Senjakala
Masa
keemasan adalah warna mendekati senjakala, sebagaimana semburatnya langit barat
yang berwarna merah jingga yang sebentar lagi surut dan tenggelam ke dalam
pelukan malam. Jadi berhati-hatilah jika
kita telah sampai di roda-roda puncak kejayaan, karena bagaimanapun juga kita
tidak akan mampu melawan amuk waktu dan kutukan dari cakra manggilingan.
Pada
saat kita tepat di puncaknya sang waktu maka bersiap-siaplah, dan tunggulah
saat-saat kita akan kembali kembali ke bawah, hanya saja kita diperbolehkan
memilih bagaimana cara kita terjatuh, mau jatuh terjerembab atau jatuh bagai
gugur bunga-bunga mewangi yang menghiasi bumi. Karena pada dasarnya Tuhan telah
membentangkan dua jalan, dan kita diberi kewenangan untuk memilihnya, Fa
alhamaaha fujuurahaa wa taqwaaha.
Siapapun
juga Tuhan tidak memilih dan mengistimewakan diantara hamba-hambanya untuk bisa
selamat dari yang namanya senjakala dan kematian, karena tiap-tiap yang
bernyawa pasti kena daya mati. Begitulah cara Tuhan mempergilirkan masa-masa
kepada umat manusia. Wa tilkal ayyamu nudaawiluhaa bainannas, "Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu kami
pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran) (Ali Imron :
140). Di sini biar terjadi proses penyegaran dan proses dinamika kehidupan
diantara umat manusia.
Betapa
sejarah bercerita tentang imperium-imperium besar dunia, yang telah
mengangkangi kekuasaan berabad-abad lamanya, seakan-akan mustahil
keruntuhannya, namun lihatlah kebesaran imperium Romawi dan Persia akhirnya
tumbang ketika berhadapan dengan peradaban Islam yang notabenenya terlahir dari
sebuah wilayah tandus dan gersang di jazirah Arabia yang sebelumnya tidak
diperhitungkan sama sekali. Begitu pula ketika peradaban dan kekuasaan Islam bermekaran
menyebar di penjuru benua dari jazirah Arabia hingga Afrika, dari Asia meluas hingga
ke Rusia dan benua Eropa, senjakala waktu pun tak bisa ditahan dan dihentikan, peradaban
Islam pun akhirnya tumbang dan tenggelam seiring dengan perjalanan sang waktu.
Begitu
pula kekuasaan kerajaan-kerajaan besar di Nusantara, saling bergantian mengisi
dekade masa. Setidaknya kita mengenal dua kerajaan besar semisal kerajaan
Sriwijaya dengan Balaputradewanya, ada Majapahit dengan Hayamwuruk dan Gajah
Madanya, bahkan konon sebelum peradaban Yunani-Romawi mendapatkan bentuknya, di
Nusantara terdapat peradaban besar Atlantis, namun seiring dengan perjalanan
waktu bunga-bunga Nusantara itu pun jatuh berguguran tenggelam dalam senjakala
sejarah.
Adakah
di dunia ini yang abadi ? tentu saja tidak ada, hanya Tuhan Yang Maha Abadi dan
absolut dengan segala eksistensinya yang tidak berubah, Kullu syai’in
haalikun illa wajhahu, sedang makhluk dengan segala macam turunannya pada
saatnya akan saling berganti, hilang dan lapuk di makan waktu.
Begitulah
sejarah akan berubah, waktu akan terus berlalu, dan sunnatullah berlaku kepada
apapun dan siapapun. Tak ada yang perlu dibanggakan secara berlebihan di dunia
ini, karena semuanya sebenarnya hanyalah kesementaraan belaka. Karena kita
tidak akan pernah mengalahkan amuk waktu dan kutukan dari cakra manggilingan.
Abadikanlah ketidakabadian ini dengan mendekat kemudian melebur ke dalam nur Dzat
Yang Maha Abadi. Nuurun ‘ala nur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar