Rendah
Hati dan Tawadhu’
Oleh
: Joyo Juwoto
لكلِّ عالمٍ هفوةٌ
“Setiap orang yang berilmu pasti memiliki kesalahan”
Kalimat
hikmah di atas adalah perkataan dari Imam Asy-Syafi’i, salah seorang dari imam arba’ah yang banyak diikuti
oleh umat Islam. Beliau memang bukan seorang yang bergelar doktor, profesor,
dan sederet gelar akademik lainnya, namun siapa yang berani mengatakan beliau
bukan seorang yang alim ? tentu tidak akan ada yang berani bilang seperti itu.
Walau demikian, Imam Syafi’i dan imam-imam yang lain adalah seorang yang rendah
hati serta tawadhu’.
Betapa
indah dan menyejukkannya kata-kata beliau “Setiap orang yang berilmu pasti
memiliki kesalahan”. Walau ilmu dan kealiman beliau tak akan tertandingi
sampai hari ini, namun itulah yang keluar dari lisan beliau yang mulia, hanya
sumber yang jernih saja yang akan mengeluarkan air jernih pula.
Betapa
para Imam-imam madzhab yang menjadi panutan umat itu sangat luar biasa, mereka
tidak pernah mengklaim kebenaran mereka sendiri, dengan penuh rendah hati dan
tawadhu’ jika mereka menghadapi perbedaan mereka akan bilang “Pendapatku benar,
tapi bisa jadi salah. Dan pendapat selain ku itu salah, tapi bisa jadi benar”.
Kalimat-kalimat
para Imam Madzhab di atas adalah sebagai bentuk penegasan bahwa tidak ada yang
ma’sum di dunia ini kecuali Nabi Muhammad saw, siapapun dia masih ada peluang
salah dan benar. Karena seperti pepatah tidak ada gading yang tidak retak,
sebaik apapun, sesempurna bagaimanapun, setinggi dan sepandai apapun ilmu
seseorang tentu ia masih punya kekurangan, maka hendaknya manusia selalu
bersikap rendah hati dan tawadhu’.
Sudah
seharusnya memang seorang yang alim berendah hati dan tawadhu’ kepada siapapun,
karena seorang alim adalah contoh dan panutan umat.
Abu
Yazid berkata : “Selagi seorang hamba masih mengira bahwa diantara makhluk
masih ada orang yang lebih buruk darinya maka ia adalah orang yang sombong.”
Dikatakan kepadanya : Lalu kapan ia menjadi orang yang tawadhu’ ? Abu Yazid
menjawab : “Apabila tidak memandang adanya kedudukan dan hal bagi dirinya.”
Betapa
luar bisa sikap rendah hati dan tawadhu’ yang dicontohkan oleh para ulama-ulama
zaman dahulu. Mereka tidak pernah merendahkan siapapun itu, lebih
lebih-merendahkan umat Islam saudara seiman dan seaqidahnya sendiri. Bukankah
di dalam al Qur’an umat Islam disuruh berendah diri dengan sesama saudaranya ?
Dalam Al
Qur’an Allah swt berfirman :
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِيْن َ
Artinya : “Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang
beriman.” (Al Hijr : 88)
Sangat
disayangkan ketika seorang yang dikenal sebagai cendikiawan muslim merendahkan
saudaranya sesama muslim hanya karena beda faham dan pandangan. Dalam sebuah
status di media sosialnya beliau yang terhormat ini menyatakan :
“Kalau
ingin lihat bukti sabda Nabi umat Islam kualitasnya spt buih seolah byk tapi
tdk berkualitas lihat kerumunan di Monas hari ini”
Lihatlah
betapa menyedihkannya kadar intelektual kita jika kita tidak bisa berendah diri
dan tawadhu’ kepada sesama, dengan kepandaiannya beliau ini mengutip sebuah
hadits Nabi kemudian dipakai mengklaim dan menuduh sedemikian rupa. Tapi sekali
lagi sebagaimana yang diucapkan oleh Imam Syafi’i “Setiap orang yang berilmu
pasti memiliki kesalahan”.
Mari
kita sadari bersama bahwa sehebat apapun ilmu seseorang dan sebanyak gelar
apapun yang dimiliki dan disandang seseorang, tentu ia tetaplah manusia biasa
yang tidak luput dari kesalahan. Mari berinstropeksi diri, dan tidak saling
menyalahkan.
Cukup
indah sebuah tulisan yang saya kutip dari seorang penulis ternama Ustadz Didi
Junaedi, beliau berkata : “Orang yang gemar menista orang lain atau apa pun,
sesungguhnya menunjukkan betapa nistanya dia, Karena orang mulia selalu
memuliakan sesama dan apa pun yang layak dimuliakan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar