Oleh: Joyo Juwoto
Gempita Harlah Satu Abad NU begitu terasa, kesibukan persiapan panitia Harlah sudah sejak lama terbabar di media sosial, era sekarang memang menjadi jaman di mana tanpa postingan adalah sebuah kehampaan, jadi wajar Harlah organisasi terbesar di Indonesia bahkan dunia se akhiratnya ini sudah ramai, riuh dan membahana.
Peristiwa sekali yang terjadi sepanjang usia saya itu tentu menjadi hal yang menarik dan menjadi sebuah momentum yang bersejarah, puncak Harlah Satu Abad NU adalah peristiwa yang tidak bisa saya jumpai lagi, jadi saya berkeinginan untuk hadir dan menjadi pasukan penggembira di acara tersebut.
Ketepatan KKM MAN Tuban yang dikomandani Dr. Muhammad Badar selaku ketua KKM memberangkatkan kafilah kepala madrasah, saya yang bukan kepala mendapat berkah mbadali Kepala untuk berangkat meramaikan puncak Harlah NU yang dilaksanakan pada tanggal, 16 Rajab 1444 H yang bertepatan tanggal, 7 Februari 2023 M di stadion Gelora Delta Sidoarjo.
Puncak Harlah yang mengusung tagline "Merawat Jagat Membangun Peradaban" ini dihadiri oleh jutaan warga Nahdliyyin dari berbagai daerah di Indonesia bahkan juga dunia. Tua, muda, anak-anak, laki-laki dan perempuan tumplek blek memenuhi jalan-jalan di kota Sidoarjo. Ulama-ulama dari berbagai belahan dunia turut hadir meramaikan dan mendoakan puncak resepsi tersebut.
Rombongan KKM MAN Tuban berangkat dari kota Tuban pukul 20.00 WIB kemudian transit dan bergabung untuk berangkat bersama seluruh kafilah dari Tuban di pondok pesantren Langitan. Kami berhenti menunggu rombongan lainnya. Sekitar pukul 22.00 WIB rombongan berangkat dengan pengawalan dari pihak kepolisian.
Sepanjang perjalanan dari Langitan menuju Sidoarjo saya tidur, jadi tidak tahu kondisi jalan raya seperti apa, namun yang pasti kami tiba di Sidoarjo pukul 03.00 WIB. Dilihat dari lamanya perjalanan tentu mobil yang kami tumpangi merayap pelan di tengah jalanan yang padat kendaraan, itu pun kami harus parkir dari hitungan google map jarak 2.6 KM dari area stadion Gelora Delta.
Banyak orang yang lalu-lalang berjalan ke arah stadion. Sebenarnya panitia sudah menyiapkan video tron di sepanjang jalan menuju stadion, agar para pengunjung bisa melihat dan mengikuti rangkaian acara via lewat layar lebar itu. Apalagi memang tidak semua orang berkesempatan bisa masuk ke stadion mendekati area resepsi, hanya peserta dengan tanda khusus saja yang diperbolehkan masuk. Pintu stadion dijaga ketat oleh Banser.
Stadion Gelora Delta Sidoarjo dikelilingi pagar tembok, untuk masuk pagar ini saja tidak mudah, para pengunjung harus memanjat pagar tembok bagian belakang yang tidak terjamah pengunjung. Karena pintu depan telah terisi dan terpagari warga Nahdliyyin yang hadir dan meramaikan acara. Butuh perjuangan untuk bisa masuk di lapis pertama pagar stadion.
Saya sendiri bersama Kang Umam teman saya dari Tuban, juga nekat bisa masuk di lapis pertama, mengikuti jejak pejuang lainnya, kami pun harus krengkelan naik tembok yang licin itu. Sesampainya di dalam tembok, kami bisa melihat keadaan yang ada di dalam stadion lewat jeruji pintu yang di jaga Banser. Sayang ketika acara sambutan dari bapak presiden, satu-satunya lubang yang menolong kami untuk melihat acara ditutup dengan pintu besi tanpa lubang sama sekali. Penonton kecewa saudara-saudara. Menurut kang Banser itu protap yang harus dijalankan demi pengamanan presiden. Ya wis lah.
Karena sudah tidak bisa nginceng sama sekali, akhirnya saya dan kang Umam memutuskan untuk keluar dari stadion. Perut sudah lapar setelah hampir satu jam muter-muter di jalanan. Sebenarnya banyak makanan yang disiapkan oleh relawan, pengunjung tinggal ambil saja, tapi kami memilih masuk warung pesen rawon sambil melihat layar televisi yang menyiarkan acara resepsi tersebut. Sambil nyantai menikmati sarapan pagi yang cukup nikmat.
Setelah sarapan saya dan kang Umam memutuskan kembali ke parkiran kendaraan kami. Otomatis kami harus berjalan 2.6 KM lagi. Jalanan makin padat, di persimpangan jalan menuju lokasi stadion dipenuhi pengunjung yang membludak, kendaraan bermotor juga berjejalan. Untuk menggeser tumit saja susah. Perlahan kami bisa melewati titik tumbuk massa dan kemacetan mulai terurai.
Setelah berpeluh keringat sampailah kami di tugu Jaya Ndaru, tempat kendaraan kami parkir. Saya dan kang Umam sempat kebingungan mencari lokasi parkir, tapi Alhamdulillah kami pun sampai. Teman-teman yang lain ternyata belum datang, sepertinya mereka juga masih dalam perjalanan. Di area alun-alun ini bazar UMKM Nahdlatut Tujjar di gelar, ini adalah salah satu program membangun dan mendigdayakan ekonomi warga Nahdliyyin.
Karena salah satu dari pilar berdirinya Nahdlatul Ulama selain Komite Hijaz, Tasywirul Afkar atau Nahdlatul Fikr tahun yang berdiri tahun 1914, Nahdlatul Wathon tahun 1916, dan juga gerakan Nahdlatul Tujjar atau kebangkitan para saudagar yang dipelopori oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah pada tahun 1918.
Hari itu, Selasa 16 Rajab 11444 H benar-benar menjadi momentum sejarah yang tak terlupakan, tergores dengan tinta emas peradaban, dan saya merasa bangga sekaligus bahagia bisa menjadi setitik dari jutaan santri yang menjadi penggembira, menjadi saksi atas perputaran sejarah besar Nahdlatul Ulama.
Saya juga merasa beruntung mendapatkan percikan barakahnya NU, sehingga bisa menghadiri seruan para Kiai, para masyayekh dan para ulama mengantar Nahdlatul Ulama memasuki gerbang Abad Kedua, sebagaimana yang diserukan dengan keras oleh Ketua Umum PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf dalam pidatonya:
"Warga Nahdlatul Ulama, pencinta Nahdlatul Ulama yang aku cintai, selamat datang di abad kedua Nahdlatul Ulama!,"
"Wahai abad kedua rengkuhlah kami dalam berkah, harapan, prasangka baik akan ridho Allah, akan pertolongan Allah yang Maha Rahman dan Maha Esa,"
Joyo Juwoto, Santri dari Ponpes Assalam Bangilan Tuban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar