Tapi ternyata pertemuan fisik itu urung terjadi. Saya hanya menemui ruh semangat dan cinta beliau yang mendalam, pada kegiatan literasi yang dilakukan oleh IGPT. Jejak beliau cukup terasa mewarnai disetiap gerak IGPT.

Mohon maaf Cak Sarib, raga kami keburu meluncur ke arah selatan menuruni lembah dan Ngarai, serta mendaki bebukitan di Bumi Grabagan. Bersambung.

Kamis, 11 Juni 2020

Mengantar Buku-buku kepada Empu-nya (Bagian 1)

Mengantar Buku-buku kepada Empu-nya (Bagian 1)
Oleh: Joyo Juwoto

Hari ini cukup melegakan, walau harus ditebus dengan menguras tenaga yang melelahkan. Seharian keliling kota Tuban membawa dua kardus berisi buku antologi Ikatan Guru Penulis Tuban (IGPT). Buku ini harus segera sampai kepada penulisnya, biar buah dari kerja keras para penulisnya menuai hasil.

Saya bersama Mas Ical berboncengan motor mengirimkan buku antologi puisi yang berjudul "Kerakap Tumbuh Di Batu-batu." Buku ini ditulis oleh 27 Penulis, dipengantari oleh Begawan Literasi Tuban, Cak Sariban. Yang luar biasa, buku ini diendors oleh *Presiden Penyair Indonesia, Sutardji Calzoum Bachri.* Ngeri.

Mulai dari Bangilan perjalan kami  menuju arah Kec. Kerek, tepatnya di desa Jarorejo. Di sini bertemu dengan salah satu penulisnya, Ibu Tri Mariani. Alhamdulillah, silaturahmi pertama bertemu langsung dengan ibu guru SDN Jarorejo I yang juga penulis buku yang berjudul "Sajadah Merah dari Ibu". Saya baru pertamakali ini bertemu beliau, namun rasa kekeluargaan terpancar dari senyum beliau yang grapyak semanak.

Setelah dari Jarorejo Kerek, saya dan mas Ical meluncur ke Merakurak, tepatnya di dekat sumber air Silowo. Di desa yang tenang di tengah gerumbul pohon sagu ini terdapat perpustakaan tempat anak-anak desa membaca dan belajar menulis.

Perpustakaan Silowo yang diampu oleh Bu Guru Nur Sholihah, ini bagai mata air yang menyejukkan bagi dahaga jiwa anak-anak di desanya. Saya rasa kapan-kapan kita bisa ngopi bersama di pinggiran mata air Silowo yang bening mempesona ini.

Bu Nur Sholihah ini cukup luar biasa. Bu Guru TK yang piawai membaca puisi ini mendedikasikan hidupnya untuk literasi. Cukup banyak buku yang terlahir dari tangan dingin beliau. Salah satu buku yang beliau hadiahkan kepada saya adalah kumcer "Gelagah Malam."

Setelah sarapan dan ngopi pagi yang kedua di rumah Bu Nur, untuk sarapan pertama di rumah, kami meluncur ke SMP 4 Tuban. Saya dan Ical bertemu Bu Tri Asih, Bu Ninik, dan Lilik. Di sini kami disambut dengan ramah dengan beliau-beliau.

Bu Tri Asih ini pengajar di SD Sumur Agung Tuban.  Beliau ngalahi menemui saya di SMP 4 untuk mengambil bukunya. Bu Lilik ini juga hebat, beliau aktif di Pramuka. Saya kalau menyapa di FB biasanya memakai panggilan "Kakak". Bu guru Lilik ini karyanya cukup banyak.  Puisinya pernah membuat saya berlinang air mata, saat beliau membacakannya di acara IGPT yang diselenggarakan di Pantai Kelapa Tuban. Saya lupa judulnya, temanya tentang sosok Sang Ibu.

Bu Ninik Sang Bendahara IGPT juga luar biasa. Saya baru kali ini ketemu langsung dengan beliau. Buku antologi puisi yang saya haturkan di hari ulang tahunnya yang entah keberapa ini, anggap saja sebagai kado kebahagiaan bagi ultah beliau. Saya ikut menundukkan kepala dan berdoa, semoga beliau diberi panjang umur, sehat, gangsar rejekinya, dan bahagia selalu. Aamiin.

Hari ini cukup menyenangkan bagi saya, bertemu dengan orang-orang yang luar biasa. Bertemu dalam jalinan silaturahmi yang hangat, akrab dan nyedulurke diantara sesama. Bersambung.