Student
Hidjo-nya Mas Marco
Oleh
: Joyo Juwoto*
Student
Hidjo adalah sebuah novel yang ditulis sekitar tahun 1918 oleh Mas Marco Kartodikromo.
Walau terbilang lawas namun ide dari cerita Mas Masco ini kekinian banget.
Membahas mengenai penindasan yang dilakukan oleh suatu kelompok manusia yang
merasa lebih tinggi derajadnya dari manusia lainnya. Selain itu Mas Marco juga
mengisahkan tentang kehidupan pola kehidupan muda-mudi saat itu yang ternyata
juga tidak jauh-jauh dari kehidupan muda-mudi era sekarang.
Walau
sebuah novel, namun saya curiga bahwa sebenarnya yang ditulis oleh Mas Marco
bukanlah kisah fiksi semata, namun hal itu adalah sebuah kejadian yang benar-benar
dialami oleh seseorang atau siapapun yang akhirnya ditulis oleh Mas Marco. Hal
ini terlihat dari cara bercerita Mas Marco yang begitu lancar, jelas, runtut,
dan bahkan seperti mengisahkan ceritanya sendiri.
Memang
sebuah cerita fiksi bukan datang dari lembar kosong kehidupan, sebuah karya
fiksi tentu tetap berpijak pada realitas yang dibaca oleh seorang penulis.
Bahkan sebenarnya cerita fiksi adalah fakta yang disembunyikan. Karena dengan
menulis fiksi sebenarnya penulis sedang bermain-main di ruang yang imaji untuk
mengolah sebuah hal yang faktual menjadi sebuah karya imajiner.
Begitulah
kuasa penulis, dia mau membuat cerita fakta menjadi sebuah cerita fiksi atau
bahkan fiksi difaktakan adalah haknya. Dan saya sama sekali tidak
mempermasalahkan apa yang dilakukan oleh mereka para penulis. Yang terpenting
dari sebuah tulisan adalah ada hal yang tertinggal di hati pembaca, untuk
direnungi dan diambil manfaat dari sebuah karya tulis.
Mas
Marco dengan tokoh seorang anak pedagang sukses yang bernama Hidjo, mampu
menceritakan dengan baik kondisi masyarakat kala itu, yaitu pertentangan kelas
di tengah masyarakat. Dengan membaca karya dari Mas Marco, Saya berfikir bahwa
Mas Marco seperti bukan hidup di tahun 1918, namun di zaman sekarang ini.
Karena apa yang diceritakannya tidak seperti yang saya bayangkan di kala itu.
Mungkin
karema Mas Marco sendiri adalah dari kalangan priyayi, sehingga apa yang
ditulisnya menggambarkan kehidupan priyayi Jawa yang hidup dengan penuh
kemewahan. Saya tadinya menyangka Mas Marco akan menulis kondisi masyarakat Jawa
yang teraniaya dan menderita akibat dari penjajahan Belanda. Namun saya salah,
ternyata Mas Marco menceritakan kehidupan anak-anak priyayi yang hidup penuh kesenangan
dengan plesiran ke tempat-tempat hiburan.
Selain
itu Mas Marco juga menceritakan tentang studi Hidjo ke negeri Belanda yang
akhirnya membuka pengetahuan Hidjo akan kenyataan-kenyataan yang ia hadapi di
sana. Ternyata di manapun kehidupan adalah sama, ada yang menjadi majikan,
jongos, orang baik dan buruk. Sangat sendiri saat membaca juga tertawa saat Mas
Marco menulis “Hidjo menikmati sedikit “hiburan” ketika dirinya memerintah
orang-orang Belanda di hotel, restoran, atau rumah kosnya. Di mana, hal ini
mustahil dilakukan di Hindia Belanda.”
Latar
belakang kisah dari Student Hidjo adalah kota Solo yang ternyata saat itu sudah
sangat ramai. Bahkan di situ Mas Marco memotret pergerakan Nasional yang
dipelopori oleh Syarikat Islam (SI). Dalam konggresnya saat itu SI mampu
menghadirkan massa lebih dari tiga puluh ribu orang, suatu prestasi yang sangat
luar biasa tentunya yang dilakukan oleh tokoh-tokoh SI, padahal saat itu segala
pergerakan sedang dipantau oleh kolonial Belanda tentunya.
Apapun
itu, apa yang ditulis Mas Marco Katodikromo sangat baik dan menyenangkan. Saya mungkin
memang telat membacanya, namun saya suka dengan novel ini.
*Joyo Juwoto, Pegiat Sastra Kali Kening
Jadi ingin baca novelnya, sembari belajar sejarah tempo dulu mbah joyo.
BalasHapusDitulis sekitar tahun 1918? Lama banget ya, mbah. Tapi sepertinya meski karya lama patut untuk dibaca. Selain menambah wawasan, juga dapat dijadikan referensi untuk membuat membuat tulisan di saat ini.
BalasHapusSudah lama rasanya nggak baca karya sastra. Apalagi yang klasik.
BalasHapusAda banyak kisah yang sejatinya adalah realita yang dialami penulisnya. Entah sepersekian bagian dalam sebuah novel. Dan itu bisa membuat sebuah karya seolah memiliki nyawa. Enak dibaca.