Lorong
Sunyi Hari Buku Nasional
Oleh
: Joyo Juwoto
Saya
sendiri juga kurang tahu dan tak banyak ambil peduli dengan Hari buku Nasional,
jika tidak karena bergabung di Komunitas Literasi, tentu saya tidak akan tahu, dan tidak akan berusaha cari tahu jika hari ini, 17 Mei diperingati sebagai hari
Buku Nasional.
Setelah
saya melihat di laman Google penentuan hari Buku Nasional yang jatuh pada
tanggal 17 Mei merupakan ide dari Menteri Pendidikan Nasional dari kabinet
Gotong Royong, Abdul Malik Fadjar sejak tahun 2002. Penentuan hari buku ini
didasarkan pada momentum pendirian Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
(Perpusnas) di Jakarta pada 17 Mei 1980.
Dalam
setiap motivasi dan statemen sering saya baca bahwa Perpustakaan adalah
jantungnya peradaban, yang namanya jantung itu kerjanya mendorong dan memompa
darah untuk menghidupi sel-sel anggota tubuh. Jika jantung tidak bekerja,
matilah tubuh kita. Namun ternyata filosofi perpustakaan sebagai jantungnya
peradaban tidak jalan, nyatanya tanpa perpustakaan, tanpa buku, hidup kita
enjoy-enjoy saja. Seger-seger saja kan !
Saya
sering membayangkan di setiap kampung, atau taruhlah disetiap kecamatan ada
perpustakaan yang representatif, ada gedungnya, ada taman bermainnya, ada ruang
publiknya, dengan pohon-pohon hijau nan rindang yang menaungi
halaman-halamannya. Masyarakat bisa menghabiskan akhir pekan dengan bahagia sambil
membaca buku di perpustakaan. Tapi bayangan saya ini tak perlulah dipikirkan
atau pakai dirumuskan segala, mungkin memang saya lebih banyak hidup di bawah
bayang-bayang, jadi abaikan saja.
Jika
pada peringatan Hari Kartini terdapat banyak perayaan dan perhatian dari
lembaga pendidikan maupun lembaga-lembaga lainnya, dengan berbagai macam
seremonialnya, saya kok jadi kepikiran lorong sunyi perayaan Hari Buku
Nasional. Lembaga pendidikan yang nota benenya bersinggungan langsung dengan
buku, kurang mempunyai waktu untuk menengok lorong sunyi ini. Ya Hari Buku
nasional benar-benar sunyi, suwung dari segala macam perhatian.
Saya
jadi tergelitik dengan status ngantem lor kena kidul dan sarkasme yang
Maha tajam dari salah seorang teman di beranda facebooknya, “Mbok realistis.
Buku itu nggak bikin kaya. Malah bikin mlarat. Baca buku nggak bikin kenyang
justru malah lapar dan menghabiskan dana. Ada nyimpen buku malah ditangkep
pulisi. Dituduh ini itu. Wong pinter kuwi wis ra kanggo. Begitu tulisnya teman saya dengan nada penuh revolusioner.
Ya,
memang nasib buku di negeri ini belum begitu indah dan bahagia, tapi percayalah
buku adalah teman yang baik, guru yang bijak, dan yang paling penting buku
adalah kekasih yang akan menghilangkan status kejombloanmu.
Selamat
Hari Buku nasional, 17 Mei 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar