Membaca Cerpen “Alia Ingin Pergi Ke Angkasa” Karya Mbak Linda
Oleh : Joyojuwoto
Senja yang gerimis tipis-tipis, cukup
membuat dingin suasana. kunikmati semangkok mie ayam hangat di pinggiran jalan
raya santren, tepatnya di baratnya pom mini.
Sambil membaca cerpen di HP dari mbak Linda yang
di-share di group WhatsApp Komunitas Kali Kening.
Mbak Linda memang memiliki naluri
resah melihat nilai kemanusiaan dikoyak moyak oleh tangan-tangan jahat.
Perhatiannya dengan realisme sosial sangat tinggi, hal ini tentu tidak terlepas
dari latar belakang beliau sebagai seorang Pramis. Tidak heran jika karya-karya
yang beliau tulis banyak menyoroti masalah-masalah ketimpangan sosial yang
terjadi di sekitarnya.
Begitupula dengan cerpen yang ditulis oleh
Mbak Linda dengan judul ““Alia Ingin Pergi Ke Angkasa” Cerpen ini mengisahkan
tentang perilaku menyimpang seorang anak manusia, karena pengaruh negatif dari sebuah
teknologi kebablasan yang merajalela.
Cerpen ini juga menggambarkan
kondisi lokalitas suatu dusun yg jauh dari keramaian. Namun ternyata pengaruh
jahat dari media yang tk terfilter masuk juga ke desa di pedalaman. Tidak hanya di kota-kota besar, ternyata dusun di
celah gunung pun tidak lepas kejahatan media.
Sambil sesekali menyendok mie
ayam, saya membayangkan seorang gadis kecil yg mengalami kekerasan seksual.
Tentu ini adalah pengalaman menyakitkan yang tidak mudah hilang, membekas dan akan
dibawa hingga dewasa.
Kasihan Alia, seorang gadis
cantik yang mempunyai impian menjadi seorang angkasawati, seharusnya Alia
menghabiskan hari-harinya dengan penuh keceriaan, memandang langit yang cerah,
bermain dengan lincah bersama teman-temannya, menikmati masa bahagia yang kadang
tak ditemukan pada orang-orang dewasa, namun Alia harus menanggung beban
perasaan yang berat. Menjadi korban kekerasan dari kakak kelasnya sendiri,
Harno.
Belum lagi, Alia yang seharusnya
mendapatkan advokasi dan perlindungan, karena sebagai korban kekerasan seksual,
namun justru ketika Alia menceritakan tindakan asusila dari Harno, anak kepala
desa, justru ia dianggap berbohong dan harus menanggung malu, dihukum dengan
cara direndam di sebuah sumur keramat, sebagai hukuman adat bagi orang-orang
yang bertindak tidak sesuai dengan norma yang berlaku di tengah-tengah
masyarakat.
Membaca cerpen Alia ini membuat
air mata berderai bagai gerimis sore itu, menyedihkan sekaligus nggregetke
ati. Kita juga akan dibuat mengelus dada, sambil berucap “amit-amit
jabang bayi” kejahatan-kejahatan yang dulu hanya ada di layar televisi,
sekarang nyata di depan mata. Walau cerpen adalah sebuah karya fiksi, namun saya
yakin ada pijakan fakta yang melatarbelakanginya.
Demikian sedikit ungkapan dan
kesan saya dalam membaca cerpen mbak Linda, semoga beliaunya terus bisa
berkarya. Salam literasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar