Minggu, 27 September 2015

The Power Of Duet Hudanoor-Zadit

The Power Of Duet Hudanoor-Zadit
Oleh : Joyojuwoto

www.4bangilan.blogspot.com -24/09/2015 Angin Pilkada Kab. Tuban telah berhembus, umbul-umbul yang bergambar paslon berkibaran disetiap sudut-sudut jalan, baliho kedua paslon pun tampak mejeng serasi bergandengan kiri dan kanan. Jika Hudanoor di sisi kiri tentu Zadit di sisi kanan begitu sebaliknya Zadit di sisi kiri Hudanoor di sisi kanan sangat paralel, serasi, ideal dan akur. Hal ini tentu berdampak pada kondisi masyarakat yang positif dan konstruktif. Lebih-lebih dan  sungguh sangat menggembirakan jika saya melihat foto kedua paslon yang ada di baliho-baliho yang sudah didrop oleh KPU menunjukkan wajah sumringah dan kelihatan grapyak semanak. Tidak seperti pada pilkada-pilkada sebelumnya, jangan pernah berharap baliho paslon bisa berjejer akur, salah satunya tentu ada yang dirusak oleh masing-masing pendukung atau kalau tidak begitu akan saling menutupi dengan cara membuat baliho tandingan yang lebih besar dari lawan politiknya.

Melihat dan mengamati hal ini tentu masyarakat Tuban akan merasakan aura kedamaian dan ketentraman di era pilkada tahun 2015, tahun keberuntungan masyarakat Tuban. Karena suhu politik ditingkat grass root terasa adem ayem dan tentren meminjam istilah bung Karno kadya siniram banyu sewindu lawase.  Mengapa demikian, karena kita tahu bahwa sikap politik masyarakat bawah sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh perilaku dan sikap elit-elit politik ditingkat atas.  

Jika para elit politik eyel-eyelan ditingkat bawah juga akan eyel-eyelan, jika mereka ribut masyarakat juga ribut, bahkan akan menyulut kerusuhan massal dan kekerasan politik. Tapi di tahun ini kita bisa bernafas lega, setidaknya tidak terlalu was-was kejadian pilkada Tuban tahun 2006 akan terulang kembali. Walau demikian bapak-bapak Polisi harus  waspada dan tetap menjalankan tugasnya sesuai dengan standart pengamanan pilkada agar pilkada tahun ini tetap kelihatan pantas dan prosedural dan tentu tidak cacat hukum.

Sikap positif yang ditunjukkan oleh kedua paslon ini layak untuk kita move kan, setidaknya agar masyarakat tahu bahwa elit politik kita sudah dewasa. Jika Gus Dur masih ada dan sempat berkunjung ke Tuban, atau setidaknnya membaca tulisan saya tentu beliau akan bilang “Delok’en kae wong Tuban rebutan dadi Bupati tapi akure ra karuan” J Padahal secara historis Tuban termasuk wilayah yang hampir selalu mengalami pergolakan ketika menyangkut dengan suksesi kekuasaan, setidaknya ini pernah ditunjukkan oleh Adipati Ranggalawe yang menentang pengangkatan Nambi menjadi patih Amangku bumi di kerajaan Majapahit.

Tapi ya sudahlah sejarah tidak surut ke belakang, dan sejarah telah terjadi tentu tidak bisa kita hakimi dan kita salah-salahkan. Namun sejarah bisa memberikan edukasi dan inspirasi yang berharga bagi masyarakat di era sekarang. Kekuasaan yang cenderung sewenang-wenang tentu akan menimbulkan dampak yang merusak khususnya di level bawah. Oleh karena itu pilkada tahun ini saya menyebutnya sebagai “The Power Of Duet Hudanoor-Zadit” untuk membawa Tuban yang maju dan berkelanjutan. Maju untuk kedua paslon, berkelanjutan untuk Hudanoor jilid II. Sekian. Joyojuwoto

Sabtu, 26 September 2015

Jawara-Jawara Lembah Khaibar

“Jawara-Jawara Lembah Khaibar”
Oleh : Joyojuwoto

Sorak-sorai pasukan umat Islam membahana memenuhi lembah Khaibar, perang berkobar antara pasukan umat Islam melawan kaum Yahudi. Khaibar memiliki benteng-benteng yang kuat dan pasukan yang banyak dan pertahanan yang berlapis-lapis. Selain itu mereka juga memiliki jawara-jawara pilih tanding yang siap mempertahankan tiap jengkal tanah Khaibar. Oleh karena itu orang-orang Yahudi merasa yakin bahwa pasukan umat Islam tidak akan mampu mengalahkan mereka.

Walau dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW namun pasukan umat Islam kesulitan untuk menembus setiap benteng di Khaibar. Jawara-jawara Yahudi dengan penuh semangat memobilisasi pasukannya untuk menghalau setiap serangan dari lawan. Sallam seorang pemuda Yahudi bersama prajurit-prajurit pilihan yang berada di front depan mati-matian mempertahankan kehormatan klan Yahudi. Tidak mau kalah dengan keberanian dan kepahlawanan pasukan Yahudi umat Islam dengan semangat jihad yang membara bagai air bah melibas pasukan Sallam, korban berjatuhan termasuk Sallam sang komandan yang gagah berani.

Dengan tewasnya Sallam ternyata pertahanan Yahudi tidak mengendor, umat Islam masih kesulitan untuk menaklukkan Khaibar yang dilindungi beteng-benteng yang kokoh. Dari balik benteng muncul kembali seorang jawara Yahudi yang mengobrak-abrik pasukan umat Islam. Marhab seorang jawara yang memiliki kekuatan setara dengan ribuan pasukan menantang jago-jago dari pasukan umat Islam. Ia berteriak-teriak dengan congkak dan menyombongkan diri :

Khaibar tahu adalah Marhab
Senjata ampuh pahlawan kawakan

Tidak mau pasukan Islam diremehkan oleh Marhab, Amir turun ke gelanggang menyambut tantangan Marhab :

Khaibar tahu adalah Amir
Senjata ampuh pahlawan di medan laga

Terjadi perang  tanding antara Amir dan Marhab, saling serang, saling menusuk, bergulung-gulung hingga debu-debu beterbangan memenuhi medan laga. Hingga akhirnya pedang Marhab menebas Amir, namun Amir berhasil menangkis dengan perisainya, Amis terdesak ia berusaha membalas serangan Marhab dengan membabatkan pedangnya ke arah kaki Marhab, namun sayang pedang Amir terlalu pendek, pedang itu tidak mengenai sasaran justru pedang itu mengenai urat nadi di lengannya, hingga akhirnya Amir gugur.

Marhab tak terkalahkan ia kembali menantang jago-jago dari umat Islam. Tampillah Mahmud saudara Muhammad bin Maslamah menyambut Marhab, namun lagi-lagi jago dari umat Islam terbunuh. Melihat saudaranya terbunuh Muhammad bin Maslamah keluar menantang Marhab. Terjadi perang yang dahsyat diantara keduanya hingga mereka keluar dari arena perang. Diantara pohon-pohon mereka saling serang, pada suatu kesempatan pedang Marhab menebas Muhammad, dengan sigap Muhammad berhasil menangkisnya dan dengan gerakan kilat Muhammad membalas serangan Marhab, ia membabatkan pedang ke arah kaki, naas bagi Marhab ia tidak sempat menghindar. Marhab sang jagoan Yahudi pun roboh bersimbah darah.

                Muhammad bin Maslamah membiarkan Marhab sekarat tak berdaya. Ia tidak membunuhnya walau Marhab telah meminta-minta untuk dibunuh karena ia tak sanggup menahan malu dan penderitaannya. Saat itu Ali bin Abi Thalib datang dan untuk mengakhiri derita Marhab, Ali pun membunuhnya.

Dengan terbunuhnya para Jawara Yahudi tidak serta merta benteng Khaibar dapat ditaklukkan. Rosulullah memerintahkan Abu Bakar dan Umar bin Khattab untuk memimpin pasukan menaklukkan benteng Khaibar, namun kekokohan benteng masih tak mampu ditembus oleh pasukan umat Islam. Kemudian Rosulullah mengatakan besok pasukan umat Islam akan dapat menaklukkan Khaibar, dan komandannya adalah lelaki yang mencintai Alllah dan Rosul-Nya, begitu juga Allah dan Rosul-Nya pun mencintainya.

Pada malam harinya para sahabat sama berfikir siapa kira-kira yang dimaksud oleh Rosulullah, masing-masing berharap merekalah yang akan diserahi bendera komando itu. Pada pagi harinya para sahabat sama berkumpul bersama Rosulullah menanti siapa kira-kira yang akan ditunjuk oleh beliau. Kemudian Rosulullah mencari Ali bin Abi Thalib yang saat itu sedang sakit mata. Setelah diobati oleh Nabi, sakitnya Ali sembuh seketika. Dan Ali ditunjuk oleh Rosulullah untuk memegang bendera itu.

Setelah bendera komanda ditangan Ali bin abi Thalib, pasukan umat Islam pun melanjutkan pertempuran untuk menaklukkan Khaibar. Pertempuran  kembali berkobar, disalah satu pintu benteng Ali bin Abi Thalib bertempur habis-habisan melawan pasukan Yahudi hingga salah satu prajurit Yahudi berhasil menebas Ali dan perisainya terlempar. Dalam kondisi yang terjepit Ali bin Abi Thalib dengan sigap dan penuh kejutan berhasil menjebol salah satu daun pintu benteng dan dijadikan sebagai perisai. Ali terus bertempur dengan gagah berani menerjang musuh dengan perisai daun pintu. Padahal dua puluh orang belum tentu kuat mengangkat daun pintu itu. Banyak pasukan Yahudi yang terbunuh. Dengan jebolnya pintu benteng akhirnya pasukan Yahudi dapat dikalahkan oleh umat Islam. Khaibar pun takluk di bawah panji-panji Islam. Sekian. Joyojuwoto

Selasa, 22 September 2015

Jalan Terjal Demokrasi di Pilkada Tuban

Jalan Terjal Demokrasi di Pilkada Tuban
Oleh: Joyojuwoto

 Gambar : http://news.liputan6.com/
Perhelatan Pilkada di Kabupaten Tuban sebentar lagi digelar, namun event suksesi kepemimpinan lima tahunan ini terancam sepi. Sejauh ini obrolan-obrolan cangkrukan di warung-warung kopi, di pasar-pasar yang membahas masalah pilkada hanya angin lalu saja. Seakan memang tidak ada point penting yang perlu dibicarakan dalam perhelatan pesta rakyat itu. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya jauh-jauh hari sebelum pilkada digelar manuver-manuver dan intrik-intrik politik dari berbagai parpol mewarnai dan memanaskan suhu perpolitikan di Kabupaten Tuban.

Sepinya pilkada Tuban tahun ini tentu tidak terlepas dari peran dan sikap parpol di Kabupaten Tuban yang kelihatannya kehilangan greget untuk bertarung dan menampilkan jago-jagonyanya di arena pilkada. Faktor dominasi incumbent yang kuat serta gagalnya kaderisasi calon pemimpin dari parpol menjadi salah satu sebab hilangnya kemeriahan pesta demokrasi. Partai politik kelihatannya memilih jalur aman daripada harus capek-capek berkeringat serta berdarah-darah untuk menampilkan calon yang mampu menandingi duet Huda-Noor jilid dua, namun toh akhirnya menurut pertimbangan politis mereka akan kalah juga.

Demokrasi yang sejatinya adalah perwujudan dari kedaulatan rakyat telah dibajak oleh parpol guna meraih tujuan-tujuan sesaat dan pragmatis semata. Hal ini terjadi karena parpol lebih mengedepankan kepentingan parpol itu sendiri daripada memikirkan kepentingan rakyat. Seperti pada pilkada di Kabupaten Tuban tahun ini rakyat dipaksa harus memenangkan incumbent karena memang tidak ada calon pemimpin alternatif lain yang lebih visioner dan memihak kepada rakyat. Kalaupun ada calon dari jalur independent disinyalir tidak banyak mempengaruhi warna dan konstalasi pilkada tahun ini, karena calon independent yang muncul dianggap tidak lebih dari tumbal kebijakan pilkada yang mengharuskan adanya lawan bagi incumbent jika tidak ingin pilkada ditunda hingga tahun berikutnya.

Partai politik yang seyogyanya memberikan edukasi perpolitikan kepada masyarakat ternyata gagal mengembangkan sikap dialektika perpolitikan yang dinamis dan mengedepankan kepentingan rakyat. Parpol lebih suka main mata dan salah tafsir dalam memaknai arti dari perpolitikan itu sendiri. Yang terpenting bagi partai politik adalah berada dalam lingkar kekuasaan dan ikut mendapat jatah makan siang gratis dari penguasa.

Demokrasi yang seharusnya memberikan pilihan-pilihan kemerdekaan berpolitik dan sebagai wadah untuk menyampaikan aspirasi kalangan bawah berubah menjadi semacam proses pemaksaan terselubung bagi masyarakat pemilik demokrasi itu sendiri. Bagaimana tidak rakyat yang seharus diberi pilihan-pilihan untuk memilih pemimpin yang ngopeni wong cilik harus menelan ludah, karena partai politik yang menjadi pilar dari demokrasi dan digadang-gadang mampu memberikan stok pemimpin ternyata hanya memberikan pepesan kosong dan mengkhianati mandat dari rakyat. Ini terbukti dengan tidak adanya calon lain dalam pilkada tahun ini di kabupaten Tuban yang berasal dari partai politik.

Kalaupun dari partai politik muncul calon pemimpin biasanya tidak lebih dari stok lama atau bahkan tokoh yang direkomendasikan oleh salah satu partai politik dikarenakan ada deal-deal tertentu yang jauh dari sikap memperjuangkan kedaulatan rakyat, istilah politiknya politik transaksional. Di sini kepentingan rakyat dikorbankan, di sini demokrasi diciderai, di sini jalan terjal demokrasi  pilkada Tuban dipertaruhkan.

Partai politik yang seharusnya menjadi wadah dan kepanjangan tangan rakyat telah gagal menjalankan fungsinya dalam mendorong proses demokrasi. Dengan melihat kondisi dan kecenderungan partai politik untuk memilih bergabung dengan incumbent, maka bisa dikatakan inilah kiamat demokrasi yang perlu ditangisi oleh semua pihak. Nuansa pragmatisme yang mengakar kuat di dalam sanubari para aktor partai politik di Kabupaten Tuban harus segera disudahi, mereka harus mengembalikan makna demokrasi pada khittahnya, agar masyarakat tidak memandang sinis dan kotor terhadap perpolitikan itu sendiri.

Jangan salahkan rakyat jika menganggap politik adalah najis mughalladzoh, sehingga menyebabkan rakyat enggan untuk bersentuhan dengan dunia politik. Hilangnya sikap idealisme para pimpinan parpol menjadi sebab krisis kepercayaan masyarakat terhadap dunia perpolitikan. Bagi masyarakat sekarang yang terpenting adalah bukti bukan janji-janji manis yang selalu ditebar pada saat kampanye. Siapapun yang telah terbukti memberikan uang kepada mereka maka dipastikan ia akan dipilih oleh masyarakat. Sikap ini tentu menjadi masalah tersendiri dalam perpolitikan kita, namun faktanya seperti itu. Masyarakat sekarang tidak ambil peduli apakah pemimpin yang dipilih memiliki visi dan misi untuk kepentingan bersama atau tidak. Karena pada kenyataannya hampir semua visi dan misi para calon pemimpin baik dan memihak rakyat, hanya saja setelah nanti memegang tampuk kekuasaan biasanya visi dan misi tinggal menjadi sebuah janji yang tak ada realisasi.

Rakyat sudah sangat hafal dengan sikap dan dinamika perpolitikan para elit politik yang seperti ini, sehingga jangan salahkan ketika rakyat memiliki konsep dan dinamika perpolitikannya sendiri. Alasannya sebenarnya sangat sederhana sekali, rakyat sebagai tuan dari sistem demokrasi kelihatannya sudah tidak lagi mempercayai bahwa politik adalah sarana yang dipakai untuk menyalurkan aspirasi publik, namun lebih dipakai sebagai saluran kekuasaan elit politik semata.

Ketidakpercayaan masyarakat terhadap model demokrasi seperti ini harus segera dihentikan jika kita ingin proses demokrasi  mampu menghasilkan pemimpin yang memperjuangkan kepentingan rakyat. Jangan sampai politik uang mengalahkan dan mematikan  akal sehat masyarakat kita.

Diantara langkah yang perlu diambil untuk menata ulang nalar berfikir perpolitikan kita adalah dengan cara menghidupkan kembali komunikasi antara elit politik dan masyarakat bahwa sebenarnya kemenangan partai politik adalah kemenangan rakyat juga, agar rakyat dari kelompok manapun tidak merasa menjadi lawan dari partai politik yang memenangi pilkada.

Sudah saatnya dalam pilkada di manapun berada para elit politik memberikan keteladanan dan pendidikan politik yang baik bagi masyarakat dengan cara mengubah model perpolitikan kontestasi uang menuju kontestasi ideologi yang benar-benar memperjuangkan kepentingan pemilik kekuasaan (rakyat) dalam proses perpolitikan khususnya di Kabupaten Tuban. karena sejatinya rakyatlah yang berkuasa. “Vox Populi vox die”. J.J.

Rabu, 16 September 2015

Di manakah Letak Padepokan Lemah Tulisnya Mpu Bharada ?


Di manakah Letak Padepokan Lemah Tulisnya Mpu Bharada ?

Gambar Ilustrasi
Mpu Bharada adalah seorang brahmana sakti pada masa Raja Airlangga, nama sang brahmana ini muncul dalam serat Calon Arang yang dikarang pada tahun 1462 Caka. Serat Calon Arang ditulis diatas lembaran daun rontal dengan aksara Bali kuno, namun bahasa yang dipakai adalah bahasa Jawa kuno.

Mpu Barada adalah seorang pendeta agama Budha, walau saat itu Raja Airlangga menganut Hindhu. Di sini terlihat toleransi yang begitu tinggi diantara dua pemeluk agama yang berbeda yang perlu diteladani oleh para pemeluk agama di dunia. Mpu Bharada tinggal di padepokan Lemah Tulis yang menjadi bagian dari wilayah kerajaan Kahuripan di mana Airlangga menjadi rajanya. Namun di dalam serat Calon Arang Airlangga disebut sebagai Raja Kediri walau saat itu belum ada pemisahan kerajaan kahuripan menjadi dua bagian Janggala dan Daha (Kediri). 

Letak padepokan Lemah Tulis  dikalangan para pakar sejarah banyak yang berbeda pandangan. Menurut Agus Sunyoto dalam novel  Dhaeng Sakara, Lemah Tulis atau juga disebut sebagai Lemah Citra berada di Sidoarjo. Sekarang menjadi Desa Watu Tulis, Kec. Prambon Sidoarjo. Hal ini diperkuat dengan penemuan prasasti Kamalagyan yang ada di desa tersebut. Prasasti itu menceritakan tentang pembangunan bendungan Waringin Sapta pada masa Raja Airlangga.

Sedang menurut buku yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer dalam Cerita Calon Arang dinyatakan bahwa Lemah Tulis sekarang adalah Kabupaten Blora. Hal ini berdasarkan apa yang disampaikan oleh Prof. Dr. Purbajaraka bahwa di Wurare telah ditemukan arca raja Kertanagara (Mahasobhva atau Joko Dolok) sebagai penghormatan terhadap keagungan dari Mpu Bharada. Kata Wurare sendiri terdiri dari Bhu = tanah, sedang rare berarti anak. Karena itulah tempat itu bisa disebut juga Lemah-Putra. Lama- kelamaan Lemah Putra disebut Lemah Patra yang searti dengan Lemah Citra. Karena Patra juga berarti surat atau citra. Dari sinilah asal-usul nama Lemah Tulis tempat di mana padepokan Mpu Bharada berada.

Lebih lanjut Pram menyatakan bahwa Wurare sebenarnya berasal dari kata Wurara. Dan oleh masyarakat penyebutan Wurara dari waktu ke waktu berubah menjadi Wrura, Wlura, Blura, dan sekarang menjadi Blora. Jadi menurut Pram padepokan Lemah Tulis itu berada di Kabupaten Blora.
Demikian ulasan singkat mengenai letak padepokan lemah Tulis Mpu Barada. Masalah mana yang benar silahkan pembaca menyimpulkan mana yang kira-kira lebih mendekati kebenarannya. Biarkan perbedaan menjadi kekayaan khasanah kebudayaan itu sendiri, hingga nantinya benar-benar ditemukan bukti-bukti empiris mengenai keberadaan tempat itu sendiri. Sekian. Joyojuwoto