Minggu, 14 Juni 2020

Mengantar Buku-buku Kepada Empu-nya (Bagian 3)

Mengantar Buku-buku Kepada Empu-nya (Bagian 3)
Oleh: Joyo Juwoto

Perjalanan saya mengantar Buku-buku kepada Empu-nya cukup istimewa. Saya sangat menikmati perjalanan itu, walau tak dipungkiri rasa capek dan lelah tentu ada. Lha wong tidur seharian saja juga capek. Jadi tidak ada masalah  dengan kata capek. Justru ketika kita melakukan sesuatu dan capek, maka akan ada kenikmatan yang tidak bisa dibagi kepada orang yang tidak merasakannya.

Lihatlah para petani pahlawan negeri ini. Mereka rela bercapek-capek ria menggarap lahan sawah dan ladang. Para petani berangkat pagi yang kadang belum sarapan, di sawah mereka bergelut lumpur, bermandi keringat dan berpanas matahari.

Segala lelah mereka akan hilang ketika istri mereka datang, membawa sebungkus sarapan dan seteko kopi hitam. Dengan beralaskan rumput hijau atau kadang di gubuk, petani itu dengan lahap menghabiskan sarapan dengan raut wajah yang sumringah gembira.

Ah, ngelantur saja. Baik, saya akan melanjutkan perjalanan saya mengantar buku kepada Empu-nya. Setelah lepas dari kota Tuban, saya bersama Ical meluncur ke  Kec. Grabagan. Sebuah kecamatan yang geografisnya dilingkupi bukit-bukit kapur. Saya akan sowan ke ndalem Ibu Eva. Beliau adalah senior sekaligus inspirator dalam dunia literasi.

Sudah banyak karya-karya monumental yang dihasilkan oleh Bu Eva. Mulai dari puisi, cerpen, hingga karya kesusastraan new normal  yang belum dikenal di era sebelumnya. Bersama kawan-kawan sealiran yang dipandegani oleh Prof. Tengsu, para pegiat sastra ini melahirkan karya yang tak lazim sebut saja ada karya sastra model pentigraf dan entah apa lagi saya sendiri tidak mengetahuinya. Luar biasa.

Perjalanan ke Grabagan cukup menyenangkan. Di kiri kanan tampak pemandangan hijau menyejukkan pandangan mata. Hamparan ladang jagung milik warga terbentang sejauh mata memandang.

Keindahan Grabagan cukup mempesona, saya punya keinginan menjelah tiap jengkal tanah di bumi   Grabagan. Saya ingin menuruni lembahnya, dan menaiki puncak bukitnya. Setahun yang lalu saya pernah menulis puisi tentang Grabagan. Seperti biasa puisi saya adalah amatiran. Jadi tak perlu saya mengutip ya di sini. Malu.

Tidak hanya alamnya yang indah mempesona, di Grabagan juga ada wisata religi,  yaitu maqam wali dan petilasan.  Saya pernah berziarah di bukit Ngrengit tempat disemayamkannya Mbah Shodiqo, salah satu waliyullah yang menyebarkan agama Islam di wilayah ini. Ada lagi satu maqam yang mbubak alas dan membangun perkampungan di Grabagan. Kisah ini bersumber dari Abah, garwanya Bu Eva. Sayang saya tidak mampu mengingat cerita yang pernah dikisahkan kepada saya satu tahun silam.

Selain itu di Kec. Grabagan, tepatnya di desa Dermawuharjo ada sumber air hangat. Di sini terdapat petilasan Empu pembuat keris ternama era kerajaan Majapahit Empu Supa, adik ipar dari Kanjeng Sunan Kalijaga. Selain di Grabagan, kita bisa menemukan petilasan Empu Supa di lokasi Kayangan Api yang ada di Temayang Bojonegoro. Bersambung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar