Google.com |
Garuda
Yaksa Vs Diradameta
Oleh
: Joyojuwoto
Dalam
sebuah peperangan di dunia pewayangan terdapat banyak strategi yang dipakai,
khususnya dalam kisah perang Baratayudha antara pasukan Pandawa vs Kurawa.
Strategi dan manajemen dalam peperangan tentu sangat diperlukan guna
mengendalikan, menata, mengkoordinir, dan melakukan manuver untuk menyerang dan
mengalahkan lawan. Sebuah pertandingan sepakbola ibarat pertarungan tanpa darah di lapangan rumput, hal ini tentu
juga memerlukan sebuah hitung-hitungan dan strategi yang matang untuk membekuk
dan menaklukkan lawan mainnya.
Mendukung
dan menjagokan satu tim yang senegara
dengan kita serta memprediksi hasil dari pertandingan adalah hal yang lumrah
dilakukan. Akan selalu ada permainan tebak-tebakan skor sebelum pertandingan
berlangsung. Tentu dengan penuh rasa nasionalisme yang tinggi para penonton
dari negara masing-masing akan membela dan mendoakan timnya agar bisa keluar
sebagai jawara. Berbagai kostum dan atribut akan dipakai sebagai simbol
dukungan terhadap timnas masing-masing.
Saya
bukanlah penikmat bola apalagi seorang gibol, saya juga bukan orang yang paham
tiap inci dari si kulit bundar yang diperebutkan oleh 22 orang di rentang waktu
90 menitan. Saat pertandingan final piala AFF 2016 antara timnas Indonesia
melawan timnas Thailand kemarin saya ikut merasakan aura pertempuran maha
dahsyat dari kedua belah pihak. Pertempuran itu tidak hanya terjadi di lapangan
Kurusetra Raja Mangala, namun juga di tribun-tribun penonton hingga di jarak
yang tidak tercapai oleh benang layang-layang anak tetangga saya di kampung.
Berbicara
masalah pertandingan tentu para penikmat bola dan dan para gibol sangat paham
dengan strategi yang diterapkan oleh masing-masing dari pelatih. Walau strategi
dan formasi pertandingan juga tidak menjamin sebuah kemenangan, namun paling
tidak formasi itu bisa menjadi semacam daya dobrak dan taktik serta improvisasi
pertandingan untuk menundukkan lawan main. Dalam sebuah pertandingan bola
memang susah diprediksi kalau tidak boleh dikatakan tidak mungkin. Sebuah tim
yang memegang kendali lapangan belum tentu akan memenangi pertandingan, karena
memetik goal adalah hal yang paling penting dari sebuah pertandingan bola.
Menari sekali pernyataan pelatih bola senior Mourinho yang mengatakan : “Sepakbola
itu tentang hasil akhir, bukan bermain cantik” begitu tulisan di WA Kang
Rozaq seorang gibol yang tadi malam saya temani nobar final AFF 2016.
Kemenangan
Pasukan Gajah Putih melawan Pasukan Garuda Merah Putih saat final kemarin tidak
terlepas dari gaya serta strategi yang dimainkan oleh kedua belah tim. Walau
secara bekal Indonesia telah menang satu langkah lebih dahulu dari Thailand
saat Garuda main di sarangnya sendiri dan berhasil memetik dua goal atas
Thailand, namun hal itu ternyata belum menjadi jaminan kemenangan Garuda di
laga final. Karena jika di kandang Gajah timnas Indonesia terpaut dua goal maka
dipastikan akan kalah da cukup puas menjadi runner up.
Secara
historis otak-atik sebenarnya para pendukung timnas cukup yakin Garuda mampu
melibas sang Gajah, hal ini didasari bahwa dulu saat kelahiran Nabi Muhammad
saw di bulan ini (Rabiul awwal), ada serombongan pasukan Gajah yang akan
menyerang Ka’bah. Atas ijin Allah pasukan Gajah yang dipimpin oleh Abrahah itu
dilumat habis oleh burung Ababil yang membawa kerikil-kerikil dari neraka. Seperti
jerami kering yang dilalap si jago merah, habis dan musnahlah pasukan gajah
yang perkasa itu.
Ilustrasi
ini menjadi semangat dan motivasi Garuda akan mampu meredam permainan Gajah
Putih, namun di lapangan ternyata lain ceritanya. Thailand mulai awal pertandingan
telah menerapkan strategi menyerang dengan amukan Gajah yang nggegirisi.
Serangan demi serangan dibangun dengan sangat mantap hingga membuat sarang
Garuda kebobolan.
Menurut
saya timnas Thailand memakai strategi Diradameta, yaitu serangan Gajah
mengamuk, sesuai dengan julukannya sebagai negeri Gajah Putih. Sedang timnas
kebanggaan kita, Garuda Merah Putih menggelar pasukan dengan formasi Garuda
Yaksa, atau gelar Garuda Nglayang. Namun sayang kekuatan paruh serta sepasang
cakar garuda yang menjadi kunci kekuatannya tidak berfungsi dengan baik,
sehingga dengan mudahnya Sang Garuda ini ditaklukkan. Hal ini tidak terlepas
dari absennya Andik yang menjadi andalan timnas.
Menurut
pakar sepakbola yang juga mantan pemain timnas Bangilan Mas Rohmat Sholihin :
“Kehebatan dan keberhasilan timnas Thailand atas Indonesia terletak pada gaya
permainannya yang begitu bebas, seperti sejarah negaranya yang tidak pernah
terjajah”. Secara psikologis memang Thailand unggul, karena berada di
kandangnya sendiri, mereka tentu lebih menguasai medan, dan akrab dengan
temperatur, iklim, udara, dan tanah-tanahnya, dibanding Garuda yang bertandang
di padang rumput Raja Mangala.
Namun apapun hasilnya perjuangan dari tim Garuda
Merah Putih layak diacungi jempol dan mendapatkan apresiasi. Walau mereka
akhirnya harus kalah dan pulang tanpa membawa trofi juara. Karena dalam sebuah
kompetisi kalah menang adalah hal yang biasa, dan timnas Indonesia, Sang Garuda
Merah Putih telah memberikan hal terbaik yang mereka bisa. Salam Olahraga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar