Filosofi
Pakaian Warna Hitam
Pakaian
warna hitam lazim dipakai oleh aliran-aliran pencak silat, ataupun dipakai oleh
tokoh-tokoh adat masyarakat. lalu mengapa mereka memakai atribut warna hitam,
padahal warna hitam identik dengan sesuatu yang berbau kejahatan ? Warna hitam
memang sering kali dipakai untuk menyebut sesuatu yang tidak baik, seperti
istilah terjun ke dunia hitam, maksudnya tentu dunia yang penuh dengan hal-hal
yang menyimpang dari nilai-nilai dan norma kesusilaan yang ada di tengah
masyarakat.
Ada
sebuah semboyan yang sering diucapkan oleh para pesilat khususnya yang memakai
pakaian warna hitam yang dipadu dengan ikat pinggang yang berupa kain mori, “Ireng
iku julukanku, ora berarti sesat aliranku, mori cekelanku dudu setan panutanku”
dari semboyan ini menjadi penanda bahwa warna hitam tidak berarti sesat dan
menjadi pengikut setan, karena warna hitam menjadi warna kebesaran dan
kebanggaan para pesilat yang melestarikan ajaran adiluhung para leluhur.
Warna
Hitam bukan berarti Kelam, memakai atribut hitam belum tentu penganut aliran
setan, pada dasarnya warna hitam adalah warna kebesaran menurut adat nenek
moyang kita, dalam tradisi pencak silat pakaian hitam ini adalah simbol dari
kebesaran seorang pendekar. Siapa yang berani memakai pakaian sakral ini
haruslah benar-benar mampu menyelami makna dari pakaian yang dipakainya. Bukan
hanya sekeda memakai, apalagi sekedar gaya-gayaan semata, ada nilai, ada
tanggung jawab pada pakain kependekaran yang melekat pada dirinya.
Pakaian
atau dalam bahasa Jawanya ageman berarti menunjukkan nilai dari orang yang
memakainya. Filosofi “Ajining diri soko lathi, Ajining Raga soko busana”
menjadi tanda seseorang haruslah berpakaian yang baik dan terhormat. Baju warna
hitam bisa melambangkan ketabahan dan ketahanan, memakai pakain hitam haruslah
selalu tabah dan memiliki keuletan dalam menghadapi dinamika kehidupan. Tidak
mudah patah arang dan selalu optimis. Warna hitam juga berarti melambangkan
kesabaran, sabar dalam mengemban amanat sebagai khalifatullah di muka bumi dan
selalu menebar kasih dan rahmat semesta atau dalam istilahnya memayu hayuning
bawana.
Lebih
mendalam lagi warna hitam adalah warna kehampaan, manusia adalah entitas yang
hampa dan kosong, sedang Tuhan adalah dzat Yang Wajibul Wujud. Manusia bukan apa-apa, dari tiada
menuju ketiadaan juga, jadi manusia harus menyadari bahwa ia ada karena Sang
Titah semata.
Baju
hitam biasanya dibuat dalam model yang longgar dan dipadukan dengan celana
komprang. Ini memiliki makna bahwa seorang itu haruslah longgar dan luwes,
tidak kaku serta mudah bergaul di tengah masyarakat, manjing ajur ajer,
bersinergi dalam kebaikan guna mewujudkan harmoni kehidupan masyarakat.
Celana
komprang atau longgar melambangkan langkah yang tutug (selesai), walaupun
celana itu longgar tapi ada batasannya, ada ukurannya yang bermakna ada tata
tertibnya. Dalam peribahasa Jawa disebutkan “Tata, tatag, dan tutug” yang
bermakna hidup itu harus sesuai aturan, berani dalam kebaikan, dan selesai
dalam mengemban amanat Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar