Oleh: Joyo Juwoto
"Satu Hati Tolak Korupsi"
"Perangi tindakannya tanpa memusuhi orangnya, sadarkan dengan kekuatan kata-kata".
Begitu slogan yang diusung dalam Roadshow #60 Puisi Menolak Korupsi (PMK) yang diadakan di Kota Tuban, pada hari Sabtu, tanggal 25 Februari 2023.
Ada dua agenda kegiatan dalam Roadshow PMK ke 60 ini, pagi hari digelar sarasehan kebangsaan satu hati tolak korupsi yang diadakan di Pondok Pesantren Ash-Shomadiyah Makam Agung Tuban, dan malam harinya digelar pembacaan puisi menolak korupsi yang didatangi penyair-penyair dari berbagai daerah, seperti Bojonegoro, Nganjuk, Lamongan, Surabaya, Pasuruan, Malang, Madura, Pati, Kudus, Jepara, Wonogiri, Purwokerto da dari Tuban sendiri tentunya.
Meminjam istilah bahasa dari Mas Agus Sighro, seorang penyair dari Bojonegoro, bahwa para penyair dari berbagai daerah dengan maksud dan tujuan yang sama, dengan ideologi yang sama juga yaitu ideologi menolak korupsi akan Nggedrug Bumi Tuban untuk ikut serta memeriahkan Roadshow #60 PMK tersebut.
PMK sendiri sebuah kegiatan kolektif arus bawah para penyair dari berbagai daerah yang dikomandani oleh penyair asal Solo Sosiawan Leak dalam rangka menyuarakan anti terhadap segala hal yang berbau korupsi. Ya, menurut penyair yang oleh Gus Mus dijuluki Penyair Jahiliah ini menyatakan bahwa PMK adalah Roadshow siapa saja yang berideologi anti terhadap korupsi, siapapun dia, dan apapun profesinya.
Ini adalah kali pertama saya hadir mengikuti Roadshow PMK, sebelumnya saya hanya tahu event ini di media sosial. Alhamdulillah berkat kelindan teman-teman solidaritas pegiat literasi Tuban, khususnya Mas Nahrus, Cak Ipin, Mas Nastain, dan Kang Agus Hewod yang pertama kali membawa bendera PMK dan mengibarkannya di Bumi Tuban kita.
Walau sebagai silent reader, dan hanya duduk menonton para penonton dan juga mengikuti penampilan para penyair ngetop tersebut, saya sangat menikmati malam gelap yang bertabur kata penuh makna itu. Saya berharap kata-kata yang disuarakan itu terbenam di kedalaman Bumi Tuban kemudian menumbuhkan bibit-bibit kebaikan yang menjelma menjadi tanaman, menjadi pohon-pohon yang kemudian di makan oleh masyarakat sehingga nanti akan melahirkan masyarakat yang anti korupsi. Atau kata-kata yang dibaca para penyair itu menguar ke udara menjadi semacam virus-virus yang kemudian dihirup oleh masyarakat sehingga masyarakat terjangkit wabah anti korupsi.
Atau mungkin yang lebih dahsyat lagi, kata-kata itu menjelma menjadi ribuan doa, kemudian melangit dan mengangkasa, kemudian diaminkan oleh para malaikat di Sidratil Muntaha dan menjadi garis suratan takdir bahwa pada saatnya korupsi akan layu dan mati dari negeri yang kita cintai ini.
Saya gemetar bumi batinku horek saat komandan PMK kang Leak dengan penuh teaterikal memanggil dan memperkenalkan para laskar anti korupsi tersebut maju ke depan. Mereka ini seperti tentara langit, yang turun ke bumi dengan membawa misi meneriakkan anti korupsi. Sungguh hal yang luar biasa, ya, setidaknya ini pengalaman batin yang saya rasakan saat itu.
Saya mengikuti acara hingga purna, dan kemudian pulang dengan membawa segudang angan dan bayangan hidup di negeri tanpa korupsi. Negeri yang dicita-citakan para pendiri bangsa ini, negeri yang sesuai misi para Nabi, dan Negeri yang Tuhan akan memberkati dan meridhoi, yaitu sebuah negeri yang Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur.
*Bejagung, 27 Februari 2023*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar