Dakwah
Bil Kalam dan bil Qalam
Joyojuwoto*
Dakwah bukanlah
bagian dari kerja profesi yang hanya orang-orang tertentu saja yang boleh
melakukannya, dakwah adalah keharusan setiap insan yang beriman. Rasulullah SAW
sendiri mengatakan “Ballighuu ‘annii walau aayah” Sampaikan apa yang
datang dariku walaupun hanya satu ayat. Hadits ini tidak memberikan spesifikasi
kepada orang-orang tertentu saja yang boleh menyampaikan ajaran agama Islam.
Siapapun punya kewajiban yang sama untuk menyampaikan apa yang ia tahu tentang ajaran-ajaran
dari Rasulullah SAW.
Hadits di atas
menjadi pendorong dan motivasi bagi siapa saja untuk menyampaikan ajaran Islam
baik dengan lisan maupun dengan tulisan, bil Kalam dan bil Qalam. Menerjemahkan
hadits Ballighuu ‘annii walau aayah secara konstekstual bukan berarti
kita harus menjadi penceramah yang hanya berpidato di panggung kehormatan atau
yang banyak tampil di layar kaca televisi, makna da’i tidak sesempit hanya menjadi
penceramah agama saja, namun lebih dari itu segala aktivitas dan perilaku kita
harus mencerminkan sebagai seorang da’i sebagaimana yang dimaksud dalam hadits
Nabi di atas. Menjadi pedagang yang jujur adalah da’i, menjadi guru yang
bermutu adalah da’i, menjadi pejabat yang amanat adalah da’i, dan menjadi
apapun adalah seorang da’i, ringkasnya kita menjalani profesi apapun jika kita
lakukan dengan baik dan penuh tanggung jawab berarti kita adalah seorang da’i. Nahnu
Du’a Qobla Kulli Syai’’in, Kita adalah seorang da’i sebelun menjadi yang
lainnya.
Dakwah bil Kalam atau
berceramah sudah jamak dilakukan di tengah-tengah masyarakat, mulai dari
tingkat keluarga, RT/RW, desa, bahkan hingga tingkat nasional. Setiap kegiatan
selalu ada sesi penceramahnya. Kegiatan-kegiatan pengajian juga merebak mulai
dari peringatan hari-hari besar nasional hingga peringatan hari-hari besar
keagamaan selalu diisi dengan dakwah bil kalam atau ceramah agama. Begitu intensnya
kegiatan dakwah bil kalam sampai-sampai untuk mendatangkan seorang penceramah
masyarakat kadang harus ngantri hinga berbulan-bulan bahkan tahunan. Masyarakat
kita memang cenderung berfikir pragmatis, dan kurang memberikan perhatian lain
terhadap model dakwah, sehingga dari waktu ke waktu model dan sistematika
dakwah tidak banyak berubah hanya itu-itu saja.
Jika masyarakat awam
hal itu mungkin tidak menjadi masalah, namun cara berfikir yang sedemikian juga
menjangkiti kalangan akademisi, mereka merasa nyaman dengan model dakwah pasif
yang hanya mendengarkan para da’i berceramah, dan lebih menyedihkan lagi dakwah
itu hanya sekedar sebagai hiburan semata. Kebanyakan penceramah sekarang yang
dicari adalah lucunya saja, guyonannya saja tanpa memperhatikan isi ceramah yang
sesungguhnya. Sangat ironis tentunya. Oleh karena itu kita perlu mencari model
dakwah yang lebih aktif menggerakkan dan memberdayakan masyarakat, semisal
dakwah bil Qalam atau dakwah dengan pena.
Dakwah dengan qalam
bukan berarti semua harus menjadi penulis, dakwah bil qalam pengertian dan
cakupannya lebih luas dari hanya sekedar menulis saja. Dalam pengertian yang
lebih luas lagi dakwah bil qalam adalah dakwah literasi. Pengertian dari
literasi tidak hanya sekedar membaca dan menulis saja, Namun, Deklarasi Praha pada tahun 2003 menyebutkan bahwa literasi juga
mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga
bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa,
dan budaya (UNESCO, 2003).
Jadi
menurut deklarasi Praha dakwah bil qalam yang saya sebut sebagai kegiatan literasi
terkait dengan kemampuan untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan,
mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan
mengomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan. Kemampuankemampuan
itu perlu dimiliki tiap individu sebagai syarat untuk berpartisipasi dalam
masyarakat informasi, dan itu bagian dari hak dasar manusia menyangkut
pembelajaran sepanjang hayat. Hal
ini tentu sesuai dengan hadits Nabi yang berbunyi : “Udlubul ‘Ilma minal
Mahdi Ilal Lahdi” yang memerintahkan umat Islam untuk menuntut ilmu sepanjang
hayat dari semenjak lahir hingga sampai di liang lahat.
Oleh karena itu mari
bersama menciptakan dan membangun dakwah literasi di lingkungan kita masing-masing
guna mengembangkan potensi masyarakat ke depan lebih baik lagi. Walau tidak
mudah namun dakwah literasi harus mendapatkan porsi untuk ikut serta membangun
peradapan bangsa, karena apapun itu tanpa keseimbangan dan keserasian hanya
akan menghasilkan sesuatu yang pincang, begitu juga dakwah bil kalam harus juga
diimbangi dengan dakwah bil qalam guna membangun keseimbangan dan keserasian
sebuah peradapan. “Nun, demi pena dan yang telah mereka tulis”.
“*Joyojuwoto, lahir di Tuban, Anggota Komunitas Kali
Kening; Santri PP. ASSALAM Bangilan dan Penulis buku “Jejak Sang Rasul” tinggal di www.4bangilan.blogspot.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar