Esai
is Easy
Joyojuwoto*
Apa yang ada dalam
rabaan dan pikiran kita jika mendengar kata esai ? mungkin kita akan langsung
terbayang tulisan yang njlimet, penuh kata-kata ilmiah, keingris-ingrisan, dan
tulisan yang dipenuhi frasa-frasa yang mengerutkan dahi kita. Mungkin saja
indra kita tidak salah mengidentifikasikan esai dengan berbagai macam
pengertian yang memusingkan kepala kita itu, karena memang kita merasa menulis
esai harus dengan aturan yang baku dan ketat, serta tidak boleh keluar dari
rambu-rambu kepenulisan yang sakral.
Menurutku esai is
easy saja, yang terpenting adalah kita bisa senikmat mungkin menetrasikan isi
kepala kita ke dalam lembaran-lembaran kertas untuk menjadi sebuah tulisan
tanpa harus takut ditangkap dan diinterogasi oleh polisi bahasa. Menuangkan ide
dan pikiran dalam sebuah tulisan untuk menanggapi atau mengomentari sesuatu hal
disekitar kita adalah sebuah esai, kita tidak perlu terikat dengan segala macam
pengertian esai dari para pakar ataupun dari KBBI, karena pada dasarnya mereka
pun tidak akan pernah secara tepat mendefinisikan pengertian dari esai itu
sendiri.
Walaupun demikian
kita juga tidak menafikan pengertian esai dari pendapat para tokoh literasi,
karena bagaimanapun juga sesuatu itu butuh tanda pengenal dan alamat untuk mendeskripsikan
sesuatu, termasuk di dalamnya esai. Dalam bukunya “Inilah Esai” yang ditulis
oleh Muhidin Dahlan, ia memaparkan berbagai macam pengertian dari esai,
diantara yang dikutip oleh pemilik warung arsip ini menuliskan bahwa istilah
esai untuk pertama kalinya muncul adalah Michel de Montaigne (1533-1592) yang
menerbitkan edisi pertama esainya dengan judul “Of the Vanity of Word”.
Montaigne mendefinisikan esai sebagai “Percobaan”.
Beberapa pakar essay
lainnya juga memberikan definisi esai sesuai dengan pengalaman mereka, semisal Aldous
Huxley esai adalah hendak mengomentari segala hal dan tentang apa saja. menurut
kamus esai adalah bahasan sepintas dan sifatnya personal, sedang Bandung
Mawardi mengatakan esai adalah cuilan. Menurut Cak Nun esai adalah sesuatu yang
sifatnya longgar, sedang Gus dur lebih gila lagi mengatakan esai adalah suatu gaya
penulisan yang “bukan-bukan”. Esai bukan sebuah puisi dan juga bukanlah sebuah
karya tulis ilmiah. Walaupun bukan sebuah puisi esai tidak diperkenankan hadir
tanpa rasa poetika, dan walaupun bukan karya ilmiah esai juga tidak terlepas
dari perkara-perkara yang riil dan ilmiah. Tegasnya esai ya itu tadi is easy,
sesuai dengan kemampuan daya nalar kita dalam mengomentari, membahas,
mengungkapkan gagasan, dan menganalisa hal-hal disekitar kita secara sepintas
lalu dan lebih bersifat personal dari cara dan sudut pandang kita sendiri.
Untuk menuliskan
sebuah esai banyak tema yang bisa kita pilih, mulai dari masalah
politik/ideologi, teori budaya, sains dan ilmu pengetahuan, bahasa, agama,
transportasi, buruh, korupsi, dan bahkan boleh juga yang menyangkut masalah
pribadi. Yang terpenting dari sebuah esai adalah kita fokus dan memahami benar
tentang hal yang akan kita esaikan.
Tidak kalah pentingnya sebuah esai akan meledak di ruang pembaca jika masalah
itu kekinian dan sedang menjadi viral di media sosial, hanya dengan
sentuhan-sentuhan sedikit saja esai kita akan banyak dibaca orang.
Untuk menghasilkan
dan memproduksi sebuah esai perlu kiranya kita mencari sumber bahan baku dari
sebuah esai, sumber-sumber itu bisa kita elaborasikan dengan tema dan topik yang
akan kita tulis sehingga kita tidak akan kehabisan untuk memproduksi esai. Jika
kita mampu menguasai sumber itu tentu kita tidak akan kehabisan bahan baku, dan
esai kita akan tajam dan kreatif serta memiliki kerangka alur yang jelas. Diantara
sumber yang dapat kita ambil adalah : Perpustakaan, subjek manusia, subjek
flora/fauna, ruang-ruang imajiner, dan yang tidak kalah penting adalah
internet.
Agar esai yang telah
kita produksi dari sumber-sumber di atas semakin luwes dan kaya akan
model-model kepenulisan, maka hendaknya kita perlu menguasai ragam gaya menulis
esai. Karena pada dasarnya esai itu seperti manusia yang memiliki beragam gaya
dan selera, jadi tidak ada salahnya kita juga mampu menguasai macam-macam gaya
dalam menulis sebuah esai. Namun yang paling aman tentu kita harus menyesuaikan
tema apa yang akan kita tulis kemudian kita cocokkan dengan gaya yang akan kita
pilih. Diantara gaya kepenulisan esai adalah : esai itu bisa seperti surat, esai
itu alat kritik yang melengkung, esai bisa seperti puisi naratif, esai seperti
sebuah percakapan, esai itu adalah pengantar sebuah buku, esai yang mengantarkan
arwah, esai adalah sebuah memoar, esai seperti pamflet, esai yang dimimbarkan,
esai yang dibikin untuk memancing keributan, esai yang menghanyutkan, esai
adalah medan akrobat bahasa, esai bisa dengan cerita, esai itu memberi nyawa
pada kamus, esai yang menggelar sinisma dan satirisma, esai yang berkaki adalah
esai yang didorong tenaga turbo kekuasaan.
Demikianlah beberapa
hal pokok dan mendasar yang saya sarikan dari bukunya Muhidin M. Dahlan,
“Inilah Esai” yang dapat mengantarkan kita pada kekayaan sebuah esai yang dapat
kita produksi untuk menjadi sebuah tulisan yang nantinya kita hidangkan kepada
para pembaca. Semoga dari tulisan
ringkas dan singkat ini mampu sedikit memberikan gambaran tentang sebuah esai. Selaras
dengan perkataan Gus Dur di atas bahwa esai adalah hal yang “bukan-bukan”,
begitu pula tulisan ini pun menjadi tulisan yang “bukan-bukan”, selamat
membaca, semoga ada manfaat dan faedahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar