Inilah
Makam dari Maha Patih Gajah Mada
Oleh
: Joyojuwoto
Jika kita
membaca novel sejarah Gajah Mada yang ditulis oleh Langit Kresna Hariadi, walau
novel berbau sejarah itu ditulis tebal-tebal hingga lima jilid jumlahnya namun
di situ akhir dari kehidupan Gajah Mada mengambang, hingga tokoh yang sangat
berpengaruh dan menjadi kunci kebesaran dari kerajaan Majapahit dengan Sumpah
Palapanya ini tidak jelas di akhir kehidupannya. Tidak ada sumber sejarah atau
prasasti yang menunjukkan di mana sang Mahapatih ini di candikan abu jenazahnya,
atau kapan ia meninggal dunia dan di mana kuburannya. Langit Krena Hariadi
hanya menggambarkan Gajah Mada moksa di sebuah tempat yang dikenal sebagai Air
Terjun Madakaripura di desa Sapih, Kec. Lumbang, Probolinggo Jawa Timur.
Lokasi air
terjun Madakaripura ini diyakini sebagian masyarakat sebagai tempat
peristirahatan terakhir Gajah Mada setelah melepaskan jabatannya sebagai
Mahapatih. Gajah Mada konon di masa tuanya mengasingkan diri ke tempat ini
kemudian ia memakai gelar Resi Tunggul Manik. Untuk memperkuat anggapan bahwa
di tempat itu Gajah Mada moksa, maka dibuatlah sebuah patung dengan wujud Gajah
Mada sedang duduk bersila.
Sebagaimana
halnya tokoh yang melegenda ternyata tempat peristirahatan Gajah Mada tidak hanya
di Madakaripura saja, ada anggapan lain yang menyatakan bahwa Gajah Mada
dicandikan di lereng gunung Wilis, tepatnya di Sawahan Nganjuk, di sana
terdapat sebuah candi yang dianggap sebagai tempat perabuan Sang Mahapatih.
Candi itu oleh masyarakat sekitar dikenal sebagai candi Tajum (candi kembar)
atau juga disebut sebagai candi Ngetos. Di lereng gunung Wilis inilan Gajah
Mada menghabiskan masa tuanya menjadi seorang brahmana, mengajarkan kebajikan
dan nilai-nilai hidup kepada para cantriknya dan juga masyarakat di sekitar.
Gajah Mada di sini oleh masyarakat dikenal dengan gelar Ki Ageng Liman.
Menurut Drs.
Harmadi dan Drs. S.W. Warsito dalam bukunya “Misteri Mukso Mahapatih Gajah
Mada” menyebutkan bahwa Ki Ageng Liman tiada lain adalah Gajah Mada itu sendiri,
walau ia berganti nama Ki Ageng Liman namun sebenarnya namanya masih
menggunakan kata Gajah, karena kata Liman adalah bahasa jawa yang berarti
Gajah. Lebih lanjut di dalam buku itu juga disebutkan bahwa dulu masa kecil
Gajah Mada banyak dihabiskan di pedukuhan di lereng gunung Wilis. Konon Gajah
Mada pun mempunyai seorang istri dari sana. Maka tidak heran jika di masa
tuanya ia ingin kembali ke tanah di mana ia mempunyai kenangan yang indah di
masa kecilnya. Dekat dengan bapa angkasa dan ibu bumi pertiwinya.
Terlepas mana
yang benar tentang tempat peristirahatan terakhir Sang Mahapatih Gajah Mada
sejarah tidak dengan jelas menyebutkannya, namun yang terpenting dari sebuah
peristiwa sejarah adalah dapat kita gunakan sebagai inspirasi dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara guna membangkitkan motivasi agar bangsa ini menyadari akan
kemampuan dan kebesaran dari leluhurnya. Sebagaimana yang sering diucapkan oleh
Bung Karno, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para
pahlawannya. Jas merah, Jangan sekali-sekali melupakan sejarah, karena sejarah
juga merupakan guru kehidupan dari masa ke masa. Historia Vitae Magistra.
“*Joyojuwoto, lahir di Tuban, 16 Juli 1981, Anggota Komunitas Kali Kening; Santri dan Penulis buku “Jejak Sang Rasul” bisa dihubungi di WA 085258611993
Tidak ada komentar:
Posting Komentar