Bincang Sajak,
Menempuh Pucuk Ilalang
oleh : Joyojuwoto
Langit sore yang
cerah, saat matahari senja sedang lembut-lembutnya mengusap wajah-wajah bahagia
anggota komunitas kali kening, Sore itu kali kening membincang sajak dalam
ngaji literasinya yang ke-15. Kali ini sajak yang diperbincangkan adalah karya seorang
penulis berbakat dari hulu kali kening, tepatnya dari tlatah Jatirogo.
Jika teman-teman
ingat sebuah event yang digelar oleh Gerakan Tuban Menulis (GTM), beberapa
bulan silam, yaitu event menulis surat cinta untuk Bupati Tuban, pemenangnya
tidak lain adalah yang sore ini tadi mengisi bincang sajak “Menempuh Pucuk
Ilalang.” Beliau adalah mbak @i_lalang, penulis buku “Pucuk Ilalang”
yang sebentar lagi akan rilis ke pembaca.
Selain menulis sajak,
mbak i_lalang ini juga menulis essai dan cerpen. Salah satu cerpen mbak dari
Sugihan, Jatirogo ini, yang pernah dimuat di radar berjudul “Kembang Melati.” Demikian
sedikit stalking yang saya lakukan di instagramnya mbak i_lalang.
Dipandu moderator handal
Mas Ical, bincang-bincang sajak yang diikuti oleh anggota dari kali kening ini
berjalan cukup ceria. Saya sendiri telat hadir, sehingga secara detail saya
kurang bisa menuliskan apa yang telah dibincangkan oleh mbak i_lalang. Namun
dari apa yang saya tangkap diakhir-akhir bincang, bahwa sajak itu mewakili
perasaan si penulisnya. Sajak ibarat komposisi dari emosi, emajinasi, kiasan, dan
citraan, dari penulisnya itu sendiri.
Untuk sajak “Menempuh
Pucuk Ilalang” yang ditulis oleh mbak i_lalang bergenre romantisme. Sajak ini
sebenarnya oleh penulis diproduksi dan dihasilkan dari Instagram. Oleh karena
itu struktur sajaknya pendek-pendek. Walaupun demikian sama sekali tidak
mengurangi kejernihan dan ketajaman dari sajak yang ditulis oleh arek Jatirogo
ini.
Berikut saya kutipkan
sebuah sajak dari mbak i_lalang yang dijadikan DM di instagramya :
“Di depan senyummu
aku diam-diam bersumpah
Akan kuterjemahkan
kamu,
pada bahasa yang
tidak bisa dimengerti
selain oleh jantungku
dan degub dadaku”
Sajak yang ditulis
oleh mbak i_lalang ini memang sangat singkat, namun sebagaimana lazimnya sajak,
memang ia ditulis bukan dengan deskripsi yang jelas dan panjang lebar, sajak
bukanlah pintu yang bebas terbuka, namun sajak ibarat jendela bertirai kain
tembus pandang, menampilkan siluet-siluet kata-kata yang kadang-kadang
memancing rasa penasaran bagi yang melihatnya. Begitupula dengan deretan dari
rajutan sebuah sajak.
Bagaimanapun
keindahan dalam membuat sajak, jangan sampai sajak hanyalah kumpulan kata hampa
dan kosong makna. Sajak sejatinya adalah sebuah karya seni estestis dan
bermakna, sehingga sajak bukan hanya menjadi sebuah bualan semata. Sebagaimana
yang dikatakan oleh Mas Rohmat, bahwa sajak yang bagus adalah sajak yang
memiliki ruh untuk membela nilai kemanusiaan. Sebagaimana sajaknya Wiji Thukul,
pungkasnya.
Demikian sedikit apa
yang saya tangkap dan apa yang saya pikirkan dalam bincang sajak “Menempuh
Pucuk Ilalang” sore itu bersama kawan-kawan anggota Komunitas Kali Kening. Semoga ada manfaatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar