Oleh
: Joyo Juwoto
Seorang yang arif billah atau seorang
hamba yang telah mencapai derajad ma’rifatullah bukan orang yang serba tahu dan
faham akan segala rahasia-rahasia dan isyarat dari Allah Swt. Ma’rifatulah
sendiri sebenarnya adalah keadaan di mana seorang hamba mengenal Tuhannya dengan
musyahadah Jamal dan Jalal-Nya dengan mukasyafah, tanpa perlu menggunakan
dalil dan alasan apapun, baik itu dalil
yang bersifat Aqliyyah maupun dalil yang bersifat Nagliyyah.
Kadang seorang yang baru saja menempuh
jalan suluk, menginginkan berbagai macam karomah yang menjadikan ia lebih peka
terhadap sir ilahiyyah. Ada pula yang menempuh jalan menjadi seorang Salik agar
ia memiliki kelebihan di atas rata-rata orang lain. Padahal menurut para ulama
sholihin, bahwasanya untuk mencapai kedudukan arif billah itu bukan untuk tujuan
dan maksud yang demikian. Oleh karena itu hendaknya kita berhati-hati dalam
menempuh jalan ini.
Di dalam Kitab Al Hikamnya, Ibnu
Athaillah As Sakandari memberikan gambaran atau ciri-ciri, bahwasanya diantara
tanda-tanda dari orang yang berma’rifatullah adalah orang yang selalu
membutuhkan Allah, selalu berhajat kepada Allah, selalu bersama Allah, di
manapun dan kapanpun, dan perasaan itu selalu ada dan tak kunjung hilang menyelimuti
batinnya.
Segala amal dan perbuatan seorang yang
arif billah selalu digantungkan dan disandarkan kepada Allah Swt. Tak pernah
sedikitpun hatinya berpaling dari wajah Allah, jiwanya tidak tergoda selain
Allah Swt. Di manapun ia berada di situ wajah Allah dihadapnya. Dalam Surat Al
Baqarah ayat 115 Allah berfirman yang artinya : “Dan kepunyaan Allah-lah timur
dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui.”
Seorang yang telah mencapai maqam
Ma’rifatullah ini sangat mendalami dan memahami segala apa yang diikrarkannya
saat membaca doa iftitaf di awal rakaat shalat sesudah takbiratul ihram :
إِنَّ صَلاَتِيْ
وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Artinya : “Sesungguhnya shalatku,
ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah karena Allah Tuhan seru sekalian alam”
Demikianlah orang yang arif billah
hanya menginginkan Allah saja di dalam segala hal ihwal ibadahnya, kehidupannya
bahkan hingga kematiannya. Seorang yang arif billah tidak tertarik pada segala sesuatu
yang selain Allah Swt. Hanya Allah yang selalu bertahta di dalam hati
sanubarinya. Hanya Allah-lah yang menarik seorang arif hingga ia merasa lebur
di dalam nur-Nya, hilang eksistensinya karena fana diri fillah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar