Senin, 28 Mei 2018

Kirab Koin NU dari ASSALAM Bangilan Untuk Indonesia

Kirab Koin NU dari ASSALAM Bangilan Untuk Indonesia
Oleh : Joyo Juwoto

Kirab Koin Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) disambut cukup meriah oleh masyarakat Nahdliyin di seluruh Indonesia. Di Bangilan Kirab Koin NU yang dilaksanakan oleh Majlis Wakil Cabang (MWC) NU Kecamatan Bangilan dilaksanakan hari ini, (Senin, 28 Mei 2018) di lembaga-lembaga pendidikan dan pondok pesantren yang ada di wilayah Bangilan.

Di Pondok Pesantren ASSALAM Bangilan Tuban, kirap koin NU disambut sangat meriah oleh santri-santri dan segenap keluarga besar pondok pesantren ASSALAM. Santri-santri sama melemparkan koin ke kotak yang telah disediakan oleh panitia kirab.



Dalam sambutannya, pengasuh Ponpes ASSALAM, KH. Yunan Jauhar, M.Pd.I mengatakan, “NU harus terus tumbuh berkembang untuk mengayomi umat. Di Tuban, NU Bangilan termasuk genersi awal yang mempelopori pergerakan Nahdliyah yang ada di Kabupaten Tuban.” Lebih lanjut Gus Yunan, juga mengajak agar generasi muda NU selalu mengingat sejarah perjuangan para tokoh-tokoh NU era awal. Pengasuh ponpes ASSALAM Bangilan generasi kedua itu sekilas memaparkan sejarah NU di kecamatan Bangilan, kemudian beliau mengajak kepada para santri untuk mengirimkan hadiah bacaan surat Al Fatihah kepada sesepuh-sesepuh NU Bangilan.



Ketua panitia Kirab Koin NU Bangilan, Mulyadi, yang juga ketua Lembaga Amil Zakat Infaq dan Sedekah Nahdlatul Ulama (LAZIZNU) Kec. Bangilan, memberikan semangat kepada santri-santri untuk gemar bersedekah. Mbah Moel sapaan akrab bapak yang juga salah satu ustadz di ponpes ASSALAM itu menyerukan; Uang recehan yang tergeletak lama di laci mejamu, yang ada di kardusmu, yang tercecer di sudut gothakanmu hingga lusuh, yang sudah tidak termasuk dalam hitungan hartamu. Silakan disedekahkan di kotak koin NU, terlebih di bulan suci ini, uang yang baunya tidak sedap itu, boleh jadi yang akan menjadi pembuka pintu surgamu di dunia dan akhirat.”

“Kirab koin NU yang dilaksanakan di seluruh penjuru Indonesia ini selain sebagai syiar Islam juga berfungsi sebagai dakwah iqtishodiah, dakwah perekonomian, yang nantinya hasilnya akan dipergunakan untuk memberdayakan umat. Selain itu tentu kirap koin NU ini sekaligus juga berfungsi sebagai ajang menjalin tali silaturahmi, tali ukhuwah dan persaudaraan di antara umat Islam. Dan tentu yang lebih penting lagu bahwa gerakan kirab koin NU ini adalah salah satu wujud nyata pengabdian NU untuk masyarakat dan Indonesia.” Demikian apa yang disampaikan oleh Ustadz Mulyadi sebelum melanjutkan perjalanan kirab koin NU ke lembaga lainnya.



Mengenang Sang “Sufi” Literasi Indonesia

Mengenang Sang “Sufi” Literasi Indonesia
Oleh : Joyo Juwoto

Jika kita mendengar atau membaca istilah mengikat makna, maka muaranya akan sampai pada sosok yang luar biasa, Hernowo Hasim, seorang yang memang punya talenta dan kepedulian yang tinggi terhadap gerakan baca tulis, dan juga salah seorang penulis super produktif yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Mengikat makna memang telah menjadi branding istimewa dari Pak Hernowo, pria kelahiran Magelang Jawa Tengah yang menghabiskan hidupnya di kota Bandung.

Pak Hernowo secara badani mungkin telah berpindah dari alam fisik menuju alam ruhani, namun sebenarnya beliau tidak benar-benar sedang meninggalkan kita, sebagaimana yang diungkapkan oleh karibnya, Pak Haidar Bagir, bahwa Hernowo adalah sebuah monumen. Pak Hernowo telah berhasil menata, merangkai, memoles, mengkombinasikan dan menyusun ribuan bahkan jutaan deretan huruf menjadi monumen keabadian yang dikenal sebagai warisan teragung sebuah peradaban dunia, yaitu “buku.”

Pak Hernowo sebagai seorang penggemar berat Pramoedya Ananta Toer benar-benar mampu mewujudkan apa yang dikatakan oleh Pram, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Pak Hernowo tidak hanya sekedar mampu menulis yang menjadikan karya-karya beliau mengabadi dan menjadi amal jariyah yang selalu mengunjungi dan mengirimkan kabar bahagia di alam keabadian, beliau juga mampu menginspirasi banyak orang untuk menulis dan mengikuti jejak Hernowo di dunia baca-tulis. Bakan lebih dari itu, Hernowo mampu menciptakan konsep mengikat makna yang fenomenal di jagad literasi Indonesia.

Sudah ratusan bahkan ribuan tulisan dan buku yang terlahir dan terinspirasi dari konsep mengikat makna yang diciptakan oleh Hernowo, tidak heran banyak orang yang merasa berutang budi dan merasa kehilangan dengan perginya Sang “Sufi” literasi Indonesia ini. Saya sendiri mengenal Pak Hernowo bisa dikatakan cukup lama, walau interaksi perkenalan itu sendiri berada di bumi maya, jagad sosial media. Di sebuah Group Whatshap literasi selain dengan para pakar lainnya, saya juga banyak belajar teknik menulis kepada Sang Masterpeice mengikat makna ini. Alhamdulillah, saya sungguh beruntung berkesempatan berguru kepada beliau.

Tahun 2017 silam pada saat kopdar komunitas literasi saya berkesempatan bertemu dan berguru langsung kepada Pak Hernowo, yaitu di kampus ITS surabaya. Ini tentu berkah tak terkira, Tuhan Maha Baik yang telah memberikan kesempatan bagi saya nyecep ilmu kepada sang pakar secara langsung. Pak Hernowo ini orangnya serius banget dalam menyampaikan materi, beliau tidak begitu bisa guyon, walau demikian beliau ini orangnya sangat humanis sekali, sungguh pribadi yang sangat menyenangkan.

Bagi Pak Hernowo kegiatan membaca dan menulis bukan hanya sekedar aktivitas fisik semata, namun membaca dan menulis bagi Pak Hernowo adalah bagian dari jalan kehidupan itu sendiri. Sebagaimana yang ditulis oleh Pak Sindhunata, Pemimpin Redaksi Majalah Basis, bahwa “Di benak Hernowo, menulis dan membaca teks bukan sekedar permainan di dunia ide, melainkan tantangan untuk bertanggung jawab di dalam kehidupan. Jika demikian, menulis dan membaca itu bagaikan tugas dan tanggung jawab etis bagi diri kita masing-masing... jelas, bagi Hernowo, teks atau tepatnya membaca teks adalah bagian hakiki dari kehidupan.”

Tidak salah jika kemudian Pak Haidar Bagir menjuluki Hernowo Hasim sebagai “sufi” baca-tulis. Selamat Jalan Sang “Sufi” Literasi Indonesia, semoga nama dan karya-karyamu harum mengabadi sepanjang masa. J.J.

Minggu, 27 Mei 2018

Ngabuburit IT Bersama Blogger Tuban dan Relawan TIK

Banyak cara untuk mengisi kegiatan sebelum berbuka puasa, ada yang sekedar jalan-jalan ngalor ngidul, ada yang cuci mata sekalian cuci kendaraan, dan ada pula yang kadang sekedar cangkruk sambil bengong. Ya, namanya ngabuburit, suka-suka mereka untuk menunggu beberapa saat sebelum bedug magrib ditabuh, dan adzan magib dikumandangkan. Jangan salah ya, adzan magib, bukan adzan selainnya, soalnya memang mirip banget lho!

Lain lubuk lain ikannya, lain ladang lain belalangnya, begitulah rupa-rupa kegiatan umat manusia dalam merayakan ngabuburitnya, lain lagi dengan komunitas IT yang ada di Tuban, yaitu Blogger Tuban Community (BTC) dan Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (RTIK) Tuban, mengadakan ngabuburit IT yang dilaksanakan di gedung LPSE lantai 2 Kab. Tuban pada Sabtu, 26 Mei 2018.

Dalam ajang ngabuburit IT yang diikuti oleh para blogger, relawan RTIK, pegiat IT dan masyarakat umum yang ikut hadir mendapatkan sajian istimewa. Selain pernak-pernik ta'jil untuk berbuka tentunya, para peserta ngabuburit juga mendapatkan materi tentang dunia perbloggeran dengan segala suka dukanya menjadi seorang blogger. Mbak Anis Khoir, blogger emak-emak dari Tuban membagikan kisahnya sebagai seorang blogger dari titik nol hingga menjadi seorang blogger yang profesional dengan seabrek job dari berbagai produk dan instansi.

Selain itu para peserta juga diminta untuk menuliskan apa yang telah diperolehnya dari ngabuburit IT sore itu, praktis para peserta yang sudah mempunyai blog atau yang akhirnya membuat blog menuliskan apa yang telah didapatkan di kegiatan tersebut.

Kak Rizal, ketua RTIK Tuban mengingatkan “Jangan sampai kita hanya sebagai seorang pembaca saja, tapi sekali-kali tulisan kita lah yang di baca orang lain” begitu petuah pemuda yang aktif ngeblog dan menjadi relawan IT di Tuban dan Bojonegoro tersebut.


Senin, 21 Mei 2018

Jejak Wong Kalang Di Bojonegoro dan Tuban Selatan


Jejak Wong Kalang Di Bojonegoro dan Tuban Selatan
oleh : Joyo Juwoto

Di tahun 2017 kemarin saya sempat mendengar festival Wong Kalang yang diadakan di Kec. Jatirogo, sayang saya tidak sempat hadir dan melihat secara langsung festival tersebut. Mendengar nama wong kalang kemudian saya teringat sebuah buku yang ditulis oleh J.F.X. Hoery seorang sastrawan sekaligus aktivis di PSJB (Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro). Mbah Hoery ini sangat getol menelisik sejarah-sejarah dan kearifan lokal yang tersebar di daerah Bojonegoro dan sekitarnya.

Kembali membahas tentang wong kalang, sebenarnya ada beberapa jejak yang ditinggalkan, namun sayang karena minimnya sumber maka keberadaan wong kalang ini kurang mendapatkan perhatian serius dari dinas kepurbakalaan dan kebudayaan. Saya bersyukur ada sedikit jejak yang ditorehkan oleh Mbah Hoery mengenai wong kalang dalam bukunya yang berjudul “Napak Tilas Wong Kalang Bojonegoro.”

Wong kalang ini sudah ada jauh sebelum masa prasejarah, hal ini terbukti banyak ditemukannya kubur batu yang diduga berasal dari zaman Megalitikum. Persebaran wong kalang ini berada di kepulaun Jawa khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur. Lebih khusus lagi persebaran wong kalang berada di gugusan pegunungan Kendeng Utara dan Pegunungan Kendeng Selatan.

Menurut beberapa sumber menyebutkan bahwa wong kalang yang berada di gugusan pegunungan kendeng utara lebih tua dibanding wong kalang yang berada di pegunungan kendeng selatan. Jika wong kalang di pegunungan kendeng utara sudah ada semenjak zaman prasejarah, wong kalang yang berada di kndeng selatan baru muncul dalam percaturan sejarah era Mataram Islam, khususnya pada masa Sultan Agung Hanyakrakusuma. Wong kalang era mataram ini profesinya adalah sebagai tukang kayu, penebang kayu untuk kerajaan, dan penjaga hutan. Jadi mereka memang hidup dan tinggal di pinggiran hutan.

Penelitian mengenai wong kalang yang berada di pegunungan kendeng selatan ini telah banyak dilakukan oleh para ahli, namun mengenai asal-usul wong kalang di pegunungan kendeng utara masih banyak diselimuti kabut misteri. Walaupun banyak situs yang menunjukkan keberadaan wong kalang di daerah pegunungan kendeng utara namun jejaknya seakan masih samar dan penuh dengan cerita legenda.

Diantara situs yang disinyalir merekan jejak wong kalang di gugusan pegunungan kendeng utara berada di Malo (situs wali Kidangan), Kawengan, situs Gunung Emas, gunung Sigro Senori, Situs Watu Jajar di Jlodro Kenduruan, Situs di Kedung Makam Jatirogo, dan kemungkinan masih banyak situs-situs yang menunjukkan keberadaan wong kalang. hanya saja karena masyarakat tidak tahu dan tidak adanya perhatian serius dari pemerintah maka situs-situs tersebut kebanyakan kabur kanginan.

Ada yang mengatakan bahwa wong kalang sekarang menjelma menjadi komunitas wong samin yang banyak tersebar di Kabupaten Bojonegoro dan Kab. Blora, kebenarannya seperti apa perlu pembahasan dan kajian serta penelitian yang lebih detail oleh para ahli tentunya. Hal ini didasarkan pada kesamaan kepercayaan dan perilaku masyarakat samin di era sekarang.

Selain itu banyak sekali cerita-cerita dan legenda mengenai wong kalang, seperti kisah Kyai Iniwirio, Siluman belang Yungyang, Dewi Rayung Wulan, Bandung Bandawasa, Jaka Sasana dan kisah-kisah lainnya.

Menelisik jejak wong kalang adalah dalam rangka mengenali kebudayaan kita masa silam guna menciptakan karakter bangsa yang kuat dan beradab. Selain itu juga sebagai upaya untuk melestarikan wisdom lokal dari kebudayaan nenek moyang kita, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki kepribadian, bangsa yang tidak lupa akan akar dan asalnya. Oleh karena itu mari bangga dan jangan melupakan nenek moyang serta asal usul kita.


Sabtu, 19 Mei 2018

Misteri Kakek Tua dan Sangkar Burung Emas

Misteri Kakek Tua dan Sangkar Burung Emas
Oleh : Joyo Juwoto

Hutan jati di lembah bukit Lodito itu cukup sepi, pohon-pohon besar nan lebat serta semak-semak liar dan rimbun membentang luas.  Selain ditumbuhi pohon jati, hutan itu juga menyimpan berbagai ragam flora dan fauna. Ada pohon mahoni, trembesi, kelor, randu, klanding, gedrek, kenitu, ploso, asem jawa, dan berbagai macam tanaman perdu lainnya seperti secang, serut, kloya-klayu, sidomabur, wangon, dan juga klorak. Di hutan itu juga berdiam binatang-binatang liar seperti Kijang, Celeng, monyet, trenggiling, landak, musang, ayam hutan, merak, burung kutilang, kepodang, cendet, betet, elang, dan berbagai ragam burung lainnya. Selain penghuni yang kelihatan oleh mata, tentu hutan juga memiliki penghuni yang tidak kasat mata, tersembunyi di dalam palung misteri diantara semak-semak dan belukar hutan.

Di sebuah lembah di kaki bukit sebelah timur di tengah belantara hutan, teradapat sebuah gubuk yang tersembunyi. Gubuk itu dikelilingi pagar tanaman hidup, kebanyakan adalah tanaman klanding, kares, residi, kelor dan jaranan.  Gubuk itu cukup sederhana, beratapkan ilalang kering yang dianyam dan ditata sedemikian rupa, melindungi dari terik matahari dan hujan. Di depan gubuk terdapat dingklik bambu dan sebuah meja kecil dari pohon gembol yang banyak tumbuh di sekitar hutan.

Di belakang gubuk terdapat sebuah sendang kecil, airnya sangat jernih. Sendang itu dikelilingi beberapa pohon gayam, sehingga membuat suasana menjadi rindang dan sejuk. Di dalam sendang terdapat ikan-ikan yang bebas berkeliaran tanpa takut disakiti oleh makhluk Tuhan yang lainnya.

Di pekarangan gubuk tumbuh tanaman jagung, ketela pohon, ketela rambat, tomat, lombok, terong dan aneka sayur-sayuran. Hal itu menandakan gubuk itu tidak kosong, namun dihuni oleh seseorang yang sengaja hidup jauh dari keramaian pedesaan, memilih menyendiri di tengah hutan belantara.

Entah sebab apa di hari seperti ini ada orang yang memilih menepi dari kehidupan, bersunyi seorang diri hidup jauh dari hiruk-pikuk dunia, apakah dia seorang pertapa? ataukah seorang pengembara yang tersesat kemudian menetap di sana? atau mungkin memang ia serta merta ingin berada di tengah hutan tanpa alasan apapun? tentu semua pertanyaan itu adalah misteri, dan saya tidak mengetahui jawabannya.

        Pagi itu, saat saya mencari rumput tidak sengaja saya jauh masuk ke tengah hutan. Ceritanya saya mengejar seekor burung yang saya pelet dengan getah pohon nangka. Sayang daya lekatnya kurang kuat sehingga burung yang telah kena pelet berhasil meloloskan diri. Saya pun mengejarnya hingga jauh masuk ke hutan.

Ketika menyusuri semak-semak di hutan itulah, saya tidak sengaja melihat gubuk tua di lembah sebelah timur bukit Lodito. “Itu ada gubuk, siapa kira-kira yang menempatinya ya? batinku, sambil mendekat perlahan ke arah gubuk yang beratapkan rumbai-rumbai ilalang.

“Guk...guk...guk! tiba-tiba saya dikejutkan oleh gonggongan seekor anjing besar berwarna hitam. Anjing itu berjarak beberapa tombak dari semak-semak tempat saya berdiri. Hampir saja saya lari ketika anjing itu menunjukkan taringnya dan bersiap melompat ke arah persembunyian saya. Saya gemetar, tubuh saya seakan lekat dengan tanah, mau lari namun tidak bisa.

Di tengah situasi yang genting, tiba-tiba terdengar suara seseorang memecahkan keheningan. “Hai Gogor, diam jangan ganggu orang yang sedang lewat” Seperti kena daya kekuatan mantra pembungkam, anjing hitam yang menyalak galak dan siap menerkam itu kemudian terdiam. Anjing itu membalikkan badannya, sambil mengibas-kibaskan ekornya anjing itu kemudian pergi meninggalkan saya yang masih diam terpaku di antara semak-semak sidomabur.

Dari dalam gubuk keluar seorang kakek tua dengan membawa cangkul di pundaknya, sedang tangan kanannya menggenggam sabit. Kemudian saya pun keluar dari semak dan mendekati kakek tadi. Dengan agak takut saya pun menyapa kakek tua itu. “Kek, Kek...terima kasih ya, hampir saja lepas jantung saya, gara-gara anjing hitam itu” Kata saya sambil menunjuk seekor anjing yang berada di sisi kaki sang kakek.

“Hehe...tidak apa-apa ngger, memangnya kamu sedang apa berada di rerimbunan semak itu? “Tadi saya mengejar burung Kek, larinya ke arah sini” jawabku. “Apa burung itu yang kamu kejar? tanya kakek sambil menunjuk ke arah dahan pohon kares yang tidak begitu tinggi dengan buah yang menggoda selera. Pohon Kares memang pohon kesukaan anak-anak desa, jika musimnya berbuah anak-anak desa akan suka menghabiskan waktunya di atas pohon. Walaupun buahnya kecil-kecil, tetapi anak-anak tergiur dengan warna merah dan manisnya buah kares.

Saya menoleh mengikuti arah jari kakek itu, benar di sebuah dahan pohon kares bertengger dengan tenangnya seekor burung dengan bulu keemasan, ya burung itu yang terkena pelet saya, namun sayang, burung itu bisa melepaskan diri kemudian terbang, dan kukejar sampai di sebuah gubug tua yang kemudian mempertemukan saya dengan kakek yang misterius ini.

          “Ke sini cucuku, duduklah! Kata kakek sambil mengajak saya duduk disebuah dingklik dari bambu. Di depan kursi terdapat meja dari pohon gembol. Saya pun duduk menuruti ajakan kakek yang rambutnya sudah hampir memutih semua. Warna rambut kakek itu seperti cahaya keperakan ditimpa matahari sore yang lembut.

“Dengar cucuku, kalau kamu mau, ambillah burung itu, tidak perlu kau memeletnya burung itu akan ikut bersamamu jika engkau mau.” Jawab kakek itu.

“Benarkah Kek, burung itu bisa saya bawa pulang? sambut saya penuh kegirangan.

“Iya, cucuku. Ketahuilah bahwa burung itu bukan burung biasa, warna kuning pada bulu-bulu burung itu adalah emas murni, dan kau bisa memiliki burung emas di pohon itu jika cucuku juga memiliki sangkar dari emas murni pula. Karena burung itu hanya mau berada di sangkar yang menjadi takdir dan jodohnya.”

Suasana menjadi hening, saya tertunduk memikirkan perkataan kakek pemilik gubug di tengah hutan. Bayangan untuk memiliki burung dengan warna emas berkelebat di dalam pikiran saya, bayangan apakah saya sanggup mendatangkan sangkar emas menghapus bayangan burung itu. Bayangan satu dengan bayangan yang kedua saling berganti-ganti memenuhi pikiran, hingga tidak sadar suasana sudah semakin gelap.

“Wah berat sekali Kek syaratnya? Sangkar emas, dari mana saya bisa mendapatkannya? Tanya saya lirih, sebagai tanda saya sedang pesimis untuk mendapatkan apa yang saya inginkan.

“Heuheue, heuheue… cucuku, burung dan sangkar emas itu sebenarnya pralambang saja. Ketahuilah, sangkar itu ibarat badan wadagmu, jika engkau mampu membersihkan kotoran-kotoran dari babahan hawa sanga yang ada di tubuhmu, maka dirimu bagaikan emas murni, maka dengan sendirinya burung itu akan bersarang di dalam tubuh dan jiwamu. Sedangkan burung emas itu adalah ndaru keberuntungan, dengan tanpa kau cari ia akan datang sendiri jika jiwa dan ragamu suci dari debu-debu duniawi. Maka pulanglah, tak usah kau kejar burung itu, persiapkan saja sangkarnya, ia akan datang seiring dengan takdir dan jodohmu.”

“Cucuku, kau tak perlu tergesa memahami apa yang saya omongkan ini, waktu yang akan mengabarimu akan pralambang burung emas beserta sangkarnya.”

Saya tercenung bingung mendengar penuturan kakek mengenai filosofi burung emas, dan mengenai sangkar emas yang menjadi rumah bagi burung itu. Apalagi tentang pralambang-pralambang yang sulit untuk saya mengerti diusia saya yang masih muda. Tapi kata-kata kakek itu seperti dituliskan begitu saja di lempengan batin saya. Semakin saya memikirkan kata-kata sang kakek semakin pikiran ini menjadi buntu. Suasana menjadi bisu dan sunyi.

“Guk…guk..guk…aauu, guk…guk!!!”


          Entah berapa lama saya diam merenung, tenggelam dalam telaga keheningan, saya baru kembali di ruang sadar ketika suara longgongan suara anjing terdengar seram di pedalaman hutan. Nun jauh di sana, adzan magrib terdengar dari langgar perkampungan. Saya celingukan ke kiri dan ke kanan, entah  sedang berada di mana, semua gelap, semua lenyap, hanya rerimbunan ilalang dan sebongkah batu hitam tempat saya duduk bersila. 

Puasa dan Nilai Ketaqwaan Hamba

Puasa dan Nilai Ketaqwaan Hamba
Oleh : Joyo Juwoto


Puasa adalah salah satu jalan untuk mencapai maqam ketaqwaan. Taqwa sendiri tidak akan sempurna kecuali jika telah  meninggalkan segala perbuatan dosa dan melakukan segala perbuatan yang mulia. ini berarti puasa tidak berarti apa-apa, tanpa menapaki jalan kebaikan dan kemuliaan.

Taqwa ini menjadi ukuran  hamba di hadapan Tuhannya. Secara sosial semua manusia boleh berbeda derajatnya, berbeda harta kekayaannya, berbeda profesi dan pekerjaannya, tetapi di hadapan Tuhan semua akan sama, tidak ada perbedaan kecuali derajat taqwa yang diraihnya di dunia.

Seorang hamba dalam menapaki jalan ketaqwaan ini perlu memperhatikan faktor - faktor yang mendorong dirinya sampai ke maqam tersebut.

Oleh karena itu, seorang yang berpuasa yang hendak menggapai maqam taqwa hendaknya memperhatikan beberapa faktor yang mendorong seseorang untuk menjadi hamba yang bertaqwa. Dalam kitab Taisirul Kholaq yang ditulis oleh Hafidh Hasan  al-mas'udi, seorang ulama dari Al-Azhar Mesir, beliau menjelaskan sebagai berikut :

1. Hendaknya seorang hamba menyadari bahwa dirinya adalah hamba yang hina, sedangkan Rabbnya adalah Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Mulia.

2. Seorang hamba hendaknya selalu mengingat-ingat segala kebaikan dan nikmat dari Tuhan. Jika kita menyadari betapa banyak dan tidak terhitungnya nikmat dari-Nya, mustahil kita mengingkari-Nya.

3. Hendaknya kematian menjadi nasehat bagi seorang hamba, karena maut bisa datang kapan saja tanpa kota duga. Jika seseorang selalu mengingat kematian tentu hal ini akan mendorongnya untuk melakukan amal-amal sholeh. Diantara amal sholeh tersebut adalah memberikan pertolongan kepada kaum muslimin tanpa memandang status sosial dan golongan , mempergauli mereka dengan penuh kasih sayang dan penuh cinta, karena setiap muslim adalah bersaudara.

Jika seorang hamba telah mencapai maqam taqwa, maka hasilnya adalah kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Orang yang bertaqwa mulia di hadapan manusia juga mulia di hadapan Tuhannya.
Ingat firman Tuhan dalam surat An-Nahl ayat 128 yang artinya :

"Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebajikan. "

Inilah janji Tuhan untuk orang-orang yang menempuh jalan ketaqwaan, dan semoga puasa kita di bulan ini menjadi wahana metamorfosis untuk menjadi hamba yang muttaqien. Aamiin.

Senin, 14 Mei 2018

Keindahan Tebing Pelangi Mah Beser Merakurak Tuban

Sobat mungkin pernah mendengar penemuan goa baru di daerah Merakurak, tepatnya di dusun Mahbeser desa Tuwiri Kulon. Saat itu nitizen menyebutnya sebagai goa putri lintang. Penemuan goa ini  sempat viral dan menggegerkan jagad maya facebook area Tuban beberapa bulan silam,  namun sayang sekali karena alasan keamanan goa ini kemudian ditutup kembali.

Setelah adanya penemuan goa baru tersebut, setiap saya pergi ke Tuban selalu melirik ke arah kiri ketika sampai di tikungan daerah Mahbeser. Di sebelah kiri jalan dari arah selatan ada sebuah warung yang banyak dikunjungi para pengendara yang mungkin sedang lelah untuk rehat dan sekedar menikmati secangkir kopi. Di sebelah warung ke arah utara terdapat jalan yang belum teraspal. Di situ terdapat gapura yang ada tulisannya "Mahbeser Punya Cerita."

Saya sendiri penasaran ada cerita apa di Mahbeser, namun penasaran saya hanya saya pendam dalam hati saja. Hingga suatu saat saya mendapati seseorang yang mengunggah status di facebook tentang tempat wisata baru yang akan dibuka di Mahbeser, namanya wisata "Tebing Pelangi." Saya lihat ganbar warna-warni yang mencolok di sebuah lembah, kemungkinan lembah tersebut bekas area pertambangan batu kapur.

Asyik juga ternyata, hasil sentuhan kreativitas dan daya imajinasi yang tinggi, bekas sisa penambangan dijadikan destinasi wisata yang cukup menggoda. Saya sebenarnya sudah lama membatin saat mengunjungi tempat penambangan batu kapur, "Wah! alangkah bagusnya jika lembah itu dijadikan kolam renang," "Wah! saumpama lorong-lorong bekas tambang batu kapur dijadikan kota bawah tanah kayake asyik juga tuh." Demikian yang sering saya pikirkan. Tapi mengkin karena faktor keamanan orang-orang tidak menjadikan tempat-tempat tersebut sebagai area berkumpulnya massa.

Namun ini ternyata ada inovasi yang cukup bagus, sebuah lahan bekas pertambangan kapur dijadikan destinasi wisata yang menggoda. Namanya juga cukup indah "Tebing Pelangi" wuih! asyik sekali kelihatannya.

Pic : Achy Ae

Untuk mencapai lokasi lembah Tebing Pelangi cukup mudah, apalagi sekarang fasilitas teknologi informasi dan komunikasi melalui hand phone sangat mudah. Tinggal kita cari lokasi Tebing Pelangi  Mahbeser Merakurak Tuban, maka dengan mudah GPS akan menuntun Anda sampai lokasi dengan selamat tanpa kurang suatu apa. Hari gini dilawan! hehe...Sangat mudah bukan?

Pengelolaan wahana wisata di Tebing Pelangi terbilang luar biasa, walau baru saja dibuka dan diresmikan kemarin, tanggal 11 Mei 2018, selain panorama alam tentunya banyak wahana yang bisa dinikmati oleh pengunjung, seperti kolam renang,  flying fox, sepeda layang, dan berbagai fasilitas lainnya. Untuk warung jajanan maupun snack dan fasilitas publik seperti kamar mandi dan toilet juga sudah ada. Pokoknya komplit, Anda  tinggal datang dan semua akan terasa indah serta menyenangkan. Ayo, kapan ke Tebing Pelangi? Mahbeser punya cerita. salam jalan-jalan.

Minggu, 13 Mei 2018

Asyiknya Berwisata di Sendang Kalangan Montong Tuban


Sendang Kalangan
Asyiknya Berwisata di Sendang Kalangan Montong Tuban
Oleh : Joyo Juwoto

Berwisata bersama keluarga di akhir pekan sekarang ini semakin mudah, murah, dan jaraknya dekat. Jika dulu untuk menikmati wisata panorama alam masyarakat harus jauh-jauh pergi ke luar kota untuk mencari tempat yang nyaman, sekarang tidak lagi. Di sekitar kita masyarakat semakin sadar akan kebutuhan tempat untuk melepas lelah di akhir pekan dengan cara membuat tempat wisata lokal yang tidak kalah bagusnya dengan tempat wisata yang sudah mapan.

Kec. Montong Kab. Tuban termasuk wilayah kecamatan yang memiliki basis potensi wisata lokal yang cukup banyak. Jika dulu masyarakat hanya mengenal pemandian Krawak, kini wilayah yang banyak memiliki gua ini memiliki destinasi wisata baru, seperti river tubing di Guwoterus, goa putri Asih yang dulu sempat ditutup, dan yang terbaru adalah tempat wisata Sendang Kalangan yang berada di desa Montong Sekar.

Bersama Ketua Blogger Tuban

Untuk mencapai Sendang Kalangan Cukup mudah, baik dari arah Tuban kota ataupun dari arah Tuban bagian barat, silakan mencari pertigaan pasar Montong, dari pertigaan pasar ini lokasi sendang kalangan ke arah selatan di belakang polsek Montong. Agar tidak bingung saya sarankan agar bertanya kepada masyarakat sekitar saja, tentu dengan senang hati mereka akan menunjukkan ke lokasi sendang.

Mendengar nama sendang Kalangan ini saya teringat legenda tentang wong Kalang. Tapi setelah saya tanya salah seorang teman di sana ternyata tidaka da hubungan antara sendang kalangan dengan wong Kalang. Hanya mungkin ada kemiripan nama saja, namun sejara historis tidak ada sangkut pautnya sama sekali.

Menurut Kang Rey, teman blogger Tuban, dinamakan sendang kalangan karena setiap tahun di sendang tersebut diadakan kegiatan berkumpul warga masyarakat, atau membuat kalangan dalam rangka sedekah bumi. Oleh karena itu sendang itu disebut sebagai sendang Kalangan, atau sendang tempat berkumpul.

Hal ini dibenarkan oleh Camat Montong pada saat acara pembukaan tempat wisata bahwa Sendang Kalangan dulunya dipakai warga untuk mandi, mencuci, dan tempat berkumpulnya warga, jadi ternyata tidak ada hubungannya dengan wong Kalang yang saya pikirkan tersebut di atas.

Di sekitar sendang banyak pepohonan tumbuh rindang, suasananya sejuk dan menyegarkan. Cocok untuk refresing, apalagi sekarang lokasi sendang kalangan sudah disulap menjadi salah satu destinasi yang ada di kabupaten Tuban. Selain menikmaati kesejukan alam sendang kalangan, pengunjung juga bisa berswa ria foto di spot-spot yang telah dibuat oleh pengelola setempat. Wah pokoknya asyik berwisata di Sendang kalangan Montong Sekar Tuban. Silakan dicoba untuk dikunjungi. Semoga bahagia.

ISBAT Bangilan dari Desa Untuk Bangsa


ISBAT Bangilan dari Desa Untuk Bangsa
Oleh : Joyo Juwoto

ISBAT (Informasi Seputar Bangilan Tuban) adalah sebuah komunitas yang terdiri dari pemuda-pemudi, bapak-ibu, simpatisan dan warga Kecamatan Bangilan. Komunitas Isbat ini awal terbentuk dari sebuah group di media sosial facebook yang dibuat oleh Mu’in Bekam. Dari aktifitas memberikan informasi di dunia maya, akhirnya beberapa anggota Isbat mengusulkan untuk berkopi darat dan merumuskan agenda serta kegiatan Isbat ke depannya seperti apa.

Di rumah Maskin dusun Pulut desa Bangilan Kec. Bangilan, untuk pertama kalinya deklarasi Isbat diselenggarakan. Dari hasil kopi darat itulah akhirnya teman-teman menghendaki agar Isbat bisa memberikan kontribusi positif bagi masyarakat di Kec. Bangilan. Jika awalnya Isbat hanyalah sebuah group yang bergerak di media sosial tanpa kepengurusan resmi, akhirnya dari hasil kesepakatan deklarasi maka dibentuklah kepengurusan Isbat.

Dari hasil deklarasi itulah kemudian teman-teman merumuskan dan mengeksekusi beberapa program Isbat untuk masyarakat Bangilan. Sebagai organisasi yang semi resmi, memang Isbat tidak secara runtut membuat program kerja ini dan itu. Isbat prinsipnya bisa memberikan kontribusi dan manfaat bagi masyarakat. Sekecil apapun program itu tidak menjadi masalah asalkan memang program itu benar-benar terlaksana bukan hanya sekedar menjadi bunga-bunga rencana di buku kerja yang tak terealisasikan.

Isbat sebagai organisasi nirlaba yang memang bergerak di dunia sosial tentu tidak bisa berjalan sendiri tanpa ada dukungan dari semua pihak dari elemen masyarakat Bangilan. Isbat hadir memang dari rakyat oleh rakyat dan tentu untuk rakyat Bangilan. Isbat sama sekali tidak berarti tanpa dukungan dan support dari banyak pihak, termasuk para pemangku kebijakan di Kec. Bangilan, baik dari camatnya, kepala desa, dan para pamong-pamongnya memberikan dukungan penuh dengan segala kegiatan yang dilaksanakan oleh Isbat.

Selain itu teman-teman yang tergabung di dalam Isbat juga sangat luar biasa dalam merespon, mengorganisir, merencakanan, dan mengeksekusi program-progam yang telah disepakati bersama. Segala apa yang menjadi permasalahan dan keluh kesah warga berusaha didengarkan dan kemudian ditindaklanjuti secara cermat dan terukur.

Diantara program-program yang telah dijalankan oleh Isbat secara diantaranya adalah :

1.   Menyantuni dan membawa Bu Supi Banjarworo ke PKM Kec. Bangilan.
2.   Ikut meramaikan jalan sehat PGMI Kec. Bangilan dan mengadakan kegiatan donor darah.
3.   Touring dan memetakan potensi wisata lokal desa yang memungkinkan dikelola oleh pihak terkait.
4.   Bedah rumah mbah Ratman Ngrojo
5.   Membersihkan dan membenahi tempat tidur mbah Duri Karangtengah, Mbah Kasirah Kedungmulyo.
6.   Memberikan jatah makan bulanan ke mbah duri.
7.   Mengusulkan ke Baznas para duafa dan mbah-mbah sepuh agar mendapatkan santunan bulanan.
8.   Membagikan sembako untuk kaum duafa tiap bulan sesuai kemampuan di beberapa titik di seluruh Kec. Bangilan dari ujung ke ujung.
9.   Memasang spanduk himbauan agar warga tidak membuah sampah sembarangan di jembatan Kali Kening Santren.
10.                Ke depan Isbat juga mengusahakan dan memprakarsai kegiatan UKM warga Bangilan.
11.                Masak-masak dan makan bareng anggota Isbat untuk menjaga semangat kekompakan, kebersamaan, kekeluargaan dan silaturrahim diantara Isbater.

Demikian beberapa kegiatan Isbat yang telah dilaksanakan, dan program-program tersebut tentu masih banyak kelemahan dan kekurangannya. Ke depan Isbat akan berusaha lebih baik lagi dan tentu atas dukungan dari semua pihak yang telah menyemangi dan memberikan amanah kepada Isbat untuk seluruh warga di Kec. Bangilan.

Kerja kecil Isbat ini sangat tidak sebanding dengan bantuan dan dukungan dari para donatur Isbat yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu di sini. Semoga Allah Swt. membalas segala niat baik, amal baik, dan keinginan baik dari para hamba-hamba-Nya.

Isbat ada dari, oleh, dan untuk kita semua, sebagaimana yang selalu menjadi semboyan Isbat “Dari Desa Untuk Bangsa.”  Salam Isbater.

Jumat, 11 Mei 2018

Aku, FLP, dan Jihad Pena

Aku, FLP, dan Jihad Pena
Oleh : Joyo Juwoto

Nama Forum Lingkar Pena (FLP) sudah saya dengar sejak saya duduk di bangku akhir Madrasah Aliyah, kurun waktu yang sangat lama sekali tentunya jika dihitung dari jarak dan kurun waktu saya resmi masuk menjadi anggota FLP cabang Tuban yang baru dua tahunan. Saya mengenal FLP dari majalah favorit saya jaman itu, Annida. Dari nama dan logonya majalah ini akhwat banget, walau demikian ternyata isinya tidak hanya seputar masalah akhwat, banyak hal menarik yang saat itu saya baca dan saya dapatkan dari majalah yang terbit dari jarak ratusan kilometer dari tempat saya tinggal.

Saya mulai mengenal majalah Annida dari teman-teman yang kuliah di LIPIA Jakarta, waktu itu para mahasiswa LIPIA mengadakan daurah bahasa Arab beberapa minggu di pesantren di mana saya bersekolah. Dari para mahasiswa tersebut awal mula saya mengenal majalah Annida dan mengenal dunia tulis menulis dan dunia pemikiran Islam. Majalah Annida yang waktu itu menarik saya adalah cerita bersambung kalau tidak salah judulnya “Putri Kejawen.” Namun sayang, karena bersambung saya tidak bisa menikmati ceritanya sampai tuntas, karena majalahnya juga tidak komplit ada, jadi ya seadanya saya baca. Di kampung saya yang jauh dari kota, agen majalah Annida tidak ada, majalah lain pun tidak ada, satu-satunya bacaan yang dijual waktu itu hanya koran, itu pun saya tidak berlangganan, hanya membaca sekali waktu kalau menemukan saja.

Dari membaca Annida itulah keinginan saya untuk menulis mulai tumbuh, ya, saya ingin menulis dan dimuat di majalah, begitu keinginan saya waktu itu. Entah karena kemalasan saya, sampai dalam hitungan tahun keinginan untuk menulis sama sekali tidak terealisasikan, alias mandeg total. Saya bingung mau nulis apa, dan bagaimana caranya menulis. Di kampung saya pun tidak ada yang namanya komunitas menulis, maklum, kampung yang jauh dari perkotaan.

Setelah saya lulus sekolah dari sekolah, say tidak melanjutkan kuliah, saya diminta megabdi di pesantren tempat saya menuntut ilmu, praktik saya tidak bisa keluar dari kampung di mana saya tinggal. Di saat mengabdi di pesantren ini keinginan untuk menulis sudah hampir terlupakan, dan akhirnya memang lupa sama sekali. Saya tidak menulis apapun dan saya disibukkan oleh kegiatan di pesantren. Keinginan untuk menulis dan diterbitkan di sebuah majalah sudah tidak menarik bagi saya.

Hari dan bulan, serta tahun terus berjalan. Dengan seiringnya waktu, ada beberapa kakak kelas dan juga adik kelas yang sudah lulus dari Madrasah Aliyah se-almamater melanjutkan studinya ke LIPIA Jakarta. Praktis persinggungan teman-teman saya di sana ikut mempengaruhi keinginan saya mendapatkan majalah Annida. Karena di sana tentu banyak sekali yang jualan majalah kesukaan saya. Wah, kesempatan bisa pesan majalah ini, batin saya. Karena saya masih penasaran dengan “Putri Kejawen.”

Benar, ternyata teman-teman saya yang di Jakarta bisa saya titipi majalah Annida, walaupun edisi majalahnya bukan yang terbaru yang terbit di setiap bulannya. Pokoknya kalau ada majalah Annida saya suruh bawa pulang ketika liburan kampus. Saya mengoleksi banyak sekali majalah ini, namun sayang ketika majalah ini dipinjam oleh teman-teman kesana kemari akhirnya majalah-majalah itu tidak kembali, ada juga yang rusak, dan kebanyakan lenyap entah kemana tak tahu kubur dan rimbanya.

Dari Annida ini akhirnya saya banyak mengenal penulis luar biasa, seperti bunda Helvy Tiana Rosa, bunda Pipiet Senja, bunda Asma Nadia, kemudian saya juga membaca karya-karya dari Habiburrahman El Shirazy, dan penulis-penulis muslim lainnya yang saya sendiri sudah lupa. Seingat saya, saya pernah membaca buku cerpen karya antologi anggota FLP, judulnya Hingga Batu Bicara, dan beberapa buku yang saya lupa judulnya. Selain membaca buku jenis fiksi saya juga mulai membeli buku-buku dengan tema keislaman seperti buku Tarbiyah Dzatiyah, Brotherhood, Pacaran Yang Islami Adakah? dan beberapa buku yang ditulis oleh Ustadz Rahmad Abdullah.

Saya yang memang penyuka fiksi sangat tertarik membaca karya Habiburrahman El Shirazy, buku-bukunya banyak saya beli dan saya baca. Kadang saya membaca novelnya Kang Abik sampai lupa waktu. Berhenti hanya untuk sholat saja, bahkan sampai larut malam hingga menjelang pagi novelnya Kang Abik masih saya baca. Novelnya Kang Abik juga yang paling sering mengaduk emosi dan menguras air mata. Ayat-ayat Cinta, Pudarnya Pesona Cleopatra,  Di atas Sajadah Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, dan beberapa karya Kang Abik lainnya adalah novel yang saya baca sampai khatam.

            Kang Abik effek dengan frasa cintanya ini sangat luar biasa mewarnai jagad pernovelan di Indonesia saat itu, sehingga waktu itu banyak sekali penulis yang menggunakan kata “cinta.” Tidak hanya itu saja, nama “El” juga banyak disematkan di akhir nama penulisnya.

            Dari majalah Annida, novel-novel Islami, dan sumber bacaan-bacaan yang saya dapatkan dari teman-teman di Jakarta membangkitkan kembali niat dan keinginan saya untuk menulis. Namun sayang beribu sayang, karena tidak adanya komunitas dan tidak adanya faktor yang mendukung saya untuk belajar menulis saya tetap saja kesulitan mau menulis apa dan kepada siapa berguru menulis.

            Keresahan saya ini kemudian saya sampaikan kepada salah seorang teman yang ada di Jakarta agar ia kelak kalau pulang bisa mengajari saya untuk menulis dan membuat komunitas menulis. Karena banyak hal dan banyak faktor tetap saja komunitas menulis yang saya impikan tidak terwujud. Apalah daya, keinginan saya hanya tinggal keinginan semata tanpa ada daya kekuatan untuk mewujudkannya. Walau tidak mendapati komunitas menulis dan guru yang mengajari saya menulis, akhirnya saya berlatih menulis secara otodidak. Pokoknya saya harus nulis dan nulis sebisa saya, begitu prinsip saya.

            Tuhan selalu baik kepada hamba-hamba-Nya, termasuk kepada saya tentunya, setelah masa muda saya tidak mampu mewujudkan mimpi saya menulis, eh, di umur saya yang sudah kepala tiga mendekati kepala empat saya dipertemukan dengan komunitas menulis di Facebook, namanya Semut (Sekolah Menulis Tuban). Kemudian saya menginbox admin Semut, saya bertanya tentang pelatihan menulis di Semut itu bagaimana prosesnya dan berbagai pertanyaan lainnya. Ternyata Semut ini adalah sekolah menulis yang digagas oleh teman-teman FLP Tuban.

            Bagai dicinta ulam pun tiba, jika masa lalu saya memimpikan belajar menulis di FLP karena berkenalan lewat majalah Annida dan novel-novel yang ditulis oleh orang-orang FLP, saat itu sekitar tahun 2015 saya resmi menjadi anggota FLP Cabang Tuban. Suatu kebanggaan tentunya menjadi bagian dari dunia literasi di bawah naungan bendera FLP. Saya tersenyum senang dan bahagia.

            Di dua tahun menjadi anggota FLP saya tidak begitu aktif mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh FLP wilayah Jawa Timur, namun kemarin di tahun 2017 saya sempat mengikuti lomba yang diselenggarakan oleh FLP wilayah dalam rangka turnamen antar cabang FLP se-Jawa Timur. Waktu itu saya mewakili cabang Tuban mengikuti lomba penulisan esai. Alhamdulillah mulai dari babak awal hingga baka final tulisan saya masuk nominasi, dan akhirnya menjadi juara satu di lomba penulisan esai tingkat FLP Wilayah Jawa Timur.

            Setelah kegiatan turnamen antar cabang selesai FLP wilayah Jawa Timur mengadakan Muswil yang diselenggarakan di Ngrambe Ngawi. Saya bersama satu teman ikut serta hadir. Senang rasanya bertemu dan berkumpul dengan para anggota FLP yang datang dari berbagai cabang yang ada di Jawa Timur. Banyak hal yang menarik yang saya dapatkan dari kegiatan Muswil yang diadakan dua hari tersebut. Satu hal yang menyentak kesadaran saya adalah bahwa anggota FLP menulis bukan hanya sekedar menulis, ada misi yang ingin disampaikan kepada dunia yaitu jihad bil qolam, jihad pena, untuk mewujudkan kebaikan dan kebermanfaatan bagi peradaban dunia. Hal ini disampaikan oleh salah seorang narasumber yang mengisi di acara muswil tahun 2017 tersebut. Hal ini memang sesuai dengan semboyan  FLP yang selalu berbakti, berkarya, dan berarti untuk mewujudkan literasi yang berkeadaban. Salam Literasi Berkeadaban dari FLP Cabang Tuban.




*Joyo Juwoto, Santri Pondok Pesantren ASSALAM Bangilan Tuban. Anggota FLP Cabang Tuban. Telah menulis beberapa buku : Jejak Sang Rasul (2016); Secercah Cahaya Hikmah (2016), Dalang Kentrung Terakhir (2017,) Cerita Dari Desa (Proses) dan menulis beberapa buku antologi dengan berbagai komunitas menulis. Penulis dapat dihubungi via email : joyojuwoto@gmail.com atau di 085258611993.