Lampion
Kunang-Kunang
Oleh
: Joyo Juwoto
Malam
itu purnama lima belas yang ditunggu-tunggu para gadis kecil di pelataran rumah
belum juga muncul. Langit tertutupi mendung gelap, angin malam bertiup pelan
membawa hawa dingin, hanya pendar-pendar cahaya rembulan di balik awan hitam
yang tampak menggores kanvas di atas langit. Keremangan malam membuat hati para
gadis kecil yang sedang duduk melingkar di atas selembar tikar pandan itu
menjadi gundah. Mereka sedang menunggu malam bulan purnama.
“Ah,
langitnya mendung Nel, kita gak jadi bermain cublek-cublek suweng dong? ujar
salah seorang diantara mereka dengan nada sedih.
“Iya,
semoga tidak turun hujan, agar kita bisa bermain-main malam ini, jika gelap
seperti ini, enaknya kita main apa ya? Naila salah seorang dari gadis kecil itu
menimpali.
Malam
purnama adalah malam keceriaan anak-anak desa, Naila, Nafa, Agis, Windi, dan
Indah sejak pulang dari mengaji di langgar sore tadi sudah merencanakan akan
mengisi malam purnama dengan bermain cublek-cublek suweng di halaman rumah.
Namun sayang purnama tertutup mendung, sehingga malam menjadi gelap.
“Kalau
gelap gini enaknya kita main petak umpet saja, bukankah begitu Win? kata Agis
berusaha memecahkan kebuntuan teman-temannya karena purnama tak jadi muncul.
“Enggak
ah, kalau gelap begini main petak umpet saya takut”
“Saya
juga takut, hiii... gelap, ngerii! Nafa dan indah gadis yang paling kecil
diantara mereka tidak mau bermain petak umpet dikarenakan takut dengan
kegelapan.
“Ya...coba
saja malam ini tidak mendung tentu suasananya akan indah dan meriah. Emm..aku
punya ide kawan, bagaimana kalau kita bersama-sama mencari kunang-kunang saja?
ajak Windi kepada teman-temannya. “Nanti kita bisa bermain lampion dengan
cahaya kunang-kunang”
“Baiklah, ayo kita cari kunang-kunang!
bagaimana menurutmu Gis? tanya Naila mengiyakan ajakan Windi.
“Aku
juga mau, daripada kita bengong di sini” jawab Agis.
“Horee...asyik,
ayo kita menangkap kunang-kunang” teriak gadis-gadis kecil itu serentak berdiri
dari tempat duduknya. Walau tidak jadi bermain cublek-cublek suweng seperti
yang telah mereka rencanakan sejak sore hari, namun mereka tetap gembira karena
ada ide untuk berburu kunang-kunang.
Lima gadis kecil itu kemudian bergegas
masuk rumah mencari wadah tempat kunang-kunang. Windi membawa botol plastik
bekas air minum, Agis mengambil plastik milik ibunya yang dipakai untuk membuat
es batu, sedang Naila justru ke belakang rumah, ia mengambil papah pohon
pepaya untuk wadah kunang-kunang yang akan ditangkapnya.
“Bagaimana teman-teman, sudah siap dengan wadah kalian masing-masing? Seru
Windi mengomando dan memastikan kesiapan kawan-kawannya.
“Siap!
eh sebentar, saya ambil seser ikan milik kakek dulu, biar nanti mudah
menangkap kunang-kunangnya” Kata Naila sambil berlari ke rumah kakeknya.
“Ingat
ya, kita hanya menangkap kunang-kunang, kita tidak boleh menyakitinya, nanti
kalau sudah selesai kunang-kunang itu harus kita lepaskan kembali, biarkan ia
hidup bebas di alamnya” pesan Windi sebelum mereka berburu kunang-kunang.
“Baiklah,
siap laksanakan komandan” kata Agis sambil mengangkat tangannya dengan posisi
seperti seorang tentara yang menghormat kepada atasannya.
Setelah
semuanya siap, mereka berlima ke pekarangan belakang rumah yang biasanya banyak
kunang-kunang beterbangan. Tidak sulit untuk mencari kunang-kunang di tempat
gelap, karena kunang-kunang memiliki cahaya di ekor belakangnya.
“Ini
ada kunang-kunang, ayo tangkap pakai seser Mbak Nel! teriak Nafa. Ia
berlari kegirangan menangkap kunang-kunang yang beterbangan. Namun tak ada satu
pun yang berhasil ditangkapnya.
Nafa
dan Indah yang memang paling kecil diantara kawan berlima itu hanya
berlari-lari ke sana ke mari mengejar kunang-kunang, dengan tangan kosong
mereka tampaknya kesulitan menangkap binatang yang terbang dengan cahaya kuning
di ekornya.
Agis,
Windi, dan Naila mengumpulkan satu persatu kunang-kunang yang mereka tangkap.
Kunang-kunang itu dimasukkan ke dalam wadah yang mereka bawa. Kunang-kunang
yang dimasukkan ke dalam wadah itu tampak kerlap-kerlip bersinar indah. Seperti pesta lampion yang gemerlapan
di tengah malam yang gelap.
Walau
purnama tidak tampak namun gadis-gadis kecil itu bisa bermain dengan gembira
dengan lampion-lampion yang mereka buat dari cahaya kunang-kunang. Betapa
bahagia dan indahnya malam itu.
Gadis-gadis
cilik itu kemudian membuat lingkaran, bergandengan tangan, berputar-putar
sambil menari dan menyanyikan lagu kunang-kunang dengan riang gembira.
“Kunang-kunang,
hendak ke mana
Kelap-kelip
indah sekali
Gemerlap,
bersinar
Seperti
bintang di malam hari
Kunang-kunang,
terbang ke sini
Ke
tempatku, singgah dahulu
Kemari,
kemari
Hinggaplah
di telapak tanganku”
(AT. Mahmud)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar