Musim
Penghujan Di Rumah Nenek
Oleh
: Joyo Juwoto
Bulan
Desember adalah libur awal semester pertama. Naila yang saat ini duduk di
bangku sekolah Ibtidayiyah kelas satu juga libur. Bulan Desember oleh orang Jawa disebut
sebagai gedhe-gedhene sumber itu terasa dingin dan basah. Maklum hampir
setiap hari hujan turun membasahi langit bulan Desember.
Mendung
selalu menggantung dan menghiasi langit sepanjang waktu, kilat dan guntur menyambar
bersautan, sebentar-bentar rintik hujan turun, sehingga alam tampak kelabu.
Hawa dingin sangat terasa, apalagi jika angin bertiup kencang menerbangkan
udara yang bercampur dengan uap air.
Di
awal liburan itu, Naila pergi berlibur di rumah neneknya yang ada di kampung.
Ia menginap di sana untuk beberapa hari. Di rumah neneknya inilah Naila biasa
bermain dengan temennya, Agis, Windi, dan Indah. Tidak ketinggalan Nafa adiknya
Naila juga ikut menikmati liburan di kampung sang Nenek.
Pagi-pagi
sekali Naila dan teman-temannya bangun, setelah menjalanankan sholat shubuh di
langgar dekat rumah nenek, Naila dan temen-temennya berencana bermain
masak-masakan di pekarangan belakang rumah. Namun sayang sekali pagi itu hujan
turun dengan derasnya.
“Ya!
gak jadi bermain donk kita! hujannya deras sekali Nel? kata Agis sambil
menutupi tubuhnya dari udara dingin.
“Iya,
semoga hujannya segera reda, ya Gis? Sambung Windi yang duduk bersebelahan
dengan Agis.
“Sepagi
ini sudah hujan, kalau nanti bermain pasar-pasaran kan becek tanahnya, gak asik deh! Seru
Naila.
Nafa
hanya terdiam, dia sibuk bermain air hujan yang menetes dari tritisan di emperan
rumah neneknya. Tangannya sibuk mewadahi air yang jatuh dari atas genteng
rumah.
“Kita
main hujan-hujanan saja yuk! Kata Nafa sambil terus bermain air hujan.
“Gak
mau ah, dingin” Seru Windi.
“Tapi
kan asik, bermain air, lihat ini” balas Nafa sambil terus menadongi air dengan
kedua telapak tangannya. Sesekali ia mengibaskan tangannya menghalau air yang
deras mengalir dari atas genting.
“Iya
Win, ayo kita main hujan-hujanan di belakang rumah, nanti kita main slurutan di
tebing sungai” Ajak Agis penuh semangat.
Agis
memang paling suka bermain slurutan di tanah yang berlumpur, ia suka melihat
para peselancar di televisi, dan ia ingin bermaian selancar seperti itu. “Bagaimana
Nel, ayuk kita bermain lumpur di tepi sungai! Ajak Agis.
“Aku
sich ok saja, yang penting kita heppy walau hujan turun di pagi hari” Jawab
Naila.
“Ayo!
Siapp” Kata keempat anak tersebut hampir bersamaan penuh semangat.
Windi
yang tadinya ogah-ogahan pun akhirnya ikut bersemangat bermain selancar di atas
lumpur di tebing sungai di belakang rumah nenek Naila.
Hujan
belum reda, keempat anak itu segera beranjak ke belakang rumah. Seperti tidak
merasakan dinginnya pagi, di bawah guyuran hujan yang deras mereka bermain dengan
ceria. Berlari, berjatuhan di tanah, saling melempar tanah basah, hingga tubuh
mereka belepotan lumpur, mereka juga bermain slurutan di tebing sungai, setelah
puas mereka pun membersihkan diri di sungai kemudian pulang ke rumah nenek
dengan wajah senang.
Kata katanya mengingatkan baca cerpen waktu SMA dulu. Mbah Joyo emang sip karya tulisnya. Salam&salim mbah.
BalasHapus