Mutiara
Surat At Tin
Oleh
: Joyo Juwoto
Surat
At Tin termasuk surat yang diturunkan di kota Makkah, jumlah ayatnya ada
delapan. At-Tin di sini adalah merujuk pada nama sebuah pohon yang banyak
tumbuh di daerah timur tengah, namun tanaman ini sekarang juga banyak
dibudidayakan di Indonesia.
Nama
pohon Tin ini disebut satu kali, yaitu dalam surat At-Tin ayat 1, “Demi
(buah) Tin dan (buah) Zaitun”. Jika Allah menjadikan pohon ini sebagai
lafal sumpah, tentu pohon ini punya keistimewaan yang lebih dibandingkan dengan
pohon-pohon yang lainnya. Bahkan Rasulullah menyebutnya buah Tin sebagai salah
satu buah dari di surga.
Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw,
bersabda mengenai buah Tin ini :
“Rasulullah telah
diberi hadiah satu wadah buah Tin, kemudian Nabi Bersabda : “Makanlah kalian!”
lalu beliau pun memakannya dan berkata, “Jika engkau berkata ada buah yang
diturunkan dari surga, maka aku bisa katakan inilah buahnya, karena
sesungguhnya buah dari surga tanpa biji. Oleh karena itu makanlah, karena buah
Tin ini dapat menyembuhkan penyakit wasir dan encok.” (HR. Abu Darda)”.
Selain berfungsi sebagai obat wasir
dan encok, buah Tin ini banyak mengandung senyawa garam, kalsium, fosfor, dan
zat besi. Selain itu juga mengandung vitamin A dan B. Buah Tin juga banyak
mengandung vitamin C dan K yang memiliki fungsi menghentikan pendarahan saat
proses pembekuan darah.
Pohon
Tin ini selain keramat menurut pandangan umat Islam, dalam literatur agama
samawi lainnya seperti Yahudi dan Nasrani juga menyebut mengenai pohon Tin ini.
Yesus Kristus bahkan menjadikan pohon Tin atau pohon Ara sebagai perumpamaan
yang diajarkan kepada murid-muridnya. “Tariklah pelajaran dari perumpamaan
pohon ara: Apabila ranting-rantingnya melembut dan mulai bertunas, kamu tahu,
bahwa musim panas sudah dekat...”.
Selain
memiliki manfaat sebagai obat dan sebagai penanda musim, pohon Tin ini
disebutkan dalam tafsir Ibnu Katsir Juz III, bahwa Ibnu Abbas ketika menafsiri
lafadz “Waraqal Jannah” (daun-daun surga), dalam surat Thaha ayat 121, bahwa
daun surga yang dimaksud itu adalah daun dari pohon Tin. Daun-daun Tin inilah
yang dipakai oleh Adam dan Hawa untuk menutupi aurat-aurat mereka yang terbuka
setelah memakan buah Khuldi atas bujukan dan rayuan sesat dari syetan.
Sedangkan
nama Zaitun disebut dalam Al Qur’an sebanyak 7 (tujuh) kali, yait pada surat Al
An’am ayat 99; An Nahl ayat 11; al Mukminun ayat 20; an-Nur ayat 35; Abasa ayat
29; dan dalam surat At Tin ayat 1.
Sebagaimana pohon Tin, pohon zaitun
juga banyak memiliki manfaat. Sekarang ini produk olahan dari buah zaitun
sangat banyak, dipakai sebagai obat maupun untuk komoditi lain, semisal sebagai
bahan pembuatan sabun, kalium karbonat, sebagai obat penawar racun, bahan baku
salep, sebagai pewarna produk-produk tekstil dan lain-lain. Hal ini juga sesuai
yang disabdakan oleh Rasulullah Saw, bahwasanya Zaitun memiliki banyak manfaat
dan keberkahan. Dalam sebuah hadits Nabi Bersabda : “Makanlah buah zaitun dan
peraslah minyaknya, karena dia pohon yang membawa berkah.”
Setelah Allah bersumpah dengan
menyebut Tin dan Zaitun, dalam ayat kedua Allah menyebut Thursina, yaitu nama
sebuah gunung yang berada di Semenanjung Sinai. Di gunung inilah Nabi Musa
berbicara langsung dengan Allah, oleh karena itu Nabi Musa mendapatkan julukan
“Kalimullah” maksudnya adalah beliau langsung bercakap-cakap dengan Allah tanpa
melalui perantara Malaikat saat menerima wahyu di puncak bukit Thursina. Hal
ini sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Swt dalam surat An Nisa’ ayat 164
yang artinya : “Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.”
Di ayat
ketiga, Allah Swt, bersumpah demi negeri yang dijadikan aman. Dalam tafsir Al
Iklil yang ditulis oleh KH. Misbah Zainil Mustofa, dinyatakan bahwa negeri yang
dimaksud adalah negeri Makkah. Negeri Makkah adalah tempat yang
mendapatkan perlindungan langsung dari Allah Swt ketika pasukan gajah yang
dipimpin oleh Raja Abrahah saat akan menghancurkan Ka’bah. Di tempat ini pula
setiap orang akan merindukannya untuk menyempurnakan rukun Islam yang kelima,
yaitu berangkat menunaikan ibdah haji.
Ayat keempat dan kelima Allah menyatakan bahwa manusia
diciptakan dalam bentuk yang baik dan sempurna. Secara lahiriah kesempurnaan
manusia sebagai makhluk Tuhan lama kelamaan akan sirna, mulai dari kelahiran,
masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan akhirnya akan menua. Seperti pohon-pohon
hijau yang lama kelamaan akan menguning dan kering, kemudian luruh ke tanah dan
akhirnya mati.
Yang mampu mengabadikan kesempurnaan manusia adalah
keimanannya dan amal sholeh yang diperbuatnya, karena dengan iman dan amal
sholeh itulah manusia akan mendapatkan ganjaran yang tiada terputus. Demikian
sebagaimana yang disebutkan dalam ayat yang keenam.
Di ayat
yang ketujuh Allah Swt, menegaskan dengan sebuah pertanyaan “Maka apakah yang
menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya
keterangan-keterangan) itu ? Ayat ini memberikan gambaran bahwa Allah pasti
akan memberikan balasan yang baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal
sholeh, sedangkan orang yang tidak beriman dan membuat kerusakan akan direndahkan
oleh Allah dengan serendah-rendahnya di akhirat kelak.
Kemudian
surat At-Tin ditutup dengan penegasan dan pernyataan dalam bentuk pertanyaan,
“Bukankah Allah Hakim yang adil ? di dalam tafsirnya, Mbah Yai Misbah
memberikan keterangan di ayat terakhir ini, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda
: Barangsiapa yang membaca surat At-Tin hingga akhir ayat, sebaiknya kemudian
membaca :
بلى وانا على ذلك من الشاهدين
Maksud dari bacaan di atas adalah kita mengiyakan dan
bersaksi bahwa Allah Swt Dzat yang Maha Adil dengan segala hukum-hukumnya. Kita tunduk dan taat
kepada hukum Allah dan ridha dengan segala qadha-Nya. Demikianlah para ulama
dahulu bertata karma dalam menyikapi sebuah ayat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar