Bahtera
Nabi Nuh dan Kan’an
Oleh
: Joyojuwoto
Kisah
Nabi Nuh dengan salah satu anaknya yang
bernama Kan’an diabadikan oleh Allah Swt, di dalam Al Qur’an surat Hud ayat 42-45. Sebagai seorang Rasul yang
menyeru umatnya untuk beriman kepada Allah, Nabi Nuh berdakwah dengan
sungguh-sungguh di tengah-tengah kaum yang mendustakannya, walau dakwahnya tidak banyak yang menggubrisnya.
Selama
berdakwah kurang lebih 500-an tahun, Nabi Nuh lebih banyak dihina dan dikatakan
sebagai orang gila oleh kaumnya. Walau demikian beliau terus mendakwahkan
ajaran tauhid, ada sekitar 80 orang yang mau mengikuti ajaran Nabi Nuh, sedang
lainnya tetap dalam kesesatan.
Nabi
Nuh pun tentu tidak lupa mengajak pula keluarganya untuk beriman kepada Allah.
Namun Sayang istri (Q.S. At-Tahrim : 10) dan anaknya yang bernama Kan’an ingkar
dan tidak mau mengikuti seruan ayahnya.
Karena
kedurhakaan umatnya semakin menjadi-jadi akhirnya Allah memerintahkan kepada
Nabi Nuh untuk membuat sebuah bahtera di atas sebuah bukit. Dalam surat Hud
ayat : 38 Allah Swt, berfirman :
وَيَصْنَعُ الْفُلْكَ وَكُلَّمَا مَرَّ عَلَيْهِ مَلأ مِنْ قَوْمِهِ
سَخِرُوا مِنْهُ قَالَ إِنْ تَسْخَرُوا مِنَّا فَإِنَّا نَسْخَرُ مِنْكُمْ كَمَا تَسْخَرُونَ
(٣٨)
Artinya : “Dan mulailah Nuh membuat bahtera. dan
Setiap kali pemimpin kaumnya berjalan meliwati Nuh, mereka mengejeknya.
berkatalah Nuh: "Jika kamu mengejek Kami, Maka Sesungguhnya Kami (pun)
mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami).”
Sebagaimana yang disebutkan di ayat tersebut di
atas, Nabi Nuh selalu diejek oleh kaumnya, hingga Allah Swt menurunkan adzab
berupa hujan deras yang turun selama satu bulan. Orang-orang yang menjadi
pengikut Nabi Nuh dinaikkan bahtera. Banjir besar pun menenggelamkan seluruh
kaum Nabi Nuh termasuk istri dan anaknya yang durhaka dan tidak mau menumpang
di dalam bahtera Nabi Nuh.
Sebagai seorang ayah, tentu Nabi Nuh tidak ingin
anaknya mati tenggelam, beliau pun memanggil-manggil anaknya :
“Wahai anakku ! Naiklah (ke kapal) bersama kami
daan jangan engkau bersama orang-orang kafir.”
Kan’an pun menjawab dengan penuh sombong seruan dari
ayahnya itu :
“Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat
menghindarkan aku dari air bah !
Nabi Nuh sangat sedih melihat anaknya tetap tidak
mau mengindahkan ajakannya untuk naik ke atas bahtera, dengan penuh harap nabi
Nuh berusaha menyadarkan anaknya :
“Tidak ada yang melindungi dari siksaan Allah pada
hari ini selain Allah yang Maha Penyayang.”
Akhirnya sebuah sapuan gelombang besar pun
menenggelamkan tubuh Kan’an yang terapung-apung di air, anak yang durhaka
kepada ayahnya itu pun akhirnya hilang dalam pusaran air bah yang melanda.
Bencana air bah yang diturunkan oleh Allah Swt
telah menenggelamkan seluruh kaum Nabi Nuh tak tersisa, kecuali para
pengikutnya dan hewan-hewan berpasangan (jantan dan betina) yang ikut naik di
atas bahtera Nabi Nuh.
Pada hari itu tidak ada perlindungan yang mampu
menyelamatkan kaum yang durhaka dari terjangan air bah. Siapapun juga yang
tidak berada di barsaan Nabi Nuh tenggelam tak tersisa, tidak juga bukit dan gunung-gunung
yang tinggi mampu menyelamatkan mereka.
Kisah bahtera Nabi Nuh dan anaknya Kan’an adalah
sebuah pelajaran berharga yang dapat kita petik, bahwa siapapun yang ingkar dan
tidak mau berada dalam barisan Nabi Nuh, pasti lambat laun akan tenggelam dalam
pusaran air bah. Dan kisah seperti ini pun akan terus terulang sepanjang
perjalanan sejarah umat manusia, walau mungkin dengan cerita, setting dan model
yang berbeda namun alurnya akan tetap sama. Karena sejarah pasti berulang.
Salam,
Joyojuwoto, Santri PP. ASSALAM Bangilan Tuban.
Tambah ilmu ustad...
BalasHapus