KH.
Nashiruddin Qodir, Pusaka Santri Pelita Umat
Oleh
: Joyo Juwoto
“Santri
iku kapan ngelmune manfaat barokah, fekir ae kepenak opo maneh sugih, surgo
dunyo akhirat”
(KH.
Muh. Nashiruddin Qodir. Th. 1950-2017)
Mbah
Nasir, sosok Kiai karismatik dari Sendang Senori telah kembali ke hadirat Tuhan
(, namun pendar pelita keilmuan beliau terus menyala di dada umat, dan barakah
doa-doa beliau menjadi pusaka abadi para santri di penjuru negeri. Saya sendiri
secara langsung belum pernah nyantri di hadapan beliau, namun siapapun dia,
jika memiliki rasa kecintaan kepada ilmu dan ulama tentu merasa menjadi
santrinya KH. Muh. Nashiruddin Qodir yang akrab dipanggil Mbah Nasir.
Begitupula dengan saya, merasa menjadi santri beliau.
Saat
mendengar kepastian bahwa beliau wafat, hati ini tentu sedih tak terkira.
Begitu pula orang-orang yang mendapatkan kabar baik secara langsung maupun
lewat pesan berantai di media sosial. Air mata duka tertumpah dan gurat
kesedihan mewarnai wajah-wajah para muhibbin ulama yang tawadhu’ ini.
Sejak
pagi orang-orang dari berbagai daerah sama berbondong-bondong bertakziah di
kediaman beliau yang ada di lokasi Pondok Pesantren Darut Tauhid al Alawiyyah
Sendang Senori Kab. Tuban. Tidak aneh memang, karena Mbah Nasir semasa hidupnya
banyak diabdikan kepada umat baik lewat jalur struktural jam’iyyah Nahdlatul
Ulama, lewat dunia perpolitikan, dan juga sebagai muballigh yang terkenal.
Selain itu, Mbah Nasir ini juga membina para
santri di pesantren, beliau juga menggelar pengajian untuk masyarakat umum.
Kitab yang dikaji adalah kitab Ihya’ (ba’da shubuh) dan juga kitab tafsir
Jalalain dan kitab al Mukhtar fi kalamil akhyar pada malam Selasa dan Jumat di
pondoknya. Mbah Nasir memang terkenal sebagai Kiai yang pakar dalam ilmu
tafsir, hadits, dan juga ilmu tasawuf.
Tidak
heran jika Mbah Nasir menjadi sosok Kiai yang pakar dalam bidang ilmu keagamaan,
karena beliau lama nyantri di Sarang (Ma’had Ilmi As Syar’iyyah), setelah
sepuluh tahun mondok di Sarang beliau
mengikuti ngaji kilatan di berbagai pesantren. Seperti di Mranggen Demak mengaji
kitab Mizanul Kubrodi, Sya’roni, Muhadzab di bawah asuhan Kiai Muslich, ikut
khataman kitab shohih Muslim di pesantren Poncol yang diasuh Kiai Ahmad
Asy’ari, dan beberapa pesantren lainnya. Setelah itu Mbah Nasir melanjutkan
mondoknya di Makkah al Mukarromah di bawah asuhan Guru yang mulia As-Sayyid
Muhammad Al Alawi Al Maliki.
Begitulah
sanad keilmuan Mbah Nasir yang bersumber dari ulama-ulama di tanah air dan juga
dari ulama Makkah Al Mukarromah. Kita semua merasa kehilangan sosok beliau yang
luar biasa. Semoga Allah Swt menempatkan beliau pada maqam yang tinggi di
sisi-Nya, dan kita para santri mampu meneladani dan meneruskan perjuangan
beliau dalam menegakkan ajaran agama Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Untuk menutup tulisan
ini, saya ingin mengutip sebuah nasehat dari al Maghfurrlah Mbah Nasir, tentang
ilmu yang bermanfaat. Beliau berkata : “Santri iku kapan ngelmune manfaat
barokah, fekir ae kepenak opo maneh sugih, surgo dunyo akhirat” Demikian
sedikit tulisan yang saya ambil dari sumber di media sosial, semoga ada
manfaatnya.
Semoga Beliau selalu di sisi Allah SWT aminn
BalasHapus