Mengikat
Makna dengan Pena
Joyojuwoto*
Dalam sebuah maqolah dikatakan :
عقل
الكاتب في قلمه
“Akalnya
penulis pada penanya”
Seorang penulis bukan
berarti ia tahu akan segalanya, karena hanya Tuhan Yang Maha Segalanya. Seorang
penulis hanya berusaha mengikat ilmu hikmah dan pengetahuan yang betebaran dengan
pena dan tinta, yang jika kita meminjam istilahnya Pak Hernowo Hasyim, menulis
itu “Mengikat Makna”.
Benar seperti yang
dikatakan oleh Pramoedya Ananta Toer bahwa menulis ada kerja keabadian. Bisa kita
bayangkan jika pengetahuan tidak dituliskan tentu akan hilang bersamaan dengan
meninggalnya orang yang berilmu. Senada seperti yang diungkapkan oleh penyair
angkatan 45, Chairil Anwar yang mana ia mengatakan ingin hidup seribu tahun
lagi, dan itu tentu sangat mustahil terjadi jika Chairil tidak menulis. Si mata
merah sang penyair revolosioner yang menjuluki dirinya sebagai binatang jalang
itu boleh berusia muda, raganya tak mampu menghadapi penyakitnya hingga
diumurnya yang ke 26 ia menyerah pada takdir, namun nama Chairil Anwar masih
menggema hingga kini, bahkan mungkin hingga ratusan tahun ke depan.
Tidak hanya masalah
keabadian nama, menurut beberapa sumber zaman awal perkembangan Islam jumlah
madzhab tidak sejumlah empat yang masyhur kita kenal, ada puluhan bahkan
ratusan madzhabyang dianut oleh umat Islam. Lalu kenapa di hari ini yang
masyhur hanya ada empat, rahasianya ternyata juga terletak pada tulisan. Murid-murid
imam empat madzhab berhasil mengestafetkan ilmu pengetahuan dari guru-guru
mereka melalui tulisan. Mereka berhasil mengikat ilmu dalam buku-buku, mereka
berhasil mengikat makna dari apa yang diberikan oleh guru-guru mereka.
Bisa kita bayangkan
jika Al Qur’an dan Hadits tidak tersusun dan dibukukan dengan baik, kemungkinan
besar kita telah kehilangan jejak-jejak dari dua sumber hukum Islam yang utama
itu.
Oleh karena itu mari
berusaha semaksimal mungkin mengikat makna dari ilmu dengan pena kita,
sebagaimana binatang buruan yang juga butuh diikat dengan tali yang kuat agar
tidak berlarian ke sana kemari, sebagaimana dalam sebuah qaul yang berbunyi :
العلم
صيد والكتابة قيده, فقيّد صيودك بالحبال الواثقة
Artinya : Ilmu itu bagaikan hewan buruan dan tulisan
itu bagaikan talinya. Maka ikatlah hewan buruanmu dengan ikatan yang sangat
kuat”.
Itulah istimewanya
buah pena yang mampu mengabadikan para penulisnya hingga melebihi usianya yang
sebenarnya. Tentu bukan hanya keabadian nama yang kita kejar namun mengikat
makna dengan pena, menyebarkan ilmu pengetahuan hingga ke generasi-generasi
selanjutnya adalah kerja ibadah yang pahalanya akan terus mengalir. Oleh karena
itu pergunakan pena kita untuk hal-hal yang baik dan bermanfaat agar kelak pena
itu memberikan makna untuk kehidupan kita kelak di hari pertanggung jawaban. Mari mengikat hewan buruan kita dengan tali, dan
mengikat ilmu dengan tulisan. Salam.
“*Joyojuwoto, lahir di Tuban, 16 Juli 1981, Anggota Komunitas Kali Kening; Santri dan Penulis buku “Jejak Sang Rasul” yang tinggal di www.4bangilan.blogspot.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar