Ulama dan Santri Pusaka Nusantara
Oleh : Joyo Juwoto*
Tidak diragukan lagi
peran Ulama dan santri bagi negeri
Nusantara kita tercinta, hampir di setiap tempat di desa-desa di wilayah
Nusantara dan Jawa khususnya memiliki punden atau sesepuh desa. Dipercaya
punden atau tempat yang dianggap keramat dan dihormati adalah maqamnya para
ulama yang berjasa membuka perkampungan atau menjadi penyebar agama Islam yang
pertama.
Ulama-ulama dan para
santri tersebut dianggap menjadi cikal bakalnya suatu perkampungan, sehingga
tidak heran masyarakat menjaga punden dan maqamnya para ulama dengan cara
menggelar kegiatan rutin tahunan yang dikenal dengan sebutan Khaul.
Penghormatan
masyarakat terhadap maqam para ulama tentu tidak berlebihan dan melampaui
batas. Masyarakat berusaha memberikan bakti syukur dengan cara mengadakan
tahlilan, yasinan, khataman Al Qur’an, dan mendoakan para arwah terdahulu yang
telah berjasa membuka desa dan mengajarkan agama Islam kepada generasi
selanjutnya.
Ulama dan santri
memang menjadi pusaka bagi daerah mereka masing-masing. Bahkan dalam sebuah
riwayat cerita ketika pulau Jawa belum ada manusia yang menempati, saat pulau
jawa masih angker gung lewang lewung, jalma moro jalma mati. Hutan-hutan dan
gunungnya dihuni oleh berbagai makhluk angker, Jin-jin, setan, gendruwo,
brekasaan, kuntil anak, kemamang, banaspati dan berbagai makhluk mengerikan
lainnya.
Sultan Rum, kemudian
mengirimkan ekspedisi manusia untuk menempati tanah Jawa. Namun ekspedisi itu
gagal, karena rombongan itu banyak yang mati ditelan oleh makhluk-makhluk ghaib
tanah Jawa. Singkat kata kemudian Sang Sultan mengirimkan seorang sakti yang
bernama Syekh Subakir. Dipercaya Syekh Subakir inilah yang kemudian menumbali
tanah Jawa sehingga bisa ditempati oleh manusia.
Jika kita melihat
fenomena sejarah yang ada di masyarakat Nusantara, cerita mengenai Syekh
Subakir ini bukanlah hal yang aneh. Dibanyak tempat di tanah Jawa terdapat
maqam para wali sebagai pepunden yang dihormati oleh masyarakat. Sebut saja di
Tuban yang dikenal sebagai Bumi Wali, hampir disemua tempat terdapat maqam para
wali yang menjadi pusaka bagi masyarakat sekitar. Hal ini pula yang mengilhami
Pemerintah daerah Tuban menyebut Tuban sebagai Bumi Wali, walau tentu ada kontroversi
juga dalam penyebutan ini.
Tidak berlebihan
sekiranya saya mengatakan bahwa Ulama dan santri pada hakekatnya adalah
pusaka-pusaka negeri nusantara ini. Selain karena banyaknya punden-punden
keramat para wali yang notabenenya adalah para Ulama dan santri, perjuangan
dalam merebut dan membela kedaulatan Negeri Nusantara ini juga tidak terlepas
dari peran para Ulama dan Santri.
Seperti yang saya
tulis di depan tentang penumbalan tanah Jawa oleh Syekh Subakir, kemudian
dilanjutkan masa penyebaran Islam era Walisongo, dan peran ulama dan santri
terus berlangsung hingga kini. Sebut saja perjuangan pangeran Diponegoro
seorang santri yang didukung oleh Kyai Maja, Sentot Ali Basya, dan beberapa
Kiai lainnya.
Termasuk juga yang menjadi cikal bakal pondok
pesantren Tambak Beras dan Tebu Ireng di Jombang adalah pengikut dan orang
kepercayaan Pangeran Diponegoro yang berhasil meloloskan diri dari kejaran
Belanda. Namanya Mbah Abdussalam. Dari Mbah Abdussalam inilah terlahir tokoh
besar pendiri Nahdhatul Ulama KH. Hasyim Asy’ari dan Mbah Wahab Chasbullah.
Selain tokoh-tokoh
ternama di atas kita juga sering mendengar wali-wali yang menjaga dan menjadi
pusaka Nusantara tercinta ini. Kisah-kisah kelebihan para ulama dan santri
sudah menjadi kisah yang begitu melegenda di tengah masyarakat. Seperti kisah Kiai
Abbas yang mampu menaklukkan bom pada perang 10 November di Surabaya, Kisah Gus
Maksum sang pendekar NU, Kisah Mbah Hamid Pasuruan yang ngerti sak durunge
winarah, Kisah Gus Dur dengan berbagai kelebihannya, di Tuban ada juga ada
kisah karamahnya Syekh Assomadiyah Makam
Agung yang ketika berjalan untuk shalat jama’ah di Masjid Agung Tuban, melewati
tempat hiburan orang-orang Belanda musiknya tiba-tiba mati, dan masih banyak
sekali kisah ulama dan santri yang menjadi khasanah dan kearifan lokal di tengah
masyarakat.
Yang saya ceritakan
di atas itu yang kelihatan, belum lagi para ulama-ulama yang menjadi waliyullah
yang duduk diam berkhidmat untuk umat dengan seribu karamah yang mereka miliki.
Yang pasti Negeri Nusantara ini dipusakai oleh Ulama dan santri, yang kelihatan
maupun yang tidak kelihatan.
*Joyo Juwoto. Santri Ponpes ASSALAM Bangilan Tuban Indonesia.
Amiin
BalasHapus