Tarekatnya
Sunan Kalijaga
Joyojuwoto*
Pic : Joyojuwoto |
Sunan Kalijaga adalah
seorang ulama ternama, pakar dalam berbagai bidang kehidupan baik yang berdimensi
jasmani maupun ruhani. Beliau adalah Guru Spiritual, Sang Guru Sejati, dan
Batharanya Tanah Jawa. Sunan Kalijaga seorang waliyullah yang telah sampai pada
maqam ma’rifat kepada Allah dengan menempuh jalan tarekat. Jalan tarekat adalah
jalan spiritual dalam rangka untuk menggapai cahaya ketuhanan, sehingga manusia
dapat berselaras dengan qudrat dan iradah-Nya, atau dalam istilah khasanah
kejawen dikenal dengan “Manunggaling Kawulo Gusti” (bersatunya hamba dengan
Tuhan).
Kata tarekat berasal
dari bahasa arab yang artinya adalah jalan. -Jalan disini adalah jalannya Allah
yang mengajak manusia untuk menyembah dan mensucikan-Nya, sebagaimana yang
termaktub dalam Al Qur’an surat Yusuf ayat 108 yang artinya :
“Katakanlah:
"Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kepada
Allah dengan bashirah, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang
musyrik".
Inilah jalan tarekat
yang ditempuh oleh Sunan Kalijaga menyembah Allah dengan bashirah, dengan
hujjah yang nyata. Menyembah tahu siapa yang disembah, yang dalam konsep
ihsannya disebut ka’annaka taraahu (seakan-akan engkau tahu) dan bukan
hanya sekedar menyembah nama belaka apalagi menyembah kekosongan dan kehampaan.
Hal ini juga pernah disampaikan oleh Sunan Bonang kepada santrinya yang bernama
Wujil. “Janganlah menyembah kalau tidak mengetahui siapa yang disembah. Tapi
jangan kau sembah apa yang terlihat”. Begitu wejangan dari Sunan Bonang
guru dari Sunan Kalijaga.
Oleh Sunan Kalijaga
istilah tarekat diserap ke dalam bahasa Jawa menjadi tirakat, makna dari
tirakat sendiri adalah berpantang diri dari sesuatu hal. Biasanya tirakat ini
dipakai oleh masyarakat sebagai media untuk meraih suatu tujuan, baik itu
masalah ruhani maupun jasmani. Tirakat adalah suatu proses pembersihan jiwa,
tirakat juga berfungsi menyeimbangkan jasmani dan ruhani manusia guna mencapai
kesejatian hidup.
Ada banyak macam
tirakat yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga, salah satu bentuk dari tirakat itu
adalah semedi. Mungkin kita akan merasa aneh dan bertanya apakah semedi ini
diajarkan oleh Rasululah SAW ? tidakkah semedi ini menyalahi sunnah-sunnahnya
Nabi, sehingga berpotensi menjadi sesuatu yang bid’ah ? Semedi sendiri memiliki
padanan istilah yang banyak, seperti meditasi, kontemplasi, dan tentu istilah
yang sama dengan ajaran Islam adalah dzikir.
Jika zaman dahulu
Sunan Kalijaga memakai istilah dzikir belum tentu masyarakat Jawa mau dengan
suka rela mengikuti ajaran Islam, karena istilah itu asing bagi mereka. Oleh
karena itu Sunan Kalijaga memakai istilah lokal sebagai metode dakwahnya dalam
menyampaikan ajaran Islam. Dzikir berasal dari bahasa Arab yang artinya
ingatan, atau sesuatu yang diingat. Dzikir tidak hanya sekedar bagian dari
ajaran Islam bahkan sangat dianjurkan, bahkan yang berdzikir kepada Allah tidak
hanya manusia saja, gunung-gunung, binatang, langit, dan seluruh semesta
berdzikir kepada-Nya. “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di
dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada suatu pun melainkan bertasbih
dengan memuji-Nya. Tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun” (QS : Al Isra’
: 44).
Menurut khasanah
sufisme dzikir berarti terus menerus menyebut nama Tuhan. Dzikir ini berfungsi
menghadirkan rasa ketuhanan di dalam jiwa manusia. Sehingga manusia selalu
ingat akan kesejatian, bahwa sesungguhnya yang sejati dan yang wajib ada hanya
Allah semata. Karena pada hakekatnya seluruh dunia dan isinya adalah fana dan
hanya Allah saja yang wajibul wujud. Jadi dzikir atau semedi adalah bentuk
penegasan bahwa hanya Allahlah eksistensi yang sejati. Jika manusia ingin
mencapai kesejatian maka hendaknya ia manunggal dengan dzat yang sejati.
Manunggaling Kawula lan Gusti.
Dalam sebuah bait
tembangnya Sunan Kalijaga, mengajarkan meditasi atau dzikir untuk manunggal
dengan Tuhan Yang Maha Tunggal. Mari kita simak wejangan beliau berikut :
Kang
sinedya tinekan Hyang Widi
Kang
kinarsan dumadakan kena
Tur
sinihan Pangerane
Nadyan
tan weruh iku
Lamun
nedya muja samadi
Sasaji
ing sagara
Dadya
ngumbareku
Dumadi
sarira tunggal
Tunggal
jati swara awor ing hartati
Aran sekar jempina
Artinya :
“Yang diinginkan
dikabulkan Tuhan. Yang dikehendaki tiba-tiba didapat, dan dikasihi Tuhan.
Meskipun dia tidak tahu. Akan tetapi, ketika dia hendak melakukan puja samadi,
dia memberi sajian di laut. Jadilah mengembara itu, untuk menjadi satu diri.
Satu kesejatian, suara yang ada dalam hartati. Itulah yang disebut bunga
jempina.”
Secara singkat makna
dari tembang di atas adalah manunggalnya lahut (sifat ketuhanan) dan nasut
(sifat manusiawi) sehingga seorang hamba yang sudah mampu meleburkan
kemakhklukannya pada Sang Khalik maka ia akan sampai pada realitas ketuhanan,
atau dalam bahasa agamanya menjadi hamba yang dicintai Tuhan. Jika seorang
hamba telah dicintai dan dekat dengan Tuhan tentu segala cita-cita dan
keinginannya akan mudah diijabahi-Nya.
Menurut tembang di
atas untuk menjadi hamba yang dicintai Tuhan salah satunya adalah dengan jalan
semedi atau dzikir. Jika kita berdzikir atau mengingat Tuhan maka Tuhan pun
akan mengingat kita Fadzkuruunii adzkurkum (Ingatlah Aku, maka Aku akan
mengingatmu) begitu dalam Al Qur’an surat Al-Baqarah ayat 152.
Lebih lanjut lagi
bagi yang bersemedi hendaknya ia melakukan sasaji ing sagara, atau
memberikan sesaji di lautan. Istilah ini sering dimaknai secara profan yaitu
membuat sesaji untuk dilarung di lautan, dan ini akhirnya menjadi budaya larung
sesaji oleh masyarakat pantai. Padahal makna sasaji ing sagara adalah kita
harus menuju samudra ma’rifat sebagaimana dalam Serat Dewa Ruci yang
menceritakan Sang Bima berada di tengah samudra yang kemudian bertemu dengan
Sang Guru Sejatinya.
Sagara dalam
pandangan ma’rifat Jawa merupakan lambang dari kalbu manusia. Jadi sasaji ing
sagara memiliki arti manusia harus bisa mengendalikan gelombang nafsu dan
jiwanya guna menuju satu kesatuan dan kesejatian Tuhan. Karena manusia sebelum
terlahir ke dunia dengan kendaraan raga, ia hidup suci di baitul muqaddas, maka
untuk mencapai kesucian itu manusia harus menyatukan perasaan dan pikiran
dengan cara berdzikir inilah yang disebut sebagai “Hartati”.
Dzikir akan sempurna
jika melahirkan sekar jempina, yaitu keadaan yang heneng, dan hening. Secara
literal sekar jempina adalah sejenis tanaman umbi-umbian yang bisa dipakai
untuk obat, sehingga seseorang yang telah sampai pada keadaan sekar jempina
maka ia telah mampu mengobati penyakit-penyakit yang ada di dalam hati
nuraninya yang menjadi sebab terhalangnya hijab ketuhanan. Secara maknawi
jempina merupakan paduan dari tiga kata yang masing-masing terdiri dari satu
suku kata, jem, pi, dan na. Jem berarti jenjem yang
artinya tentram, pi berarti sepi, atau sunyi, sedangkan na adalah
ora ana yang berarti kekosongan.
Dengan demikian
puncak dari dzikir adalah kondisi kosong tapi berisi, berisi tapi kosong, sunyi
dan sepi dari pamrih keduniaan untuk mencapai ketentraman lahir dan batin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar