Cermin
Buat Ani
Oleh
: Joyojuwoto
Dia
seorang gadis umur tujuh belasan, wajahnya konon terlihat cantik, hidungnya
mancung seperti Cleopatra, bibirnya seksi indah menawan, kedua pipinya
proporsional karena terbentuk dari susunan kulit dan daging yang seimbang kiri dan
kanannya, dan juga perpaduan tulang geraham yang kedua sisinya simetris dan matematis,
sudutnya jelas dan beraturan. Tiada aib dan cela pada wajah gadis itu. Itu yang
ada dalam benak dan pikiran sang gadis, Ia membayangkan dirinya adalah Putri
Salju, atau kadang juga Cinderela. Atau bahkan ia merasa dirinya adalah
bidadari Tuhan yang dikirim ke langit dunia. Begitu yang selalu Ani katakan
kepada teman-temannya.
“Apa
mungkin bidadari Tuhan hidup dan tinggal di bumi Ani?
“Jika
Tuhan menghendaki, apa yang tidak sich di dunia ini, semua serba mungkin, tidak
ada hal yang mustahil bagi Tuhan” jawabnya sambil tersenyum.
“Bukankah
dulu Jaka Tarub berhasil mengintip bidadari yang sedang mandi di sendang ini,
Sari ? lanjut Ani sambil memainkan kedua kakinya di air sendang Jaka Tarub yang
jernih dan dingin itu.
Dua
gadis itu sedang duduk-duduk di atas sebongkah batu yang ada di sendang Jaka
Tarub kaki-kaki mereka bergerak ritmis
mengoyak air sendang sehingga bayangan di dalam air pecah berserakan ke tepian
sendang. Siang yang panas membuat mereka menikmati kesejukan alam yang berada
di dekat jalan raya Plumpang-Tuban. Angin semilir sepoi-sepoi meniup pucuk
ubun-ubun daun, pohon-pohon besar nan lebat serta menjulang tinggi melingkupi
sendang yang ada dalam dunia dongeng.
Bagi
Ani dunia adalah apa yang dipikirkan, apa yang ada dalam kepalanya, tanpa itu
semua sebenarnya tidak pernah ada. Bukankah seorang failusuf berkata “Dengan
berfikir maka kamu ada” jika tesisnya itu, maka antitesanya apa yang tidak ada
dalam pikiran itu sebenarnya tidak pernah ada.
Di
rumahnya atau di mana saja ia menghindari satu benda yang bernama cermin.
Baginya cermin adalah benda yang tidak berguna. Ia tidak pernah menyimpan
cermin itu dalam sudut kepalanya. Perabot-perabot di rumahnya juga tidak ada
yang memakai cermin, almari, buffet, jendela, tidak ada yang berfungsi sebagai
cermin. Jika ada kaca di rumahnya pasti itu kaca tembus pandang yang tidak
memantulkan kembali objek yang ada di depannya.
Gadis
itu kepercayaan dirinya sangat tinggi, ia memang tidak mau bercermin karena
khawatir kecantikan yang ada dalam pikirannya luntur oleh cermin. Jika ia telah
berfikir bahwa dirinya tidak cantik, maka tamatlah riwayat kecantikannya,
karena baginya kecantikan itu apa yang ada di dalam pikiran. Atau kalau tidak
begitu ia merasa ada orang lain yang lebih cantik dari dirinya, minimal wajah
yang ada di dalam cermin itu. Dia memang lebih sering dibuat bingung oleh satu
benda yang bernama cermin.
Sebenarnya
tidak ada yang salah dengan wajah Ani, lazimnya gadis-gadis seumurannya, namun
sayang karena kenarsisannya yang melewati garis demarkasi, justru membuatnya
dijauhi oleh teman-temannya. Baik itu sesama kaum hawa, lebih-lebih kaum adam.
Karena Ani terlalu dalam menempatkan wajahnya di depan teman-temannya. Ia tidak
pernah menyadari bahwa kecantikan wajah bukan segala-galanya, namun justru itu
yang dibuat segala-galanya olehnya.
Hanya
Sari teman satu-satunya yang berusaha memahami watak dan karakter dari temannya
itu. Sari berusaha menyenangkan hati temannya itu dengan berusaha mengiyakan
apa yang ada dalam kepala Ani. Walau ia sebenarnya juga tahu itu tidak baik
buat perkembangan Ani ke depan, lalu apa boleh buat kalau memang kehendak Ani
demikian, Sari tidak ingin menyakiti hati sahabat karibnya.
“Ani,
kenapa engkau membenci cermin ? bukankah ia adalah barang yang jujur kepada
kita, cermin akan memberitahukan dan menampakkan apa yang ada di wajah kita,
tidak lebih dan tidak kurang”.
“Bagaimanapun
juga kecantikanmu tidak akan berkurang dengan adanya cermin Ani, jadi kamu
tidak perlu takut yang namanya cermin bukan ? lanjut Sari
“Ah
Sari ! buat apa cermin, tanpa cermin pun wajahku sudah cantik, imut, dan
nggemesin kan ? jadi aku tidak membutuhkan barang itu Sari. Jawab Ani sekenanya.
“Betul
Ani, kamu sudah cantik, tapi cermin bukan hanya sekedar memantulkan wajah
cantik kita, namun lebih dari itu ia akan menunjukkan juga
kemungkinan-kemungkinan yang kita sendiri tidak menyukainya, seperti jerawat,
flek, ataupun yang lainnya. Dengan cermin kita bisa bercermin akan kekurangan
diri kita itu, kemudian kita bisa berbenah diri. Sungguh mulia kan fungsi
sebuah cermin Ani ?
“Jadi
jangan sampai karena wajah kita kurang cantik di cermin, kita marah dan benci
sama cermin. Jangan buruk muka cermin dibelah, Karena pada hakekatnya cermin
adalah diri kita sendiri Ani.
Mumpung
udara sedang sejuk-sejuknya, dan angin berhembus sepoi-sepoi, di bawah pohon
rindang di tepi sendang yang airnya jernih adalah pilihan yang sangat tepat.
Perlahan dan tanpa sadar ritmis kaki kedua gadis itu berhenti, perlahan dengan
penuh kesadaran semesta, kejernihan air sendang itu perlahan memantulkan wajah
cantik dua gadis yang sedang duduk di atas batu di tepi sendang. Air sendang
yang jernih adalah cermin yang baik bagi kedua gadis itu, keduanya tersenyum
manis, kemudian derai tawa mereka memecahkan kesunyian sendang di alam legenda
seperti tawa para bidadari yang sedang mandi di dimensi waktu ketika Jaka Tarub
mengintip makhluk dari kayangan.
Di
balik semak, seorang pemuda sedang mengintip dua gadis cantik yang dianggapnya
bidadari, namun sayang mereka berdua tidak sedang mandi. Sayup-sayup terdengar
syair berdendang dari arah langit kayangan “Berkacalah pada air telaga
karena ia lebih jujur dari kita, jangan mengaku Harimau kalau
bayang-bayang seekor kambing hutan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar