Buruh
Menjadi Tumbal Gelar “Pahlawan Devisa”
Oleh
: Joyo Juwoto
Menjadi buruh sejatinya adalah menjadi pahlawan bagi banyak
pihak, menjadi pahlawan bagi majikannya, bagi perusahaannya, bagi keluarganya,
kampungnya, negaranya, dan tentu bagi dirinya sendiri. Istilah pahlawan devisa menjadi bukti nyata,
bahwa buruh tidak bisa dipandang sebelah mata, walau buruh lebih sering
dipandang dengan mata sebelah.
Saya
tidak bisa menyebutkan secara pasti angka-angka
ringgit, dolar, angka-angka real, yang berhasil didulang oleh para kaum buruh
di luar negeri, namun yang pasti kaum buruh ini menjadi idola bagi negara, kaum
buruh dijadikan sebagai mesin pencetak
devisa yang mudah, murah, dan produktif.
Nyatanya
pemerintah memang lebih suka menggalakkan sektor TKI/TKW dalam rangka mengeruk keuntungan
yang sebesar-besarnya bagi perekonomian negara, sehingga buruh tidak hanya sebagai
tulang punggung keluarga saja, namun buruh telah menjadi alat dan bagian dari
sokoguru perekonomian nasional. Kata sokoguru bukanlah kata main-main dalam
khasanah tata bahasa Indonesia.
Walaupun
demikian, sebagaimana lazimnya para pahlawan bangsa, buruh harus siap dan
ikhlas menjadi tumbal perjuangan, menjadi korban atau bahkan mungkin dikorbankan,
dan dijadikan sebagai martir bagi laju perjuangan perekonomian nasional. Nyatanya
nasib buruh makin hari makin pedih dan perih, ya mungkin itulah harga layak
yang harus dibayarkan, untuk mendapatkan julukan dari pemerintah sebagai
pahlawan devisa.
Rasa-rasanya
pemerintah cukup memberikan gelar kehormatan sebagai pahlawan kepada kaum buruh
untuk menjamin kehidupan mereka. Banyak kasus-kasus yang terjadi yang berkenaan
dengan nasib buruh baik di dalam maupun di luar negeri tidak mendapatkan
perhatian serius dari pemerintah, padahal kaum buruh ini telah menyumbangkan
darah dan keringatnya untuk negara. Di sini seakan buruh, memang hanya
dijadikan sebagai tumbal atas nama gelar pahlawan devisa negara. Ironi dan
sangat miris memang.
Sudah
saatnya pemerintah mulai menata ulang kebijakan mengenai nasib buruh ini.
Pemerintah harus mulai memperhatikan kesejahteraan buruh, kesehatan buruh, dan hari
tua buruh. Pemerintah harus menjadikan buruh sebagai mitra untuk mengangkat dan
meningkatkan produktifitas perekonomian negara. Jangan sampai pemerintah memasang
badan, menjadi beton penghalang, berhadap-hadapan memusuhi kaum buruh, karena
jika buruh telah berbaris turun ke jalan, dan mengumandangkan syair-syair
perlawanan maka kiamat kehancuran tinggal menunggu sepersekian. Selamat Hari
Buruh, May Day!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar