Taman Bunga Naila
Oleh
: Joyo Juwoto
Gemerlap
embun yang menempel di pucuk-pucuk daun, ilalang dan rumput yang hijau tampak berkemilau, butiran
kecil mutiara itu berseri indah di bawah terpacaan cahaya matahari yang cerah
di pagi hari. Suara burung emprit bercericit
di dahan pohon Jeruk di pojok rumah Naila dan Nafa. Tampaknya burung itu
sedang menyambut pagi yang baru saja terbit dari ufuk timur. Cahaya kemerahan
masih tampak menyelimuti kaki-kaki langit di balik bukit.
Di
sebuah taman kecil, bunga-bunga kertas bermekaran merah menawan, kupu-kupu
beterbangan hinggap di kanvas kelopak bunga yang menggoda hewan-hewan cantik,
yang membantunya dalam proses penyerbukan. Kedua makhluk Tuhan itu saling
bekerja sama membangun harmoni semesta, dalam rantai simbiosis mutualisme yang
sempurna.
Naila
baru saja menyelesaikan Shubuhnya, ia segera merapikan mukena pink yang
dipakainya. Kemudian Naila menengok kamar adiknya, Nafa masih meringkuk dalam
kehangatan selimut dan dalam pelukan guling kesukaannya.
“Fa...Fa...!
ayo bangun ! hari telah siang” suara Naila pelan membangunkan adiknya yang
masih terbawa mimpi. Sesekali tangan Naila menggoyang-goyangkan kaki Nafa yang
masih pulas.
Merasa
ada yang mengusik tidurnya, Nafa menggeliat, menggerakkan tubuhnya ke kanan, ke
kiri, kemudian dengan perlahan kedua bola mata Nafa pun terbuka.
“Ada
apa, Mbak ? aku masih ngantuk” ucap Nafa sambil mengucek-ucek kedua matanya
dengan tangan yang mungil.
“Ayo
Fa, bangun. Lihat itu di halaman taman bunga kita bermekaran” Bunga yang kau
tanam bulan lalu juga sudah mekar” Kata Naila menyemangati adiknya agar segera
bangun.
“Benarkah
! Ayo mbak” Nafa segera bangun dan bergegas keluar kamar menuju samping halaman
rumah mereka, yang di tanami bunga-bunga kertas.
“Wow...indahnya
! Merah merona ! Saya suka, saya suka” teriak Nafa kegirangan melihat bunga-bunga
kertas itu bermekaran.
“Iya
indah sekali bunga kertas itu, Fa, biar tetap segar dan tidak layu, ayo kita
siram bunganya” Ajak Naila sambil mengambil bak kecil di dekat kran air.
Kemudian Naila pun menyalakan kran itu, menunggu air memenuhi bak.
“Sini
mbak, saya bantu menyiramnya”
Kedua
gadis kecil itu pun menyiram bunga-bunga yang tumbuh subur di pekarangan rumah
mereka.
Di
bawah lentera pagi yang hangat, udara yang sejuk merasuk dada, diantara
rumput-rumput hijau serta dalam lanskap merah bunga-bunga kertas, keindahan
alam sungguh mempesona. Harmoni alam semesta lestari alam raya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar