Perlukah
Menulis Buku ?
Oleh
: Joyojuwoto
Menulis
mungkin ada yang mengatakan sebagai pekerjaan yang sia-sia belaka, menghabiskan
waktu, dan pekerjaan orang yang tidak punya pekerjaan. Anggapan seperti ini
tentu lahir dari ketidaktahuan akan pentingnya sebuah buku. Saya sendiri kadangpula
punya anggapan demikian pula, untuk apa menulis, toh sudah banyak yang nulis,
untuk apa menulis toh tulisanku jelek, tidak bermutu dan seabrek
kalimat-kalimat yang sebenarnya melemahkan semangat menulis, dan tentu
pertanyaan-pertanyaan itu tidak penting sama sekali.
Jika
bukan karena berniat menebar manfaat dengan menulis, saya sebenarnya enggan
untuk menulis. Rasa tidak pede dengan tulisan yang kurang bermutu benar-benar
mengganggu semangat dan pikiran untuk menulis. Jika bukan karena saya merasa
ada beban yang terlepas dari jiwa ketika menulis, jika bukan karena saya merasa
bahagia kalau menulis, saya juga enggan melakukan aktivitas ini. Sejelek apapun
tulisan yang saya hasilkan, setelah saya menuliskannya ada kebahagian yang
membuncah di dalam hati. Dan perasaan ini tidak pernah saya dapatkan dari aktivitas
apapun kecuali ya menulis tadi. Ringkasnya dengan alasan-alasan saya itu
akhirnya saya menulis juga, walau tulisan saya masih belum bagus, tapi
kebahagiaan ini selalu ada di sana.
Saya
menulis sebenarnya sudah sangat lama, tapi niat benar-benar untuk menulis baru
sekitar tahun 2015, saat itu saya ikut bergabung di group literasi Sahabat Pena
Nusantara (SNP) di Whatshap yang didirikan oleh Ustadz Husnaini dari Lamongan.
Dengan bergabung di group itu akhirnya saya terpacu untuk bisa menulis. Sejak
group itu didirikan ada aturan anggota SPN harus rutin setor tulisan dengan
tema yang telah ditentukan. Saya sangat gembira akhirnya di tahun 2015 buku antologi pertama saya
dengan SPN terbit judulnya Quantum Ramadhan, setelah itu setiap enam bulan
sekali SPN selalu menerbitkan buku antologi, hingga sekarang.
Setelah
buku perdana terbit, saya akhirnya semakin terpacu untuk menulis mandiri,
hasilnya dua buku solo saya terbit di tahun 2016, yang pertama adalah buku Sirah
Nabawiyyah judulnya “Jejak Sang Rasul” sebuah sejarah singkat Nabi
Muhammad Saw, dan solo buku kedua yang saya hasilkan adalah”Secercah
Cahaya Hikmah.”Saya merasa senang dan bahagia akhirnya saya bisa menerbitkan
buku secara indie.
Untuk
tahun 2017 ini saya juga punya keinginan menerbitkan buku, sudah ada puluhan
cerpen yang rencananya akan saya antologikan menjadi sebuah buku mandiri. Ya
setidaknya dalam hidup ini ada yang saya tinggalkan untuk peradaban, yaitu
buku. Bagaimanapun bentuk rupa dan isi dari sebuah buku tentu ada hal yang bisa
dipetik untuk kehidupan kita. Karena bagaimanapun buku dan tulisan akan lebih
lama hidup dan bertahan dibanding usia kita sendiri. Oleh karena itu menulislah
walau hanya satu buku yang kita tinggalkan dalam hidup ini. Karena dengan buku
dan tulisan engkau akan mengabadi, begitu kira-kira pesan sastrawan dari Blora,
Pramoedya Ananta Toer.
Jadi
menulis buku menurutku sangatlah penting, dari
buku kita bisa membagikan ilmu dan pengalaman. Bisa kita bayangkan jika
generasi zaman dahulu tidak meninggalkan tulisan apapun, maka kita akan
kesulitan dan kebingungan dalam mempelajari ilmu pengetahuan. Bahkan mu’jizat
terbesar di dunia ini pun bukan milik Nabi Isa yang bisa menghidupkan orang
mati, bukan milik Nabi Musa yang tongkatnya bisa membelas lautan, bukan pula milik
Nabi Ibrahim yang tidak mempan dibakar api yang berkobar-kobar, namun mu’jizat
terbesar adalah milik Nabi Muhammad Saw, yaitu berupa buku, tulisan di dalam
kitab suci Al-Qur’an.
Menyitir
dari perkataan Somerset Maugham di dalam buku “SOS” yang ditulis oleh Pak Emcho
(Much. Khoiri ), dikatakan bahwa : “We do not write because we want to; we
write because we have to,” Kita tidak menulis karena kita ingin menulis; kita
menulis karena harus menulis. Dari perkataan ini menyatakan menulis adalah
sebuah keharusan dan keniscayaan, oleh karena itu menulislah dan lakukan
sekarang juga. Nun Wal Qalami Wa Maa Yasthuruun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar