Pages - Menu
Senin, 31 Desember 2018
Raja Dangdut H. Rhoma Irama Dolan Ke Kampung KH. Hasyim Muzadi
LOleh: Joyo Juwoto
Kampung KH. Hasyim Muzadi ternyata menarik perhatian Bang Haji Rhoma Irama. Pada hari Rabu, 30 Januari 2019, di sela-sela kesibukannya mendampingi ketua MPR Zulkifli Hasan, Bang Haji menyempatkan diri dolan ke Bangilan, Kampung kelahiran mantan ketua Umum PBNU sebelum KH. Said Aqil Siradj.
Bang Haji menjadi tamu pondok pesantren ASSALAM Bangilan sekaligus didaulat memberikan mauidzoh hasanah di hadapan para santri. Dalam sambutannya, Bang Haji berpesan agar santri-santri memiliki pandangan kebangsaan yang luas dan konstruktif.
"Ini tahun politik, jangan karena beda pilihan akhirnya bermusuhan, jangan karena beda arah negara jadi terbelah. Yang terpenting adalah selalu jaga kerukunan dan persatuan antar umat beragama." Pesan Bang Haji dengan suara khasnya.
Di sela-sela memberikan mauidzoh hasanah Bang Haji bernostalgia dengan suara merdunya menyanyikan beberapa potong lagu-lagu beliau yang sudah masyhur dan akrab di telinga pendengarnya.
Sebenarnya karena suatu hal Raja Dangdut ini nyaris batal mengunjungi Bangilan padahal posisi beliau sudah di kota Tuban, namun karena demi menghormati sahabatnya, yaitu alm. KH. Hasyim Muzadi beliau menegaskan harus ke dolan ke Bangilan, kampungnya Mbah Hasyim.
"Saya itu dengan KH. Hasyim Muzadi sangat dekat, ada kisah menarik antara saya dengan beliau. Saya mendirikan masjid, masjid itu saya beri nama masjid Husnul khatimah. Takmir masjid dan kepengurusannya saya bentuk dengan melibatkan masyarakat setempat."
Suatu ketika saya pergi dalam jangka waktu yang lama, eh, saya kaget, saat saya pulang dan saya shalat jama'ah di masjid yang saya dirikan banyak perubahan. Takmir dan kepengurusan masjid banyak yang ganti personil. Begitu juga dengan amaliahnya, berganti aliran dari ahlussunah wal jama'ah ala NU menjadi aliran selain itu.
Saya temui takmirnya dan saya tanya mengapa kok terjadi perubahan dalam masjid ini. Mereka bilang begini dan begitu, lalu dengan tegas saya katakan ini masjid yang membangun saya, kondisi masjid harus kembali seperti semula. Jawab saya tegas.
Dari peristiwa ini kemudian menemui Kiai Hasyim dan tokoh-tokoh dari teman-teman Muhammadiyah apakah ada masjid mereka yang direbut dan dikuasai oleh kelompok tertentu. Dari pertemuan dan dialog itulah kemudian kami berinisiatif membuat satu forum yang dikenal dengan nama Fahmi Tamami (Forum Silaturahmi Ta'mir Masjid dan Mushola Indonesia). Tujuan dari forum ini adalah mewujudkan ukhuwah islamiah yang kaffah dan total.
Fahmi Tamami ini oleh forum saya ditunjuk sebagai ketuanya. Jadi Bang Haji tidak hanya sebagai raja dangdut, tapi juga ketua takmir masjid dan musholla se-Indonesia." Kata bang Haji yang kemudian disambut dengan tepuk tangan yang membaha dari peserta yang hadir."
Setelah menceritakan kejadian yang dialaminya, Bang Haji menghimbau agar para santri waspada terhadap gerakan-gerakan yang justru melemahkan kekuatan umat Islam itu sendiri. Setelah Bang Haji turun panggung beliau dikerumuni hadirin untuk berswa foto, sedangkan saya menyempatkan diri minta tanda tangan Sang Raja Dangdut dan tentu ada team yang memfoto saya.
Minggu, 30 Desember 2018
Raja Dangdut H. Rhoma Irama Dolan Ke Kampung KH. Hasyim Muzadi
Oleh: Joyo Juwoto
Kampung KH. Hasyim Muzadi ternyata menarik perhatian Bang Haji Rhoma Irama. Pada hari Rabu, 30 Januari 2019, di sela-sela kesibukannya mendampingi ketua MPR Zulkifli Hasan, Bang Haji menyempatkan diri dolan ke Bangilan, Kampung kelahiran mantan ketua Umum PBNU sebelum KH. Said Aqil Siradj.
Bang Haji menjadi tamu pondok pesantren ASSALAM Bangilan sekaligus didaulat memberikan mauidzoh hasanah di hadapan para santri. Dalam sambutannya, Bang Haji berpesan agar santri-santri memiliki pandangan kebangsaan yang luas dan konstruktif.
"Ini tahun politik, jangan karena beda pilihan akhirnya bermusuhan, jangan karena beda arah negara jadi terbelah. Yang terpenting adalah selalu jaga kerukunan dan persatuan antar umat beragama." Pesan Bang Haji dengan suara khasnya.
Di sela-sela memberikan mauidzoh hasanah Bang Haji bernostalgia dengan suara merdunya menyanyikan beberapa potong lagu-lagu beliau yang sudah masyhur dan akrab di telinga pendengarnya.
Sebenarnya karena suatu hal Raja Dangdut ini nyaris batal mengunjungi Bangilan padahal posisi beliau sudah di kota Tuban, namun karena demi menghormati sahabatnya, yaitu alm. KH. Hasyim Muzadi beliau menegaskan harus ke dolan ke Bangilan, kampungnya Mbah Hasyim.
"Saya itu dengan KH. Hasyim Muzadi sangat dekat, ada kisah menarik antara saya dengan beliau. Saya mendirikan masjid, masjid itu saya beri nama masjid Husnul khatimah. Takmir masjid dan kepengurusannya saya bentuk dengan melibatkan masyarakat setempat."
Suatu ketika saya pergi dalam jangka waktu yang lama, eh, saya kaget, saat saya pulang dan saya shalat jama'ah di masjid yang saya dirikan banyak perubahan. Takmir dan kepengurusan masjid banyak yang ganti personil. Begitu juga dengan amaliahnya, berganti aliran dari ahlussunah wal jama'ah ala NU menjadi aliran selain itu.
Saya temui takmirnya dan saya tanya mengapa kok terjadi perubahan dalam masjid ini. Mereka bilang begini dan begitu, lalu dengan tegas saya katakan ini masjid yang membangun saya, kondisi masjid harus kembali seperti semula. Jawab saya tegas.
Dari peristiwa ini kemudian menemui Kiai Hasyim dan tokoh-tokoh dari teman-teman Muhammadiyah apakah ada masjid mereka yang direbut dan dikuasai oleh kelompok tertentu. Dari pertemuan dan dialog itulah kemudian kami berinisiatif membuat satu forum yang dikenal dengan nama Fahmi Tamami (Forum Silaturahmi Ta'mir Masjid dan Mushola Indonesia). Tujuan dari forum ini adalah mewujudkan ukhuwah islamiah yang kaffah dan total.
Fahmi Tamami ini oleh forum saya ditunjuk sebagai ketuanya. Jadi Bang Haji tidak hanya sebagai raja dangdut, tapi juga ketua takmir masjid dan musholla se-Indonesia." Kata bang Haji yang kemudian disambut dengan tepuk tangan yang membaha dari peserta yang hadir."
Setelah menceritakan kejadian yang dialaminya, Bang Haji menghimbau agar para santri waspada terhadap gerakan-gerakan yang justru melemahkan kekuatan umat Islam itu sendiri. Setelah Bang Haji turun panggung beliau dikerumuni hadirin untuk berswa foto, sedangkan saya menyempatkan diri minta tanda tangan Sang Raja Dangdut dan tentu ada team yang memfoto saya.
Sabtu, 29 Desember 2018
Edan! 20 penulis buku di Tuban bedah buku selama 24 jam
Oleh: Joyo Juwoto
Senin, 24 Desember 2018
Waduk Kendal Bancar menunggu sentuhan tangan pakar
Oleh: Joyo Juwoto
Minggu, 23 Desember 2018
Asyiknya Agrowisata Petik Jambu Kristal di Simo, Sukoharjo Bancar
Oleh: Joyo Juwoto
Kamis, 13 Desember 2018
Pohon Murbei di Pekarangan Rumah Nenek
Jumat, 30 November 2018
Bhineka Tunggal Ika mengikat Persatuan Bangsa
Jumat, 09 November 2018
Kedelai
Oleh: Joyo Juwoto
Sabtu, 27 Oktober 2018
Nyunggi Kitab Suci
Senin, 15 Oktober 2018
Merayakan dan Merasakan Sastra Tuban Rasa Jogja
Minggu, 07 Oktober 2018
Tuhan Kapan Engkau Memanggilku?
Dengan panggilan Rahman-Rahim-Mu bukan kemurkaan
Dengan panggilan Maghfiroh-Mu bukan ancaman
Segala daya dan upaya
Hanyalah semata dari Engkau jua
Menuju alam keabadian
Dalam lirih aku berusaha bertasbih
Memanggil asma-asma-Mu
Irji'ii ilaa Rabbiki raadhiyatan mardhiyyatan
Rabu, 03 Oktober 2018
Hamba Menghiba di Keharibaan-Mu
![]() |
Pic. by google.com |
Menyusuri labirin waktu yang semu
Tersesat dalam kabut duka nan nestapa]
Bermandi darah dan air mata
Mewangi memenuhi rongga hati
Menelan wajah-wajah lelah
Di bawah panas bara yang membakar telapak kaki
Atau di manakah telaga salsabil penyembuh segala luka dan dahaga?
Terima daku dengan segala rindu
Bawa daku bersujud di altar suci-Mu
Hamba terjatuh
Hamba bersimpuh
Hamba yang hina menghiba
Di keharibaan-Mu
Dalam samudera rahman dan rahim-Mu
Rengkuh raga dan jiwaku dalam Maghfiroh-Mu
Tuhan Peluk Aku
Samuderakan hatiku
Agar mampu menampung segala asa asin garam kehidupan
Kosongkanlah ruang jiwaku
Agar panah-panah resah tak mampu menyentuh dan melukaiku
Ruhanikan segala rasa duniawi
Agar tidak ada rasa kepemilikan terhadap dunia
Jiwa ragaku
Ego serta keakuanku
Al-Ahadu, al-Ahadu, al-Wakhidu
...
Satukan aku dalam kesatuan-Mu
Kamis, 20 September 2018
Gerimis Asyura'
membawa gerimis hatiku
Mendung langitmu
Sendu batinku
Gerimis luka duka dan nestapa
Padang Karbala menangis darah
Memeluk kekasihnya dalam dekapan debu bisu
Wahai Kasan wahai kusen
Wahai Zaenab
Wahai kekasih bumi
Wahai kekasih langit
Membasuh Angkara murka
Memadam api dendam
Meremas culas dalam dada
Wahai kekasih sang Datuk mulia
Shalawat dan salamku terangkai dalam untaian tasbih dan doa-doa
Sabtu, 15 September 2018
Genthilut
*Genthilut*
Oleh: Joyo Juwoto
Entah nama makanan tradisional dari ketela pohon (menyok) ini ada dalam KBBI atau tidak, saya sendiri belum pernah mengeceknya, namun yang pasti genthilut adalah salah satu makanan khas dari ketela pohon yang cukup familiar menjadi camilan masyarakat yang ada di desa saya.
Membahas makanan tradisional di Nusantara, khususnya Jawa memang tidak pernah ada habisnya. Berbagai ragam makanan ataupun jajanan tradisional sangat banyak sekali, bisa dikatakan Nusantara adalah surganya kuliner dunia. Dari satu bahan saja bisa menghasilkan beraneka ragam makanan yang bisa kita nikmati.
Hal ini tentu tidak terlepas dari kreativitas dan daya cipta masyarakat dalam mewujudkan wisdom lokal yang berkaitan dengan kuliner Nusantara. Kebudayaan berkuliner masyarakat kita sangatlah kreatif, inovatif, dan beragama, hal ini merupakan kekayaan budaya yang harus kita syukuri dan kita lestarikan bersama. Sayangnya kekayaan lokal kita semakin hari semakin menipis, terkikis oleh era globalisasi dan modernisasi yang mengangkangi negeri ini.
Seperti yang saya bahas di depan, bahwa genthilut mungkin sudah sangat asing di telinga anak-anak kita, dan kita sebagai orang tua juga tidak merasa memiliki tanggung jawab untuk memperkenalkan genthilut kepada anak cucu kita.
Hari ini kita lebih merasa bangga jika mengajak dinner keluarga di restoran mahal, hari ini kita merasa bergengsi jika pulang ke rumah dengan membawa oleh-oleh kentacky, pizza hut, dan apapun yang berbau barat. Seakan praduk Barat adalah jaminan modernitas dan kegagahan.
Jadi jangan melulu menyalahkan keadaan jika dari hal yang terkecil mulai hilang dan langka dari peradaban kita, jangan heran jika anak cucu kita tidak mengenal pohon silsilah, buyut, canggih, wareng, udeg-udeg siwur dan sebagainya, karena kita ikut serta menjadi aktor melemahnya karakteristik budaya bangsa.
Ah, mungkin rasa-rasanya terlalu berlebihan dan lebay jika saya menghubungkan genthilut dengan peradaban bangsa, toh genthilut hanyalah salah satu produk olahan ketela pohon yang menjadi soko guru ketahanan pangan Nusantara.
Ketela pohon bisa bertahan berbulan-bulan dengan cara dikeringkan dan tetap bisa diolah menjadi makanan khas yang luar biasa enaknya, sebut saja ketiwul. Selain itu biasanya ketela juga dibiarkan kering bahkan hingga membusuk di atas genting rumah penduduk, kelak saat musim hujan tiba, ketela itu akan menjelma juga menjadi makanan khas yang lain lagi nama dan rasanya, walau sama-sama dari ketela. Gatot, namanya.
Dan masih banyak lagi peradaban ketela yang dimiliki oleh bangsa kita, belum peradaban-peradaban lainnya. Begitulah kehebatan, kreativitas dan daya tahan masyarakat kita dalam hal pangan, mereka tidak pernah ambil pusing dengan yang namanya dolar naik ataupun perekonomian global yang sekarat, karena pada dasarnya ekonomi kita adalah ekonomi kerakyatan yang ditopang oleh perketelaan yang beraneka ragam. Tinggal pintar-pintar kita dalam mengolahnya.
*Joyo Juwoto, penulis adalah santri Ponpes ASSALAM, tinggal di Bangilan Tuban.*
Minggu, 02 September 2018
Filosofi Rumah
Oleh : Joyo Juwoto
*1. Baitun* : dari kata: baata-yabiitu maknane kanggo nginep dalu. Usahakan agar kita selalu tidur di rumah. Jangan hanya menjadikan rumah sebagai tempat singgah sementara.
*2. Maskan* : panggonan tenange ati. Dalam ayat dikatakan, Litaskunuu ilaiha.
1. Mawaddah, cinta yang dinyatakan dan dibuktikan dengan perbuatan nyata.
2. Rohmah, ingat segala kebaikan dari kedua belah pihak.
Jumat, 31 Agustus 2018
Utopia Gudeg Jogja Di Kopdar SPK
Minggu, 26 Agustus 2018
Filosofi Pohon Sawo
![]() |
Pohon Sawo di tepi Jalan Desa Kedung Jambangan |