Filosofi Macapat
tembi.net |
Macapat
dalam ajaran masyarakat Jawa tidak
hanya sekedar dipakai menamakan jenis tembang (tembang alit) saja ada banyak
filosofi tentang Macapat dalam kehidupan orang Jawa. Macapat artinya tata cara
yang didasarkan pada jumlah empat. Macapat dikaitkan dengan sistem tata kota,
konsep asal-usul manusia, arah mata angin dan lain sebagainya.
Berkenaan dengan tata kota sistem macapat
yang digagas oleh Kanjeng Sunan Kalijaga ini dapat kita lihat dikota-kota lama.
Seperti Tuban, Rembang, Blora, Demak dan lain sebagainya. Seperti di Tuban tempat
kelahiran beliau, model macapat dapat kita saksikan bahwa penataan kota
berdasarkan empat arah penjuru mata angin. Disebelah selatan terdapat pusat
pemerintahan dimana Bupati menjalankan tugasnya, disebelah barat terdapat
masjid tempat beribadah sehingga diharapkan Bupati dan segenap pamong prajanya
tidak melupakan urusan keagamaan, disebelah utara terdapat pasar tempat
bertemunya para kawula dan tempat dimana roda ekonomi dijalankan, disebelah
timur terdapat bangunan penjara dimana siapapun yang melanggar aturan maka
harus dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku. Ditengah biasanya terdapat
alun-alun dan disitu terdapat dua pohon beringin.
Sistem tata kota yang digagas oleh Kanjeng
Sunan Kalijaga tidak sekedar masalah sistem tata ruang saja, namun dibalik itu
banyak nilai yang terkandung di dalamnya. Seperti Kantor Bupati selalu
menghadap ke utara membelakangi gunung dan menghadap ke arah laut. Ini memiliki
makna bahwa seorang pimpinan harus meninggalkan sifat tinggi hati dan
kesombongan sebagimana sifat gunung yang tinggi, dan pemimpin harus memiliki
hati yang luas seluas samudra. Tentang alun-alun adalah punjer, dan perwujudan
keberagaman masyarakat. Alun-alun berasal dari kata bahasa Arab “allaunu-allaunu”
yang berarti beraneka warna jadi pemimpin adalah untuk masyarakat majemuk bukan
golongan. Di tengah alun-alun terdapat dua beringin kembar yang melambangkan
sumber hukum pemerintahan harus sejalan dengan dua pusaka peninggalan Nabi
Muhammad Saw untuk umatnya yaitu al-Qur’an dan al-Hadits.
Konsep Macapat yang berkenaan dengan asal
usul manusia, masyarakat Jawa meyakini bahwa kelahiran seorang didunia ini
tidak sendiri tapi ada unsur-unsur lain yang menyertainya dan itu bukan tanpa
makna dan fungsi. Dalam keyakinan Jawa ini dikenal dengan istilah “Sedulur Papat Lima Pancer”. Konsep sedulur papat lima
pancer ini meliputi :
Mar marti : Rasa ngilu dan sakit saat akan
melahirkan
Saudara Tua : Kakang Kawah (air Ketuban)
Saudara Muda : Adi Ari-ari (Plasenta)
Darah : Getih
Pancer : Jabang bayi itu sendiri.
Keempat elemen yang menyertai kelahiran jabang
bayi menjadi saudara yang menemani bayi yang baru lahir hingga masa ia ke alam
kelanggengan. Mereka akan setia menjaga bayi tersebut dalam menjalani
kehidupan. Oleh karena itu biasanya orang Jawa jika punya hajat maka ia akan
memanggil kadang-kadangnya dengan cara-cara tertentu.
Setelah ajaran Islam mewarnai kehidupan
masyarakat Jawa empat elemen saudara manusia tadi ada yang menggambarkannya
dalam bentuk empat malaikat penjaga kehidupan manusia yang menerima titah Tuhan
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Malaikat itu adalah :
1.
Jibril (Penyampai wahyu/ informasi ilahiyyah)
2.
Israfil (Pembaca buku Qadha’ dan Qadarnya Tuhan)
3.
Mikail (Pembagi rezeki untuk manusia)
4.
Izrail (Pencabut Nyawa manusia)
Selain makna diatas konsep sedulur papat
dalam pewayangan Jawa digambarkan sebuah gunungan (kekayon) yang di dalamnya terdapat
empat macam lukisan, yaitu Macan, Banteng, Kera, dan Burung Merak. Hewan empat
tadi menggambarkan nafsu manusia yang selalu menemani selama hidupnya. Macan
adalah lambang nafsu Amarah, Banteng menggambarkan nafsu Supiyah, Kera
menggambarkan nafsu Aluwwamah, dan merak menggambarkan nafsu Muthmainnah.
Dalam Ajaran Jawa macapat juga digunakan untuk menggambarkan proses
kehidupan manusia dari lahir hingga meninggal dunia. Hal ini digambarkan dalam
urutan tembang cilik (tembang macapat). Urutan itu adalah :
1.
Maskumambang (alam manusia di terapung di dalam
rahim sang Ibu)
2.
Mijil ( Masa Kelahiran manusia)
3.
Kinanthi (saat-saat manusia dinanti-nanti
(dikudang)
4.
Sinom (Saat muda)
5.
Asmaradana (Merasakan api cinta terhadap lawan
jenis)
6.
Gambuh ( Gambuh, Jumbuh, saat pertemuan manusia
dengan jodohnya)
7.
Dandhanggula (Saat manis-manisnya menjadi sepasang
pengantin/ saat bulan madu)
8.
Durma (Durma atau darma. Kehidupannya sudah mapan
dan bermanfaat untuk orang lain)
9.
Pangkur (Kepungkur, mulai meninggalkan hiruk-pikuk
kehidupan, dan banyak meninggalkan kesenangan duniawi, saat manusia madeg
pandita )
10.
Megatruh (Saat terpisahnya jasad dan ruh manusia )
11.
Pucung (saat manusia dipocong dan dibungkus kain
kafan untuk dikuburkan)
Proses kelahiran manusia juga diwujudkan dalam
empat arah mata angin, dimulai dari arah timur, barat, selatan, dan utara.
Dalam sebuah puisi yang aku tulis dengan judul “Kun fayakun” telah saya uraikan
dari ajaran kejawen tentang awal mula kiblat
empat menurut Darmogandul yang menjelaskan asal-usul wujud manusia.
Lebih jelasnya silahkan simak puisinya disini. "Kun fayakun"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar