Wani
Ngalah Luhur Wekasane
Joyojuwoto*
Dulu saat saya ngaji
di pesantren seringkali mbah Yai Moehaimin Tamam menggembleng santri-santrinya
dengan sebuah tembang yang sangat bagus, beliau bilang itu adalah tembang yang
dinyanyikan oleh Waljinah seorang sinden. Walau secara umum masyarakat memandang
sinden dengan pandangan yang rada-rada negatif namun entah mengapa Mbah Yai
sering sekali mengutip tembang itu. Dengan suaranya beliau yang terasa masih
saya ingat sampai sekarang beliau menembang, dan santri-santri pun diajak
bersama-sama menembangkan. Kalau tidak salah bunyi dari tembang itu adalah
demikian :
Cubluk wadah uyah
Tali kenur aran lawe
Sapa wani ngalah
Bakal luhur wekasane
Artinya :
“Bejana plastik tempatnya garam, tali
kenur dinamakan benang lawe, siapa yang berani mengalah, maka akan mendapatkan
kemenangan di akhirnya”
Mbah yai waktu itu tidak pernah
menerangkan artinya secara detail, namun beliau hanya mengupas kalimat intinya,
yaitu pada kalimat “Sapa wani ngalah, bakal luhur wekasana” (Siapa berani mengalah, maka akan mendapat
kemenangan di akhirnya). Karena inti dari tembang tadi ya kalimat yang kedua
dan ketika tentang ajaran untuk andap asor dan tidak menang-menangan,
lebih baik mengalah saja, karena siapa yang berani mengalah maka Allah akan
meluhurkan derajad orang tersebut.
Menurut KH. Agus Sunyoto dalam bukunya
Atlas Walisongo kata mengalah itu bukan asli kosakata Jawa, tidak ada dalam
bahasa kawi itu kata “kalah” kata ngalah atau “ngallah” sendiri diciptakan oleh
para wali yang berarti menuju Allah. Semisal kata “Ngalas” maksudnya adalah
menuju hutan, oleh karena itu untuk menanggulangi sifat tinggi hati dan suka
menang-menangannya masyarakat Jawa, para wali membuat satu kata “Ngalah”
sebagai wujud kearifan dan kebesaran jiwa untuk berani mengalah agar tercipta
keharmonisan di dalam tata perikehidupan masyarakat.
Lihatlah sejarah zaman dulu ketika
Raja Jawa, yaitu Prabu Kertanegara Raja Singhasari di datangi utusan dari
kerajaan Mongol untuk disuruh takluk, maka sang Raja sangat marah dan murka,
Meng Khi sang utusan dari kaisar Kubilai Khan dilukai dahinya dan dipotong
telinganya. Kasar sekali pokoknya. Karena pada aturannya duta itu tidak boleh
disakiti. Ini adalah bentuk tinggi hatinya orang Jawa yang tidak mau
direndahkan, sehingga Sang Raja berbuat yang tidak seharusnya diperbuat untuk
seorang duta.
Tuhan pun membalas Kepongahan dan
kesewenang-wenangan dari Kertanegara dengan kehancuraan kekuasaannya karena diserang
oleh Jayakatwang sepupu, ipar, dan besannya sendiri. Bahkan Kertanegara tewas
dalam prahara itu.
Ngalah mungkin akan sangat mudah
dilakukan oleh orang-orang yang memang lemah dan tidak memiliki kekuatan, namun
ngalah ini akan sulit dilakukan oleh orang-orang yang berkuasa dan memiliki
kekuatan, baik itu kekuatan berupa pangkat, derajad, dan harta kekayaan. Oleh
karena itu tidak mudah memang menjadi orang yang ngalah pada saat kita memiliki
kemampuan untuk mengungguli orang lain. Apalagi harus ngalah kepada orang yang
lebih rendah secara duniawi. Sangat sulit sekali tentunya. Oleh karena itu
leluhur kita mengatakan hanya orang yang memang luhur dan tinggi derajadnya di
sisi Tuhan yang mampu melakukannya, mereka akan mendapat kemuliaan di mata
manusia dan di mata Tuhan. Sedang orang yang menang-menangan diancam sebagai
orang yang tinggi hati dan sombong, dan akhir dari kesombongan adalah
kehancuran dan kebinasaan. Naudzu billahi min dzaalik.
Jika kita mengingat bahwa kebesaran
dan kekuasaan yang kita miliki hanyalah titipan Tuhan, dan kehidupan kita di
dunia hanyalah tempat persinggahan sementara, maka hendaknya kita menjadi orang
yang andap asor dan tidak menang-menangan. Karena pada dasarnya manusia adalah
sama di hadapan Tuhan. Ayo...wani ngalah luhur wekasane, menang tanpa ngasorake.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar