Mengenang
Sang “Sufi” Literasi Indonesia
Oleh
: Joyo Juwoto
Jika kita mendengar
atau membaca istilah mengikat makna, maka muaranya akan sampai pada sosok yang
luar biasa, Hernowo Hasim, seorang yang memang punya talenta dan kepedulian
yang tinggi terhadap gerakan baca tulis, dan juga salah seorang penulis super
produktif yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Mengikat makna memang telah
menjadi branding istimewa dari Pak Hernowo, pria kelahiran Magelang Jawa Tengah
yang menghabiskan hidupnya di kota Bandung.
Pak Hernowo secara
badani mungkin telah berpindah dari alam fisik menuju alam ruhani, namun
sebenarnya beliau tidak benar-benar sedang meninggalkan kita, sebagaimana yang
diungkapkan oleh karibnya, Pak Haidar Bagir, bahwa Hernowo adalah sebuah
monumen. Pak Hernowo telah berhasil menata, merangkai, memoles, mengkombinasikan
dan menyusun ribuan bahkan jutaan deretan huruf menjadi monumen keabadian yang
dikenal sebagai warisan teragung sebuah peradaban dunia, yaitu “buku.”
Pak Hernowo sebagai
seorang penggemar berat Pramoedya Ananta Toer benar-benar mampu mewujudkan apa
yang dikatakan oleh Pram, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia
tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis
adalah bekerja untuk keabadian.” Pak Hernowo tidak hanya sekedar mampu menulis
yang menjadikan karya-karya beliau mengabadi dan menjadi amal jariyah yang
selalu mengunjungi dan mengirimkan kabar bahagia di alam keabadian, beliau juga
mampu menginspirasi banyak orang untuk menulis dan mengikuti jejak Hernowo di
dunia baca-tulis. Bakan lebih dari itu, Hernowo mampu menciptakan konsep
mengikat makna yang fenomenal di jagad literasi Indonesia.
Sudah ratusan bahkan
ribuan tulisan dan buku yang terlahir dan terinspirasi dari konsep mengikat
makna yang diciptakan oleh Hernowo, tidak heran banyak orang yang merasa
berutang budi dan merasa kehilangan dengan perginya Sang “Sufi” literasi
Indonesia ini. Saya sendiri mengenal Pak Hernowo bisa dikatakan cukup lama,
walau interaksi perkenalan itu sendiri berada di bumi maya, jagad sosial media.
Di sebuah Group Whatshap literasi selain dengan para pakar lainnya, saya juga
banyak belajar teknik menulis kepada Sang Masterpeice mengikat makna ini.
Alhamdulillah, saya sungguh beruntung berkesempatan berguru kepada beliau.
Tahun 2017 silam pada
saat kopdar komunitas literasi saya berkesempatan bertemu dan berguru langsung
kepada Pak Hernowo, yaitu di kampus ITS surabaya. Ini tentu berkah tak terkira,
Tuhan Maha Baik yang telah memberikan kesempatan bagi saya nyecep ilmu
kepada sang pakar secara langsung. Pak Hernowo ini orangnya serius banget dalam
menyampaikan materi, beliau tidak begitu bisa guyon, walau demikian beliau ini
orangnya sangat humanis sekali, sungguh pribadi yang sangat menyenangkan.
Bagi Pak Hernowo kegiatan
membaca dan menulis bukan hanya sekedar aktivitas fisik semata, namun membaca
dan menulis bagi Pak Hernowo adalah bagian dari jalan kehidupan itu sendiri.
Sebagaimana yang ditulis oleh Pak Sindhunata, Pemimpin Redaksi Majalah Basis,
bahwa “Di benak Hernowo, menulis dan membaca teks bukan sekedar permainan di
dunia ide, melainkan tantangan untuk bertanggung jawab di dalam kehidupan. Jika
demikian, menulis dan membaca itu bagaikan tugas dan tanggung jawab etis bagi
diri kita masing-masing... jelas, bagi Hernowo, teks atau tepatnya membaca teks
adalah bagian hakiki dari kehidupan.”
Tidak salah jika
kemudian Pak Haidar Bagir menjuluki Hernowo Hasim sebagai “sufi” baca-tulis.
Selamat Jalan Sang “Sufi” Literasi Indonesia, semoga nama dan karya-karyamu harum
mengabadi sepanjang masa. J.J.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar