Sabtu, 30 September 2017

Menggapai Khusyu’ Dalam Shalat

google.com
Menggapai Khusyu’ Dalam Shalat
Oleh : Joyo Juwoto

Shalat adalah salah satu cara seorang hamba menyapa Tuhannya, seseorang tidak akan bisa menyapa Tuhan dengan penuh kekhusyukan dan ketawadhuan, sebelum hamba tersebut benar-benar mengenal Tuhannya dengan baik. Dan seseorang tidak akan sampai pada maqam mengenal Tuhan jika ia belum mengenal dan memahami dirinya sendiri.

Ada istilah tak kenal maka tak cinta, begitu pula dalam ibadah shalat, jika seorang hamba belum mengenali Tuhannya mustahil ia bisa menyapa Tuhan dalam shalatnya. Sehingga dalam shalat tidak didapati rasa kenikmatan, ketenangan dan keintiman. Hamba yang kehilangan makna dan hakekat shalat akan menjadikan shalat hanya sebagai penggugur kewajiban saja, shalat sambil lalu, tanpa sampai pada maqam hakekat dari ibadah shalat.

Seorang hamba yang merasakan cinta, tentu akan merasa butuh dan ingin selalu bertemu dengan yang dicintainya.  Begitu juga perumpamaan jika kita mencintai Tuhan dan butuh akan kehadiran-Nya. Perasaan cinta dan merasa butuh inilah yang akan menjadi sebuah energi untuk mendekatkan diri seorang hamba kepada Tuhannya. Karena tak ada kedekatan dan keintiman melebihi perasaan jatuh cinta.

Ibadah shalat ini adalah ibadah yang paling utama, ibadah yang menjadi barometer amal ibadah lain diterima atau tidak. Ibadah yang besok pertama kalinya dihisap di hari kiamat. Ibadah shalat adalah salah satu medium pertemuan sakral antara makhluk dengan Sang Khaliq. Dalam shalat yang khusyu’ seorang hamba akan mampu menghadirkan eksistensi ilahiyyah ke tempat di mana ia bersujud.

Jika Rasulullah Saw bertemu Tuhan di sidratil muntaha dengan cara di isra’ dan dimi’rajkan, maka seorang hamba yang beriman bisa menemui Tuhannya dengan cara menjalankan shalat. Rasulullah Saw, menyabdakan bahwasanya ibadah shalat adalah mi’rajnya seorang hamba yang beriman kehadirat Tuhannya.

Sungguh beruntung sekali orang-orang yang bisa menjalankan shalat dengan khuyu’, karena ukuran keimanan seseorang terletak sampai seberapa ia bisa khusyu’ dalam menjalankan shalat. Dalam Al Qur’an Allah Swt, berfirman yang artinya :

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya.” (Al Mu’min  ayat 1-2)

Ibadah shalat bukan hanya sekedar aktifitas fiqhiyyah semata, bisa saja secara hukum fiqih shalat seseorang sah, namun amalan shalatnya tidak mampu mewarnai kehidupannya sehari-hari. Shalat hanya sekedar rutinitas tanpa makna. Hal ini karena shalat yang dikerjakan hanya sebagai peristiwa biologis semata, tanpa menyertakan amal batiniyyah, tanpa menyertakan kekhusyukan.

Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw. bersabda : “Barang siapa yang hatinya belum bisa khusyu’, maka shalatnya dikembalikan (ditolak).

Oleh karena itu selain menetapi rukun dan syarat sahnya shalat, seorang hamba perlu menghadirkan rasa khusyu’ dalam shalatnya sehingga ia merasakan cahaya ketuhanan merasuk memenuhi rongga jiwanya. Setelah cahaya ketuhanan masuk, menembus hijab hamba dengan Tuhannya maka cahaya itu akan menjelma menjadi rahmatan lil ‘alamin yang terpancar memenuhi lingkungan sosial dan semesta.

Semoga kita termasuk orang-orang yang mampu menyempurnakan shalat dengan kekhusyukan dan ketawadhuan di hadapan Tuhan.



*Joyo Juwoto, Santri Pondok Pesantren ASSALAM Bangilan Tuban. Diantara buku yang ditulisnya adalah: Jejak Sang Rasul (2016); Secercah Cahaya Hikmah (2016), Dalang Kentrung Terakhir (2017,) dan menulis beberapa buku antologi bersama Sahabat Pena Nusantara dan beberapa komunitas literasi lainnya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar