Inilah Jawaban Dari Serat Kalatidhanya Raden Ngabehi Ronggowarsito
Oleh : Joyo Juwoto
Saya
mengenal Serat Kalatidha sejak masih duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah, waktu
itu saat istirahat sekolah, saya pergi ke pasar, ketepatan sekolahku berdekatan
dengan pasar Bangilan, yang hanya dipisahkan oleh rel kereta api. Di pasar
itulah saya mendapati penjual buku lesehan di pintu masuk pasar, dari sekian
banyak buku yang dijual menemukan buku yang menarik perhatian saya, ilustrasi
bukunya bergambar sebilah keris dengan latar belakang ular naga, dengan warna
sampul merah, kuning dan biru.
Buku
itu ditulis oleh Andjar Any, judulnya “Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang
terjadi ? saya mengira dari nama penulisnya adalah seorang perempuan. Namun
saya tidak pernah mencari tahu tentang itu. Baru setelah saya membaca majalah
Horison, saya mendapati bahwa nama Andjar Any adalah seorang laki-laki tulen. Awal
ketertarikan saya dengan buku itu adalah dari sampulnya yang keren abis,
sebilah keris. Karena memang saya sangat menyukai keris, walau saya bukanlah
pengoleksi keris.
Setelah
saya baca, sesuai dengan judulnya buku itu membahas mengenai seorang pujangga besar
keraton Surakarta, Raden Ngabehi Ronggowarsito. Di awal bab saya sangat suka
karena membahas masa kecil dan masa mondoknya Bagus Burham, nama kecil dari
Ronggowarsito. Bagus Burham ini dipondokkan di pesantren Tegal Sari yang diasuh
oleh Kyai Hasan Besari Ponorogo. Saat mondok inilah Bagus Burham sangat suka
sekali mandi dan menyepi di Kedung Kol, sehingga beliau mendapatkan bisikan
ghaib yang akhirnya membawa takdir Bagus Burham menjadi seorang pujangga besar
keraton Surakarta, dan seorang pembaca masa depan yang siddik ing paningal.
Diantara
karya sastra yang ditulis oleh Ronggowarsito yang saya tahu dari buku itu
adalah Serat Kalatidha. Serat itu ditulis dalam bentuk tembang sinom. Saya
sangat menyukai tembang ini, apalagi isi dari serat Kalatidha dianggap sebagai
ramalan masa yang akan datang, yaitu masa di mana disebut sebagai jaman edan,
sebagaimana arti dari kata Kalatidha sendiri.
Kalatidha
sendiri berasal dari kata, Kala yang berarti waktu, dan tidha yang berarti
ragu-ragu. Jadi Kalatidha adalah jaman penuh keraguan, jaman di mana antara
kebatilan dan kebaikan menjadi samar-samar bagi orang yang tidak mampu melihat
dengan kebeningan nurani. Serat Kalatidha ini juga disebut sebagai serat Kalabendhu, yang berarti waktu di mana
manusia banyak menghadapi cobaan hidup. Pada masa Kalabendhu inilah manusia
banyak memperturutkan hawa nafsunya dan menjauhi nilai-nilai ketuhanan. Oleh
karena itu jaman ini juga disebut sebagai jaman edan.
Di
bait pertama serat Kalatidha ini menerangkan mengenai kondisi di mana banyak
kegilaan yang terjadi di dunia ini. Jaman edan, manusia-manusia sama
kebingungan, jaman di mana jika tidak ikut edan tidak makan, namun nurani
kadang masih berbisik untuk tidak mengkhianati kebenaran, karena sak begja-begjane
kang lali luwih begja kang eling klawan waspada (sebahagiabahagianya orang
yang lupa, masih bahaagia orang yang selalu ingat dan waspada), demikian
pitutur dari sang pujangga keraton Surakarta. Berikut bunyi dari serat
Kalatidha di bait pertama :
amenangi zaman édan,
éwuhaya ing pambudi,
mélu ngédan nora tahan,
yén tan mélu anglakoni,
boya keduman mélik,
kaliren wekasanipun,
ndilalah kersa Allah,
begja-begjaning kang lali,
luwih begja kang éling klawan waspada.
Dulu saat
membaca serat ini, saya sama sekali belum merasakan kehadiran dari jaman
kalatidha ini, mungkin waktu itu masih anak-anak jadi tidak mengenal waktu
kecuali hanya kesenangan-kesenangan dunia dan pikiran anak. Namun hari ini saya
sangat merasakan aura kalatidha yang ditulis oleh Ronggowarsito.
Di mana
di jaman ini dunia penuh dengan keragu-raguan, kebenaran menjadi sesuatu yang
relatif, tertutupi oleh kebatilan-kebatilan yang dibungkus dan dihiasi dengan
kebaikan-kebaikan semu. Inilah jawaban dari apa yang ditulis dan digambarkan
dalam serat kalatidha. Oleh karena itu selalu ingat dan waspadalah dengan
kondisi yang sekarang. Kondisi wolak-waliking zaman, di mana yang benar
bisa menjadi salah, yang benar dimusuhi. di caci maki, dikriminalisasi, yang
salah bisa bungah, bisa menjelma menjadi kebenaran, dipuja, dan diikuti oleh
kebanyakan manusia. Eling lan waspada.
Melihat
kondisi yang demikian ini, maka selain eling lan waspada kita juga harus selalu
ingat kepada Tuhan, mintalah pertolongan Tuhan untuk menyelamatkan kita dari
jaman kegilaan ini. Demikianlah serat kalatidha ditutup oleh Sang Pujangga
Raden Ngabehi Ronggowarsito, sebagai solusi atas jaman edan.
Ya Allah
Ya Rasulallah
Kang
sipat murah lan asih
mugi-mugi
aparinga
pitulung
ingkang martani
ing alam
awal akhir
dumununging
gesang ulun
mangkya
sampun awreda
ing
wekasan kang kandi pundi
mula mugi
wontena pitulung Tuwan
Meminta
pertolongan Tuhan adalah sebuah keniscayaan di jaman yang telah dikuasai oleh
nafsu ahangkara yang berkobar-kobar, seperti api yang membakar ranting-ranting
dan dedaunan kering. Semua menjadi panas dan bergolak, tertutup asap keraguan, hanya
demi membela kepalsuan-kepalsuan belaka. Eling lan waspada.
Sagede
sabar santosa
Mati
sajroning ngaurip
Kalis ing
reh aruraha
Murka
angkara sumingkir
Tarlen
meleng malat sih
Sanityaseng
tyas mematuh
Badharing
sapudhenda
Antuk mayar
sawetawis
Borong
angga sawarga mesi martaya
Dengan
kesabaran dan kesentausaan hati, semoga kita bisa mengatasi kalabendhu ini
dengan mematikan raga jasmani, urip sakjroning pati, mati sakjroning urip, dan
membawa hati ini menyepi, heneng, hening, henung dalam tapa ngrame, untuk
melepaskan segala kerepotan hidup dan memutus rantai keangkaramurkaan di dunia,
dengan selalu memohon karunia Tuhan, dengan memasrahkan segala jiwa dan raga
ini hanya untuk-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar