Senin, 28 Mei 2018

Mengenang Sang “Sufi” Literasi Indonesia

Mengenang Sang “Sufi” Literasi Indonesia
Oleh : Joyo Juwoto

Jika kita mendengar atau membaca istilah mengikat makna, maka muaranya akan sampai pada sosok yang luar biasa, Hernowo Hasim, seorang yang memang punya talenta dan kepedulian yang tinggi terhadap gerakan baca tulis, dan juga salah seorang penulis super produktif yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Mengikat makna memang telah menjadi branding istimewa dari Pak Hernowo, pria kelahiran Magelang Jawa Tengah yang menghabiskan hidupnya di kota Bandung.

Pak Hernowo secara badani mungkin telah berpindah dari alam fisik menuju alam ruhani, namun sebenarnya beliau tidak benar-benar sedang meninggalkan kita, sebagaimana yang diungkapkan oleh karibnya, Pak Haidar Bagir, bahwa Hernowo adalah sebuah monumen. Pak Hernowo telah berhasil menata, merangkai, memoles, mengkombinasikan dan menyusun ribuan bahkan jutaan deretan huruf menjadi monumen keabadian yang dikenal sebagai warisan teragung sebuah peradaban dunia, yaitu “buku.”

Pak Hernowo sebagai seorang penggemar berat Pramoedya Ananta Toer benar-benar mampu mewujudkan apa yang dikatakan oleh Pram, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Pak Hernowo tidak hanya sekedar mampu menulis yang menjadikan karya-karya beliau mengabadi dan menjadi amal jariyah yang selalu mengunjungi dan mengirimkan kabar bahagia di alam keabadian, beliau juga mampu menginspirasi banyak orang untuk menulis dan mengikuti jejak Hernowo di dunia baca-tulis. Bakan lebih dari itu, Hernowo mampu menciptakan konsep mengikat makna yang fenomenal di jagad literasi Indonesia.

Sudah ratusan bahkan ribuan tulisan dan buku yang terlahir dan terinspirasi dari konsep mengikat makna yang diciptakan oleh Hernowo, tidak heran banyak orang yang merasa berutang budi dan merasa kehilangan dengan perginya Sang “Sufi” literasi Indonesia ini. Saya sendiri mengenal Pak Hernowo bisa dikatakan cukup lama, walau interaksi perkenalan itu sendiri berada di bumi maya, jagad sosial media. Di sebuah Group Whatshap literasi selain dengan para pakar lainnya, saya juga banyak belajar teknik menulis kepada Sang Masterpeice mengikat makna ini. Alhamdulillah, saya sungguh beruntung berkesempatan berguru kepada beliau.

Tahun 2017 silam pada saat kopdar komunitas literasi saya berkesempatan bertemu dan berguru langsung kepada Pak Hernowo, yaitu di kampus ITS surabaya. Ini tentu berkah tak terkira, Tuhan Maha Baik yang telah memberikan kesempatan bagi saya nyecep ilmu kepada sang pakar secara langsung. Pak Hernowo ini orangnya serius banget dalam menyampaikan materi, beliau tidak begitu bisa guyon, walau demikian beliau ini orangnya sangat humanis sekali, sungguh pribadi yang sangat menyenangkan.

Bagi Pak Hernowo kegiatan membaca dan menulis bukan hanya sekedar aktivitas fisik semata, namun membaca dan menulis bagi Pak Hernowo adalah bagian dari jalan kehidupan itu sendiri. Sebagaimana yang ditulis oleh Pak Sindhunata, Pemimpin Redaksi Majalah Basis, bahwa “Di benak Hernowo, menulis dan membaca teks bukan sekedar permainan di dunia ide, melainkan tantangan untuk bertanggung jawab di dalam kehidupan. Jika demikian, menulis dan membaca itu bagaikan tugas dan tanggung jawab etis bagi diri kita masing-masing... jelas, bagi Hernowo, teks atau tepatnya membaca teks adalah bagian hakiki dari kehidupan.”

Tidak salah jika kemudian Pak Haidar Bagir menjuluki Hernowo Hasim sebagai “sufi” baca-tulis. Selamat Jalan Sang “Sufi” Literasi Indonesia, semoga nama dan karya-karyamu harum mengabadi sepanjang masa. J.J.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar