Menjadi
Santri Yang Cinta Membaca
“Nak...Jangan
Mengaku menjadi santri ASSALAM
sebelum
kalian cinta membaca” (KH. Abd. Moehaimin Tamam)
Kalimat
itulah yang sering dinasehatkan dan digemblengkan oleh Mbah Yai Moehaimin Tamam
di sela-sela beliau mengajar. Menurut beliau santri Pondok pesantren ASSALAM
harus cinta membaca, kemanapun bawa buku. Sambil antri makan membaca, antri
mandi membaca, jangan nganggur, jangan kosong, pokoknya waktunya harus dipenuhi
dengan membaca. Tiada hari tanpa membaca, La yauma illa biqiraa’atin, tiada
hari tanpa membaca, Not time without reading begitu yang sering mbah yai
dawuhkan kepada santri-santrinya.
Begitulah
kami para santri di pesantren dididik untuk menggunakan waktu sebaik mungkin
dengan membaca. Tidak ada waktu kosong, jika capek maka beristirahatlah. Yang
dinamakan istirahat itu adalah tabaadulil a’mal, ganti pekerjaan, bukan
nganggur tanpa kegiatan. Jika membaca capek, ganti menulis, jika menulis capek,
bisa menghafal pelajaran, bisa juga diselingi olah raga biar badan sehat dan
jika telah capek maka lebih baik tidur saja. Jangan sia-siakan waktu kalian di
pesantren ini dengan banyak bruwah dan nganggur tanpa mendapatkan manfaat
apapun, begitu gemblengan yang sering saya dengar.
Saya
merasa beruntung berada dilingkungan yang serba disiplin dan lingkungan yang
menjadikan saya mulai cinta membaca. Ya tadi pamrihnya biar diaku menjadi
santrinya mbah Yai, biar menjadi bagian dari santri pesantren. Tidak ada yang
membahagiakan rasanya kecuali bisa menyandang gelar sebagai seorang santri.
Pesantren
memang tidak hanya sekedar sekolahan, pesantren tidak hanya sekedar mengajari
santrinya mengaji, namun lebih dari itu pesantren adalah tempat menempa
kader-kader bangsa. Untuk mempersiapkan itu semua waktu yang tersedia tentu
tidak akan cukup, oleh karena itu santri-santri perlu dibekali kemampuan
membaca yang baik. Dengan membiasakan membaca tentu santri-santri akan memiliki
kemampuan menyerap segala informasi baik dari buku maupun dari lingkungannya. Dari
situlah diharapkan santri selalu uptudate dan mampu menyesuaikan dengan
perkembangan zaman. Dengan membaca santri bisa membuka khasanah ilmu
pengetahuan dan cakrawala berfikir yang luas hingga sesuai motto pesantren
santri harus berwawasan luas.
Hal
ini tentu selaras dengan visi dan misi pesantren yang mengedepankan
santri-santri untuk menguasai bahasa pergaulan dunia, yaitu bahasa Arab dan
bahasa Inggris. Menguasai bahasa ibarat menguasai kunci-kunci perbendaharaan
ilmu pengetahuan. Jadi pesantren tidak hanya memberi makanan yang siap dikunyah
oleh santri,namun pesantren pada dasarnya membekali santri-santrinya pancing
yang nantinya bisa dipakai sendiri untuk mencari sumber air yang banyak
ikannya, sehingga santri bisa mancing sendiri, mencari ikan sendiri, dan
memanfaatkannya sepanjang waktu, dan membaca adalah salah satu kunci mandiri
dan berdikari dalam menuntut ilmu, walau tentu juga diperlukan seorang guru.
“*Joyojuwoto, lahir di Tuban, 16 Juli 1981, Anggota Komunitas Kali Kening; Santri dan Penulis buku “Jejak Sang Rasul” bisa dihubungi di WA 085258611993
Tidak ada komentar:
Posting Komentar