Memburu Cahaya Lentera di Kota Langitan Tuban
(Ketika
karya,cita,cinta dan promblematika dihadapi)
Oleh : Muhammad Fajar Syafiqul Amidan (Siswa MA ASSALAM Bangilan)
Pic : Investasituban.blogspot.com |
“Semua berawal dari mimpi’’ itulah
istilah yang mungkin tak terdengar asing di telinga kita, memang
kebanyakan dari kita selalu menggunakan istilah tersebut dalam setiap keinginan yang
belum kesampaian saat ini dan mungkin juga banyak dari kita yang
sekarang ini hanya terus bermimpi dan mempertanyakan kapan mimpi itu
bisa jadi kenyataan ? hal itu juga berlaku kepada saya dan teman-teman saya
disini, yang mencoba meniti harapan di bumi para wali ini (Tuban).
Berbicara soal Tuban, itulah kota
kelahiran saya, mungkin saya satu dari beribu anak yang mencoba merubah kota
saya ini menjadi lebih baik, secarakan kota sendiri. Pengetahuan saya soal
Tuban gak terlalu banyak oleh karna itu saya mohon maaf kalau ada kesalah
fahaman ataupun kata yang menyinggung, maklum ini hanyalah pendapat dari
seorang pelajar asal Tuban.
Seperti kota-kota di Indonesia yang
lain yang slalu mempunyai problematika dan banyak hal yang harus dibereskan,
Tuban menjadi salah satunya, menurut saya ini seperti sama halnya mencari
bercakantinta hitam di atas selembar kertas putih. orang berkata, “mencari
kesalahan dari sesuatu itu amatlah mudah’’ memang hal itulah yang akan saya
paparkan kali ini.
1.Globalisasi sang pelahap
era
Zaman sudah berubah, tak seperti
dulu lagi, masa lalu memang tidak akan terulang kembali, hal itulah yang sedang
melanda kota ini. Membahas soal globalisasi dari sudut pandang saya &mungkin
dalam benak kalian pernah terbesit ataupun bertanya-tanya ,apakah mungkin kita
bisa bersosialiasi seperti dulu, bermain bersama, tertawa, menangis? setelah
era globalisasi melanda dunia tak terkecuali TUBAN. Memang sih globalisasi itu
banyak menguntungkan tapi kalau di lihat dari segi sosialbagi saya sendiri dan
kalian juga mungkin pernah merasakannya yaitu untuk ketemu atau berkumpul
denganorang-orang sangat memprihatinkan, faham kan maksud saya, semasa dulu
kecil adalah masa yang mungkin kita akan selalu ingat. Coba liat anak-anak masa
sekarang sudah disibukkan dengan gadget yang mereka pegang, entah itu
pagi,siang,malam gadget tidak akan lepas dari tangan, mainan zaman dulu sudah
tergerus zaman digantikan dengan mainan online yang ada di depan layar, memang
seru sih saya akui tapi untuk dalam aspek sosial sama teman amatlah kurang.
Beberapa kejadian lagi yang sering para remaja alami bukan hanya di
Tuban sendiri sebenarnya tapi juga seluruh negeri yaitu apakah kebudayaan lokal dan seni
tradisional akan ditinggalkan dan dilupakan?
jikalau sudah tak ada pemuda yang mau meneruskan dan sibuk belajar mapel
sekolah yang seolah-olah bertujuan ingin membentuk mereka menjadi robot tenaga
kerja saja, apakah kita para pemuda sudah enggan dan malu ketika mengakui bahwa
budaya tersebut warisan nenek moyang kita?ketika tren-tren baru zaman sekarang
melanda dilingkungan kita, apakah warisan budaya lokal sudah tak dianggap
penting lagi bagi generasi muda? Namun dilain sisi, saya masih yakin ada
segelintir orang yang mencoba melestarikan hal tersebut dengan cara pewarisan
yang berbeda dan unik agar mampu menambah minat bagi generasi zaman sekarang.
penyesuain kondisi anak muda sekarang amatlah penting, dengan ide-ide kreatif
anak bangsa mungkin akan lahir perpaduan serta metode baru dalam pewarisan
budaya ini. Saya harap pemerintah kota Tuban juga harus terus menyemangati dan
menyokong orang-orang tersebut baik
dalam segi finansial maupun non-finansial.
Sebenarnya banyak sekali budaya di kota Tuban ini yang unik dan
sangat khas yang mungkin sebagian dari kita yang jarang mendengarnya dan terdengar
asing, kali ini saya hanya akan membahas salah satunya saja yaitu budaya
sandur.
Sandur
merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional kerakyatan yang langka, bahkan
dapat dikatakan hampir punah, mengingat durasi pementasan kesenian tersebut semakin
memurun. Sandur sebenarnya tidak hanya terdapat di wilayah Lamongan saja,
tetapi juga terdapat di daerah-daerah lain, seperti daerah Bojonegoro,
Probolinggo, Pamekasan, Bangkalan, Jombang, Surabaya, Tuban dan Lamongan.
Secara pragmatis menurut pengamatan penulis, dewasa ini di daerah, daerah yang
disebutkan di atas, hampir tidak pernah ada durasi pementasan kesenian sandur
tersebut. Jika dimungkinkan ada, maka durasinya sangat kecil bila dibandingkan
dengan daerah Lamongan.
Kesenian sandur di daerah Lamongan ini
mempunyai kesamaan dengan kesenian sandur yang ada di daerah lain (Tuban dan
Bojonegoro). Kata sandur berawal dari sebuah artikel yang berjudul “Seni Sandur
Saya Mundur”. Dengan kata lain bahwa sandur berasal dari kata mesisan ngedur
atau beksan mundur, karena sandur dipentaskan semalam ngedur (semalam suntuk).
Kesenian sandur merupakan kesenian yang
terminologinya diambil dari anonim sandur: isane tandur (sa’wise tandur) yang
berarti selesai bercocok tanam. Dengan kata lain bahwa seni sandur adalah salah
satu bentuk ekspresi seni masyarakat agraris yang dilakukan selesai bercocok
tanam. Disamping itu cerita yang ada dalam sandur, berbicara tentang gambaran
kehidupan petani dalam menjalankan aktifitas agrarisnya.
Membicarakan kesenian tradisional kerakyatan
yang berupa kesenian sandur. Seolah memasuki lorong gelap sejarah kesenian yang
berbasis sinkretisme ini. Kesenian yang terminologinya lahir di tengah
masyarakat agraris ini hampir punah keberadaan dan eksistensinya. Sehingga
perangkat dan materi pertunjukannya banyak menyimbolkan idiom-idiom pertanian.
Misalnya dalam dialog, pertunjukan sandur tema cerita yang diangkat bertemakan
sawah, ladang dan kehidupan para petani yang ada di pedesaan. Inilah salah satu
keunikan budaya lokal bangsa yang ada di Tuban.
Generasi muda boleh saja berorasi dimanapun
dan menggemborkan bahwa dia cinta akan budayanya, namun tindakan untuk
melakukan perbaikan sangatlah diharapkan oleh kota Tuban ini bukan hanya omong
kosong belaka termasuk dalam hal kebudayaan. Anak muda tidak harus
menghilangkan kebudayaan lama jikalau ingin mengikuti tren masa kini, justru
memadukan tren dulu dan sekarang akan menambah keragaman budaya dalam negeri,
Globalisasai bukanlah sesuatu hal yang bisa kita hindari tapi merupakan hal
yang bisa kita kendalikan dan kita saring segi positifnya.
2. Trilogi penting antara Politik,ekonomi
dan alam
“Harapan dimana hidup akan terus mulia dan terus mendapatkan hal
yang dimau”, mungkin istilah yang cocok untuk kekuasaan yang telah didapat bagi
orang yang menang dalam berpolitik. Suara rakyat mulai menggelora dalam negeri
ini, ketika rakyat menutut kemaslahatan dalam hidup mereka.
Tuban adalah kota di ujung utara pulau Jawa, dimana politik juga
menjadi perebutan disana, tidak bisa di pungkiri seperti kota-kota lainnya di
Tuban masih banyak diantara orang yang mengikuti Pilkada atau Pemilu maupun
lainnya akan sulit mendulang suara tanpa politik uang. Rakyat sudah terlanjur
diajari politik uang, sehingga rakyat akan memberikan suaranya jika ada uang.
Bahkan, mereka enggan datang di TPS jika tidak ‘dibayar’Meski ini tidak semua, tapi realita di tengah-tengah masyarakat seperti
itu.
Kecenderungan tentang hal tersebut sudah tidak
sesuai dengan asas Pemilu yang Jujur, Adil dan Terbuka. Namun, kenyataan mau
tidak mau harus diterima karena rakyat sudah terlanjur diajari politik
uang.
Di Negeri ini rakyat diajari berdemokrasi yang salah. Semua ditentukan oleh
siapa saja yang mempunyai banyak uang. jangan salahkan rakyat kalau kemudian
menuntut konpensasi uang untuk hak suaranya, jika semua stake holder pemilu
tidak bersungguh-sungguh menghentikan politik uang seperti itu, politik tetap
bakal memakan biaya tinggi (high cost politic). Akibatnya, politisi cenderung
mencari keuntungan pribadi untuk mengembalilan modal yang telah mereka
keluarkan.Untuk saat ini tidak menjadi rahasia lagi, untuk menang dalam Pemilu
mayoritas ditentukan oleh seberapa banyaknya uang yang disebar ke pemilih, oleh
karena itu harapan besar bagi generasi mendatang akan mampu membenahi hal
tersebut di Kota tercinta dan negeri kebanggaan ini.
Jika ada hal yang jelek dari kota saya ini pasti juga ada yang positifnya,
Tuban sekarang dalam sektor ekonominya sudah mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun pemerintah yang dipilih memang diharuskan untuk merubah apa yang dia
pimpin, demi kemaslahatan rakyatnya dan bukan untuk kepentingan individu saja.
Tuban juga memiliki kawasan industri ada beberapa perusahaan industri diantaranya
PETROCHINA (di kecamatan Soko) yang menghasilkan minyak mentah serta PT Trans
Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI) & PERTAMINA TTU (di kecamatan Jenuh)
dan Pabrik Semen Holcim & Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang dibangun di
daerah Jenuh. Kawasan industri mencapai 50 ribu hektar yang tersebar di 10
kecamatan. Zona 1 di kecamatan Bancar dengan luas 5,802 hektar dan zona 2 34,00
hektar dan zona 3 9,225 hektar.
Di sektor ekonomi utamanya adalah perdagangan industri pengolahan dan
pertambangan. Perdagangan menyumbang output sebesar Rp 3 Triliun sedangkan
industri pengolahan dan pertambangan masing-masing sebesar Rp 2,9 Triliun dan
Rp 1,8 Triliun. Pertumbuhan ekonomi pada 2010 mencapai 6,39% dimana angka
pertumbuhan tertinggi terjadi di sektor pertambangan sebesar 11,8%.
Dibalik ekonomi Tuban yang maju tentunya juga ada fakta
ironi yang diderita oleh lingkungan di Kota Tuban sendiri. Alam Tuban sudah tak
seperti dulu lagi setelah banyak lahan yang digunakan untuk perumahan dan
industri, kalau misalnya itu disebut dengan pengorbanan untuk memajukan kemaslahatan masyarakatnya maka kerusakan
alam disini menjadi taruhannya.
Sudah banyak bukti bahwa orang – orang di era sekarang
yang tak memperdulikan alam lagi, kerusakan alam dimana-mana, di otak manusia
sekarang hanyalah bagaimana bisa hidup sejahtera ekonominya, tanpa berfikir
kerusakan yang diperbuat olehnya. ‘’Ekonomi itu yang terpenting’’ adalah
kata-kata yang cocok untuk pedoman bagi manusia perusak alam ini.
Alam adalah anugerah Tuhan yang harus di jaga,kita boleh
saja memanfaatkan sesuka kita namun harus juga dibarengi dengan usaha untuk
kelestarian lingkungan. Tuban termasuk kota dengan panorama alam yang
menakjubkan, diantaranya yang terkenal: pantai Boom,pantai Sowan, pantai Jenu,
pantai cemara, goa ngerong,goa akbar, air terjun nglirip dan lain lain. Namun
tanpa disadari masyarakat masih banyak yang belum mengerti apa arti dari
menjaga lingkungan, akibatnya banyak dari lingkungan alam yang sudah kotor
dipenuhi dengan sampah,limbah industri dan eksploitasi besar-besaran yang
hanyabertujuan untuk menambah pundi-pundi materi saja.
Manusia adalah
makhluk yang bergantung pada alam, tanpa kita sadari alam telah berbaik hati
melindungi manusia dari berbagai ancaman bencana, contohnya seperti: tanah
longsor,banjir,erosi,abrasi,pemanasan global dan berbagai hal lainnya. Tanpa
manusia, alam bisa hidup, alam mempunyai mekanisme dan tata cara pembenahan
terhadap dirinya sendiri, sedangkan kita sebagai manusia hanya perlu menjaganya
agar tidak rusak. Jikalau peningkatan ekonomi sangat diperlukan bagi
pembangunan pendidikan dan infrastruktur daerah Tuban,sedangkan alam lah
sebagai taruhannya, sekarang apakah siap manusia menanggung semua dampak dari
kerusakan alam yang terjadi? Pikirlah kembali!
Usaha untuk perbaikan alam ini mungkin akan sulit untuk diwujudkan, seperti
halnya di awal teks yang saya tulis, masihkah harapan itu ada dan keajaiban akan
terjadi? Mungkin memang saatnya perbaikan untuk semua hal itu, disini merupakan penentuan
diantara 99% usaha dan 1% keajaiban nan apabila kedua tersebut direalitakan itu
butuh usaha keras. Aktivis alam kota Tuban yang mencurahnya hidupnya untuk
perbaikan alam ini pasti sudah berusaha keras untuk menjaga alam, sekarang yang
menjadi permasalahan tentang kesadaran masyarakat Tuban sendiri dalam menyadari
pentingnya menjaga alam.
Percayalah bahwa selallu ada cara yang lebih baik dalam penanganan masalah
yang kita tanggung, disini bukan dituntut wacana setinggi langit yang hanya
mengombar janji akan tetapi mengambang direalitanya, calon pemimpin yang baik
dan rakyat yang baik pula harus memikirkan ini bersama-sama, ini bukan masalah
perorangan saja tapi kita semua sebagai warga Tuban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar