Senin, 18 Juni 2018

Perburuan Yang mencekam

Perburuan Yang mencekam
Oleh : JoyoJuwoto

Saya benar-benar tercekam, khawatir,  dan ikut merasakan kecemasan demi kecemasan ketika membaca lembar demi lembar novel “Perburuan” yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer. Tidak hanya itu saja, kondisi kemiskinan rakyat Blora dan sekitarnya akibat ulah Nippon menerbitkan rasa pedih yang tak terkira. Begini ternyata nasib bangsa yang kalah dan terjajah, menderita tiada terkira.

Setting cerita dalam novel ini bersebelahan langsung dengan tempat tinggal saya. Banyak tempat yang disebutkan Pram masih ada sampai kini, dan saya pun melihatnya dengan mata kepala secara langsung. Seperti Karangjati, Kaliwangan, Kali Lusi, Jembatan Kali Lusi, Stasiun kereta api, waduk Tempuran, Plantungan, gua Sampur dan beberapa nama tempat lainnya.

Ada satu tempat yang disebutkan oleh Pram sebagai tempat persembunyian tokoh utama perburuan dalam novel ini, “Kere” sebutan Raden Hardo anak mantan wedana Karangjati, tempat itu adalah gua Sampur sebagaimana saya sebut di atas, saya belum pernah mendengar dan tahu gua ini, dan saya ingin mengunjunginya. Entah gua ini benar-benar ada atau hanya sekedar kisah buatan Pram. Saya tidak tahu.

Blora yang memang berada di kawasan pegunungan Kendeng utara tentu banyak gua di sana, dan sangat mungkin gua-gua itu menjadi tempat persembunyian dan markas para pejuang kemerdekaan dari kejaran pasukan Nippon. Sebagaimana tokoh “Kere” yang juga bersembunyi di gua Sampur. Karena kegagalan dalam peristiwa pemberontakan melawan Nippon, para pejuang termasuk “Kere” menjadi target perburuan Nippon yang dibantu oleh para pamongpraja setempat.

Dari perburuan inilah Pram meramu berbagai ragam kisah yang heroik, romantisme, pengkhianatan, harapan, kesetiaan, kemiskinan, ambisi, dan berbagai sentimen kehidupan masyarakat. Bahkan lebih dalam lagi A. Teeuw mengatakan bahwa novel yang ditulis oleh Pram ini merupakan kisah pencerminan diri. Tokoh utamanya sesudah melancarkan pemberontakan, kemudian secara khas Jawa bertapa mengekang diri dengan ketat, dan dalam meditasinya itu sampailah ia kepada suatu wawasan yang lebih luhur; ia menemukan kaidah untuk diri sendiri dan bagi orang lain dengan mana hidup dan perbautan setiap insan harus diuji...” A. Teeuw menyimpulkan ini mungkin terinspirasi dari percakapan antara anak dan bapak, si Kere dan Penjudi di sebuah gubuk di tengah ladang jagung, “Bertapa adalah menjalani jalan yang menuju pada dirinya sendiri dengan langsung.”

Novel Perburuan yang ditulis Pram menggambarkan secara detail bagaimana keadaan masyarakat Indonesia di bawah pendudukan Jepang. Walau hanya beberapa tahun saja, namun kesadisan dan kengerian teror yang ditebar makhluk cebol yang kedatangannya memang sudah diramalkan oleh Jayabaya ini betul-betul membuat rakyat Blora menderita. Sangat menderita. Penderitaan rakyat karena ulah Nippon terekam dalam jejak kalimat lisan yang ditinggalkan secara turun-temurun oleh kakek buyut kita, “Pagupon omahe dara, melu Nippon tambah sengsara” (Pagupon rumah burung dara, ikut Nippon semakin sengsara).

Dari novel perburuan ini kita tentu bisa belajar banyak tentang sifat dan watak manusia yang berbeda-beda, ada lurah Kaliwangan yang berusaha menjilat penguasa demi keselamatan dan kebahagiaan diri dan keluarganya, ada si Kere, Dipo, Kartiman, para pejuang yang harus rela dicap sebagai pemberontak oleh Nippon, hidup terlunta-lunta menjadi pengemis, dan selalu diburu maut Kenpei, ada Si Ningsing guru Darmorini (Sekolah gadis yang didirikan oleh abang R.M Tirto Adhisoejo), tunangan den Hardo yang memilih setia hanya untuk kekasih hatinya hingga ajal menjemputnya, ada penjudi bekas wedana Karangjati,  ada shodanco Karmin yang karena keadaan dianggap sebagai pengkhianat rakyat, dan berbagai watak manusia dengan segala rupa-rupanya.

Pram memang luar biasa, mampu menceritakan lika-liku peristiwa yang terjadi di kampung halamannya dengan sangat cermat dan gamblang dalam sebuah novel Perburuan. Silakan yang belum baca bukunya bisa segera berburu di took-toko buku.


Karena dari buku apapun bentuknya kita bisa belajar tentang kearifan, kebijaksanaan, dan nilai-nilai kemanusiaan. Dari buku pula kita belajar tentang kesadaran, ketekunan, bahkan keberanian. Karena lembaran buku pada hakekatnya bukan hanya sekedar susunan kertas tanpa makna, dari buku terkandung jejak rekam sejarah peradaban umat manusia dari zaman ke zaman, yang kita bisa membukanya dari tempat duduk kita. Selamat membaca buku.

Senin, 11 Juni 2018

ISBAT Berbagi Kebahagiaan Dari Ujung Ke Ujung Kota Bangilan

ISBAT Berbagi Kebahagiaan Dari Ujung Ke Ujung Kota Bangilan
Oleh : Joyo Juwoto

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah yang telah memberikan kesempatan kepada kita semua, teman-teman komunitas ISBAT (Informasi Seputar Bangilan Tuban), untuk bisa berbagi kebahagiaan dari ujung ke ujung dalam program “Ketuk Pintu Bagi Sembako” untuk kaum dhuafa yang ada di desa-desa se-kecamatan Bangilan.

Acara “Ketuk Pintu” ISBAT ini dilaksanakan hari Minggu, tanggal 10 Juni 2018. Start acara jam 09.00 WIB, berangkat dari base camp ISBAT di rumah Pak Maskin dusun Pulut desa Bangilan. Ada sebanyak 115 paket sembako yang dibagikan dari ujung dusun Ngleri desa Sidotentrem hingga ke puncak dusun Tawun desa Kumpulrejo. Kegiatan ini nantinya diakhiri dengan buka bersama di rumah sahabat ISBAT, Mas Suliswanto. Untuk yang terakhir ini, kita semua dari ISBAT mengucapkan banyak terima kasih kepada keluarga Mas Suliswanto atas undangan buka bersama dengan menu andalan yang maknyus, sambel terongnya.


Walau kegiatan ini dilaksanakan saat puasa, dan cuacanya cukup panas, namun tidak mengurangi keguyuban dan kekompakan pengurus dan Sahabat ISBAT membagikan sembako. Dengan penuh semangat empat lima dan tetesan keringat yang membasahi badan, satu per satu paket sembako tersalurkan kepada yang berhak. Alhamdulillah, luar biasa.

Jalan berbelok dan berliku, naik turun lembah dan tanjakan, kerikil tajam dan debu-debu jalanan membuat kegiatan ini sangat seru, apalagi di desa-desa terpencil yang tidak semua jalannya beraspal, sungguh menjadi pengalaman yang luar biasa mengasyikkan bagi kami semua.

Banyak pengalaman fisik maupun ruhani yang membuat kita bergumam, Masya Allah, Subhanallah, Astagfirullah, melihat secara langsung dari dekat, sebagian saudara-saudara kita yang mungkin belum seberuntung kita, ada rasa kesyukuran-kesyukuran yang harus kita rayakan dengan lebih banyak berbagi kebahagiaan kepada mereka, walau mungkin hanya sekedar senyuman ringan.

“Progam “Ketuk Pintu” ISBAT dapat terlaksana dengan baik atas dukungan warga Bangilan dan orang-orang yang mempunyai empati dan kepedulian terhadap nasib dhuafa. Terima kasih Pak Maftuchin, Mbak Siti Rokhani, Mbak Erna Haliyanti S, Mbak Dwik Elviana yang telah melibatkan diri dalam acara ini.” demikian yang disampaikan oleh Pak Maskin, selaku kordinator kegiatan ISBAT.

“Selaku ketua ISBAT secara pribadi saya mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pengurus dan donatur sahabat ISBAT yang ikut serta menyukseskan program ISBAT peduli, semoga acara ini bisa rutin dilaksanakan sebulan sekali.” Begitu kata Pak Muin Bekam.

Bersyukurlah kita semua masih bisa menikmati keberkahan bulan yang mulia yaitu bulan ramadhan, boleh jadi ini adalah ramadhan kita untuk terakhir kalinya, bersyukurlah dengan rezeki yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita, rasa syukur ini bisa dengan lisan maupun perbuatan. Ucapan syukur alhamdulillah dan perbuatan berbagi kebahagiaan dengan cara menyedekahkan kepada orang-orang yang berhak adalah wujud kesyukuran atas berlimpahnya reseki yang dianugerahkan Tuhan kepada kita, mumpung kita masih di bulan pelipatgandaan amal kebaikan.


Bukalah gorden, jendela, dan pintu rumah Anda, untuk melihat di sekeliling kita, tetangga kita, tengoklah orang-orang yang mungkin tidak seberuntung kita. Ternyata masih banyak ornag-orang yang membutuhkan uluran tangan, rengkuhan dan dekapan kita. Mari berbagi senyum dan kebahagiaan kepada orang-orang yang membutuhkan, dengan cara mengunjungi mereka, menyapa mereka, dan berbagi sedikit rezeki yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita.

Rabu, 06 Juni 2018

ISBAT dan Pak Camat Dalam Majelis Bukber


ISBAT dan Pak Camat Dalam Majelis Bukber
Oleh : Joyo Juwoto

Selain sebagai bulan yang penuh keberkahan, bulan ramadan adalah bulan kebersamaan. Sekian banyak kegiatan kebaikan yang digelar di bulan ramadan, seperti bagi ta’jil bersama, buka bersama, santunan bersama, tarawih bersama, tilawah Al qur’an bersama, ta’lim bersama, dan masih banyak lagi kebersamaan yang dilaksanakan pada bulan ramadan. Tentu kebersamaan-kebersamaan dalam kebaikan ini sangat bagus dan banyak nilai positif yang bisa kita raih bersama.

Makan-makan memang menjadi aktivitas rutin setiap orang, namun dibalik aktivitas rutin ini bisa kita sematkan nilai –nilai lebih dari hanya sekedar makan-makan. Majelis bukber pada bulan ramadhan sangat lazim dilakukan oleh sekelompok komunitas, teman sejawat, teman kantor, dan kelompok sosialita lainnya. Jika kita menengok sekilas mungkin kita akan bergumam, Ah! acara kok makan-makan terus, apa tidak lebih baik dananya dipakai untuk membantu orang lain?, atau mungkin juga ada yang nyinyir sambil mencurigai “Makan-makan saja bisa, masak membantu ini dan itu kok tidak bisa.”

Ya, begitulah lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya, tiap orang punya kepala sama hitamnya namun isi dan pendapatnya tentu berbeda-beda. Wajar, dan itu sah-sah saja, asal masih dalam azas kepatutan dalam mengomentari kesibukan dan aktivitas orang lain. Nanti kalau dia capek kan ya berhenti sendiri tanpa ada yang menyuruh, orang capek kan butuh istirahat.  Lha wong, memang orang yang suka komentar ini itu, kebanyakan belum kenal dan belum tahu , sedang kita yang dikomentari anggap saja sebagai tukang keplok dan cheersleader saja. Mengasyikkan bukan?

Makan-makan, kumpul-kumpul memang menjadi agenda kegiatan ISBAT, tapi fokusnya sebenarnya bukan di acara makan-makannya, bukan di acara yang sekedar njagong kumpul-kumpul tanpa output yang jelas.  Ada agenda besar yang selalu digodog dan dimatangkan dalam sebuah ajang makan-makan dan kumpul-kumpul, dan terbukti dalam beberapa bulan ISBAT bersama masyarakat Bangilan sudah banyak bergerak dan berkhidmat bersama, mulai dari kegiatan ketuk pintu bagi sembako, donor darah, memberikan santunan kepada dhuafa, memperbaiki rumah manula, memberikan jatah makan bulanan manula, program bagi seribu ta’jil, dan berbagai program lain yang terus dikordinasikan melalui ajang makan-makan dan kumpul-kumpul ISBAT.

Alhamdulillah dengan semangat kebersamaan, saling mendukung dan saling menghargai, antara ISBAT dengan banyak pihak termasuk pihak Kecamatan, pihak pemerintah desa, dengan semangat sinergitas yang baik, ISBAT berusaha terus bergerak untuk masyarakat,  sesuai dengan slogan ISBAT yang berbunyi “Dari Desa Untuk Bangsa.” (dibaca dengan tangan mengepal dan ekspresi penuh semangat)

Waduh, saya ini sebenarnya ingin menulis keseruan majelis bukber ISBAT dan Pak Camat di moment ramadan, tapi kok ngelantur ke mana-mana. Ok, kembali fokus ke acara makan-makan, kemarin ketepatan dengan purna tugasnya Pak Camat di kec. Bangilan dan kepindahan beliau ke tempat tugas yang baru, kami keluarga ISBAT mengundang Pak Camat untuk berbuka puasa bersama. Bukan apa-apa, kami merasa Pak Camat seperti keluarga sendiri yang telah banyak memberikan dukungan dan support kepada kami, sehingga kami perlu merayakan kebersamaan antara ISBAT dan Pak Camat di sebuah majelis bukber.

Wah, masalah makan-makan dan menikmati berbagai macam masakan yang telah disiapkan oleh tuan rumah di base camp ISBAT, di rumahnya Pak Maskin Pulut Bangilan, sebenarnya lebih enak dinikmati kecapan lidah, daripada hanya sekedar ditulis panjang lebar dan bertele-tele. Jadi harap maklum akan kesulitan saya untuk menuliskannya, lebih baik segera undang team ISBAT untuk makan bersama Anda, semoga keberkahan selalu menaungi kita semua.

Jumat, 01 Juni 2018

ISBAT Gotong-Royong Bersama Warga Bangilan Bagi Ta’jil Ramadhan


ISBAT Gotong-Royong Bersama Warga Bangilan Bagi Ta’jil Ramadhan
Oleh : Joyo Juwoto

Tanggal 1 Juni tanggal yang keramat bagi bangsa Indonesia, ya, tanggal ini secara nasional diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. Pada tanggal ini pula komunitas Informasi Seputar Bangilan Tuban (ISBAT) mengadakan kegiatan berbagi 1.000 (seribu) ta’jil yang dipusatkan di jalan raya depan kantor Kecamatan Bangilan.

“Alhamdulillah kegiatan ISBAT bagi ta’jil sore ini mendapat dukungan penuh dari Bapak Camat, Kapolsek, dan juga Danramil” Kata Pak Mu’in, seorang guru di MI Mundri yang juga ketua ISBAT.

Lebih lanjut Pak Mu’in mengatakan bahwa ia dan seluruh anggota ISBAT sangat bersyukur bisa berbagi ta’jil bersama dengan warga Bangilan, hal ini tentu sangat sejalan dengan slogan ISBAT “Menjalin persaudaraan dan persatuan,” dan Slogan ISBAT “Dari desa untuk bangsa.” Dengan adanya kegiatan ini ISBAT berharap masyarakat Bangilan khususnya, dan bangsa Indonesia pada umumnya selalu menjaga persaudaraan dan persatuan bangsa diantara sesama.

Kegiatan ISBAT berbagi 1.000 ta’jil terselenggara dari semangat kegotong-royongan seluruh warga kecamatan Bangilan yang tersebar di 14 desa dari ujung barat sampai timur, dari ujung selatan sampai ujung utara wilayah kecamatan Bangilan, dan dari dukungan seluruh pemegang kebijakan di tingkat kecamatan hingga tingkat desa. Hampir seluruh kepala desa beserta pamongnya merespon positif apa yang dilakukan oleh ISBAT, karena pada dasarnya memang ISBAT hadir dari, oleh, dan untuk warga Bangilan secara keseluruhan.

Menurut Pak Maskin wakil ketua ISBAT yang juga kordinator kegiatan ISBAT berbagi 1.000 ta’jil, beliau memberikan doeble applaus terhadap antusias warga Bangilan dalam merespon kegiatan ISBAT. Pak Maskin juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Camat, Kapolsek, Koramil, kepada panitia, serta semua pihak yang telah membantu kelancaran kegiatan di sore itu.

“Target kita membagi 1.000 ta’jil, tapi ini di melebihi ekspektasi kita semua, ada sekitar 2.567 ta’jil yang kita bagi, ini berdasarkan data yang masuk dan dicatat oleh panitia. Kalau saumpama ada yang tidak kebagian, atau hanya dapat air saja, tentunya kami dari panitia mohon maaf yang sebesar-besarnya.” Ujar lelaki yang juga pegawai di Puskesmas Kec. Bangilan.

Menurut Pak Maskin, kegiatan berbagi ta’jil yang dilaksanakan pada tanggal 1 Juni sangatlah tepat, yaitu bertepatan dengan hari lahirnya Pancasila. Lebih lanjut beliau mengatakan, “Bahwa menurut Bung Karno, jika lima sila dari Pancasila diperas hasilnya adalah gotong-royong. Gotong royong sendiri adalah paham yang dinamis menggambarkan satu usaha, amal, pekerjaan, karya...” oleh karena itu kegiatan ISBAT diberi tema:

“Berbagi 1.000 Ta’jil Adalah Wujud Nyata Semangat Gotong-Royong Warga Bangilan, Mari Tumbuhkan Kembali Budaya Gotong-Royong”

Sesuai dengan slogan dan temanya, alhamdulillah kegiatan ISBAT berbagi 1.000 ta’jil bisa terlaksana dengan lancar dan sukses. Tentunya hal ini tidak terlepas dari kekompakan dan keguyupan warga Bangilan tanpa terkecuali. Salam santun dan kompak untuk Bangilan hebat, Bangilan bersaudara, Bangilan Istiqomah, Bangilan Istimewa, untuk menuju berlian Bangilan. Begitu yang sering diviralkan oleh Bapak Midun Riza Moh Maftuchin, Camat Bangilan.

Kali Kening Ngabuburead dan Bercengkrama Bersama Kerbau

Kali Kening Ngabuburead dan Bercengkrama Bersama Kerbau
Oleh : Joyo Juwoto

Sore itu (Kamis, 31 Mei 2018) Komunitas Kali Kening mengadakan kegiatan rutinan ngobrol buku di bulan puasa dengan tema Ngabuburead dan bercengkrama dengan kerbau. Kegiatan ini dilaksanakan di desa Kumpulrejo dusun Tawun Kec. Bangilan. Tepatnya di rumah saudara Suliswanto, salah seorang anggota Kali Kening yang tinggal di dusun Tawun desa Kumpulrejo.

Kami dari teman-teman Komunitas Kali Kening, harus mengucapkan banyak terima kasih kepada Mas Suliswanto dan keluarganya, keluarga yang penuh barakah dan cahaya kebahagiaan ini telah menerima kami dengan sangat grapyak sumanak di rumahnya.  Kami dijamu untuk ta’jil dan buka puasa dengan aneka masakan yang membuat kami susah berhenti makan. Maknyus sekali. Ada es buah, ada es kopyor, ada pisang goreng, tempe, tahu isi, yang gurih dengan ceplusan lombok yang membuat lidah ini minta lagi, lagi dan lagi. Belum lagi menu buka puasa yang membuat air liur ini mengalir seperti sumber air yang tak kering, nasi putih dengan asem-asem adalah menu yang sangat memanjakan lidah kami semua.

Ngabuburead yang cukup sempurna di pertengahan bulan puasa yang penuh keberkahan membawa berkah tersendiri bagi kami. Belum lagi kegiatan bercengkrama dengan kerbau di kandang yang berada di tepi hutan juga cukup mengasyikkan. Perjalanan di senja hari dengan semilir angin dari balik punggung gunung katong dengan pohon-pohon yang menjulang di tepian jalan bagaikan memberkati perjalanan kami. Belum lagi senyum dan sapa penduduk dengan segala keakrabannya serasa menyambut dan mengucapkan selamat datang di dusun Tawun.

Tawun adalah sebuah dusun yang jaraknya lumayan jauh dari kota kecamatan Bangilan, letaknya berada di sebelah utara dari peta wilayah yang juga menjadi daerah perbatasan kecamatan Bangilan dengan kecamatan dibagian utara, yaitu wilayah kecamatan Kerek. Dusun Tawun ini secara geografis relatif berada di tengah-tengah hutan.  Walau jalan menuju lokasi dusun Tawun sudah beraspal dan cukup bagus, karena memang hampir semua jalan raya di kabupaten Tuban sudah terakses dengan baik.

Kegiatan Ngabuburead yang dilaksanakan Komunitas Kali Kening kali ini tergolong unik dan menarik, selain mengadakan agenda literasi seperti biasanya, agenda kali ini juga menyertakan kegiatan out bond bercengkrama dengan kerbau. Bagi saya ini adalah terobosan yang luar biasa, selain memprofokasi untuk membaca dan menulis Kali Kening juga mengajak anggotanya untuk melek lingkungan dengan cara melihat binatang kerbau yang mungkin sudah jarang ditemui. Di wilayah Bangilan sendiri tidak semua desa penduduknya beternak kerbau, kalau sapi bisa dipastikan disemua desa yang ada di Bangilan pasti  memiliki.


Tentang beternak kerbau ada hal unik yang dilakukan oleh penduduk desa Tawun. Jika biasanya peternak ternak sapi, kambing dan kerbau membuat kandang di sekitar rumah, hal ini tidak berlaku bagi para peternak kerbau yang ada di duwun Tawun. Warga Tawun yang memiliki kerbau membuat kandang di tepi-tepi hutan yan jauh dari perumahan penduduk. Kerbau-kerbau itu hanya dibuatkan kandang berupa kalangan terbuka tanpa atap yang hanya di pagari bambu ala kadarnya. Dan yang ajaib kerbau itu setelah pagi hingga sore hari digembalakan di dalam hutan, kerbau dikandangkan kemudian ditinggal pulang oleh pemiliknya tanpa dijaga.

Mendengar cerita itu dari Mas Suliswanto saya kaget, “Lho apakah tidak takut kerbaunya dicuri orang? tanya saya. Eh, ternyata hal demikian itu sudah biasa dilakukan oleh warga, dan nyatanya dari zaman dahulu hingga sekarang tradisi membiarkan kerbau di tepi hutan tanpa penjaga adalah hal yang lumrah dan biasa. Memang hal yang sedemikian sudah menjadi tradisi yang turun temurun di tengah masyarakat dusun Tawun dan sekitarnya. Adat tradisi yang luar biasa, kearifan lokal yang sedemikian yang telah mengakar  dalam perilaku masyarakat perlu diketahui dijaga dan dilestarikan oleh generasi selanjutnya. Dan tentunya perilaku baik dari masyarakat Tawun ini bisa menjadi contoh dan inspirasi bagi masyarakat Indonesia di manapun berada.

Saya cukup gembira dengan kegiatan sore kemarin, dan tentunya teman-teman Kali Kening juga, melihat kerbau dari dekat adalah hal yang membahagiakan, apalagi saya sempat berusaha menaklukkan kerbau untuk saya naiki punggungnya. Saya jadi teringat sosok Joko Tingkir yang dengan gagah berani menaklukkan kerbau yang sedang mengamuk kesetanan, wah, saya sebenarnya juga sempat ngeri jika membayangkan kerbau yang akan saya naiki mengamuk. Apalagi tanduk kerbaunya cukup besar dan runcing.

Tidak mudah ternyata baru ketemu dan baru kenal dengan kerbau lalu dengan enaknya kita menaiki punggungnya. Saya harus cukup sabar melakukan pendekatan dengan cara mengelusnya perlahan, kemudian saya mencoba berkali-kali untuk menaiki kerbau itu, walau agak susah namun woww!!! akhirnya saya bisa juga berada di punggung banteng jinak, walau hanya beberapa menit saja, ya beberapa menit, karena kemudian saya dilempar dari punggungnya, walau hitungan menit tapi hal ini cukup membuat saya bahagia.

Dalam hitungan menit di punggung kerbau saya berfikir, saumpama naik kerbau dijadikan sebuah festival dan rangkaian rekreasi kayaknya bagus dan unik. Kegiatan ini bisa dilaksanakan satu tahun sekali bersamaan dengan kegiatan bersih desa. Kerbau-kerbau yang akan dinaiki tentu harus kerbau yang sudah terlatih dan biasa ditunggangi biar mereka tidak menyusahkan penumpang, dan saya kira ini bisa. Jika kerbau biasa dinaiki saya rasa kerbau itu cukup jinak dan menyenangkan, sayangnya sekarang ini sudah jarang sekali kerbau yang dinaiki jadi ketika mereka dinaiki mereka kaget dan menyangka kita mengganggu kenyamanannya.

Wah, bagus tidak ya kira-kira destinasi wisata naik kerbau? Jika ada saya tentu akan meluangkan waktu untuk berwisata dengan naik kerbau di pedalaman Tawun. Sungguh mengasyikkan kayaknya. Ayo teman-teman adakah yang mau berwisata naik kerbau? Tawun mungkin bisa mewujudkan impian ini. Sangat menyenangkan sekali rasanya.