Oleh
: Joyojuwoto
Keadilan
yang sekarang banyak dicari dan diperjuangkan di negeri Nusantara ini
sebenarnya bukan hal yang baru, bukan pula sesuatu yang aneh, atau hanya
sekedar mitos belaka. Keadilan itu pernah dan benar-benar nyata dan ada yang
menjadi mutiara indah melingkupi negeri yang kita cinta ini. Keadilan dan
kebenaran pada saat itu benar-benar diletakkan sebagai panglima tertinggi hukum
negara. Siapapun yang bersalah akan menerima hukuman akibat dari perbuatannya
itu tanpa pandang bulu.
Sekitar
abad ke 7 Masehi menurut sumber catatan dari Tiongkok dan naskah Carita
Parahyangan di Jawa Tengah terdapat sebuah kerajaan yang bercorak Hindu atau
sumber lain yang mengatakan bercorak Budha. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang
Ratu yang memerintah dengan sangat berwibawa. Dialah Ratu Sima dari kerajaan
Kalingga, yang memimpin dengan tegas, adil, dan berani menegakkan hukum dan
undang-undang dengan seadil-adilnya. Jejak-jejak sejarahnya akan terus menjadi
mercusuar dan teladan bagi kepemimpinan di masa-masa sekarang.
Kisah
keadilan dan ketegasan Ratu Sima dalam menegakkan hukum serta kondisi
masyarakat Kalingga yang jujur dan taat terhadap hukum negara sangat masyhur,
tidak hanya terkenal di kalangan negeri Nusantara saja, namun negeri-negeri di
seberang lautan pun mendengar akan kisah yang menakjubkan itu.
Kisah
yang banyak dicuplik dalam buku-buku sejarah adalah tindakan Ratu Sima
menghukum anak kandungnya sendiri Sangkota Putra karena telah berani menyentuh kain
kantung yang ada dipersimpangan jalan. Kain kantung itu berisi emas yang
sengaja diletakkan oleh seseorang yang ingin menguji kejujuran dan ketaatan
hukum dari rakyat Kalingga, hingga tiga tahun lamanya kantung itu tetap
ditempatnya, tidak ada satupun rakyat Kalingga yang berani mengambil ataupun
menyentuhnya.
Hukuman
yang diterapkan oleh Ratu Sima sangat tegas dan keras, siapapun yang mencuri
akan dipotong tangannya, dan hukum itu berlaku untuk seluruh rakyat negeri Kalingga tanpa
terkecuali. Hukum akan ditegakkan setegak-tegaknya. Karena Sang Putra Mahkota
menyentuh kantung emas itu dengan kakinya, maka ia dihukum potong kaki.
Kebenaran
dari kisah di atas mungkin ada yang mempertanyakan dan meragukannya, namun yang
pasti ada atau tidaknya kisah itu keadilan harus tetap ditegakkan demi
masyarakat dan negara yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat tentunya.
Rasulullah
saw sendiri pun telah mencontohkan akan sikap dan keadilan beliau, bahkan
dengan tegas dalam sebuah hadits yang panjang beliau bersabda yang singkatnya :
لَوْ أنّ فَاطِمَةَ
بِنْتَ محمّدٍ سَرَقَتْ لقطِعْتُ يَدَهَا
Artinya
: “Sekiranya jika Fatimah binti Muhammad mencuri, sungguh aku sendiri yang
akan memotongnya”
Hadits di atas pada
dasarnya menyerukan agar kita berbuat adil kepada siapapun, bahkan kepada anak
kita sendiri, sebagaimana yang terdapat dalam kisah Ratu Sima dengan putra
mahkotanya di abad ke 7 masehi atau sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah
saw yang tentu kebenarannya telah kita yakini bersama.
Perlu menjadi garis besar
dan catatan penting bahwa rusak dan hancurnya tatanan suatu masyarakat karena
tali keadilan telah putus dan dibiarkannya orang-orang berlaku tidak adil dan
berbuat aniaya pada sesama. Semoga keadilan di negeri ini dapat diraih kembali.
“*Joyojuwoto, lahir di Tuban, 16 Juli 1981, Anggota Komunitas Kali Kening; Santri dan Penulis buku “Jejak Sang Rasul” bisa dihubungi di WA 085258611993
Tidak ada komentar:
Posting Komentar