Sumpah
Mati Sang Kyai
“Duh
Gusti Yen Menawi Anggen Kulo Gesang Ing Alam Dunyo Meniko Mboten Manfaati
Monggo Enggal-Enggal Panjenengan Pundut Kulo, Nanging Yen menawi Anggen Kulo
Gesang Ing Alam Dunyo Meniko Manfaat Kulo Nyuwun Umur Ingkang Panjang”
(KH.
ABD. MOEHAIMIN TAMAM)
Di salah satu
ruangan gedung pesantren* yang baru saja
didirikan, di hadapan para santri yang duduk khusu', kurang lebih lima puluh
tahun yang silam sebuah perjanjian suci antara hamba dan Sang Maha Kuasa
diikrarkan. Dari kedalaman jiwa dan kemurnian hati Sumpah Mati itu diucapkan.
Dari keikhlasan dan kesucian niat proposal kematian itu dikirimkan kepada
Tuhan.
Tidak ada rasa
khawatir dan gentar bahwa Tuhan akan serta-merta mencabut nyawanya saat itu
juga, karena beliau yakin dengan jalan yang sedang ditempuhnya. Jalan yang selalu beliau harap-harapkan di setiap untaian
do’a-do’anya, di kedalaman sujudnya, di samudra munajatnya kepada Tuhan dan di dalam
setiap sholatnya. Jalan ihdinas shirotol mustaqim. Jalan lurus itulah yang
memberikan keberaniannya untuk tawar menawar dengan Tuhan. Walau pada dasarnya
kematian bukanlah sesuatu yang bisa ditawar-tawarkan.
Jika kita
mendatangi Tuhan dengan kemurnian niat dan kejujuran jiwa, tentu kita akan
diterima di altar suci-Nya. Tuhan akan memperkenankan segala do’a-do’a dan
permohonan kita. Jangankan hanya meminta hal-hal yang bersifat keduniaan, surga
dan segala isinya pun akan Tuhan berikan. Jadi jangan pernah takut untuk
menjalani hidup ataupun kematian itu sendiri. Jika kita bertekad untuk berani
mati Allah akan memberikan kehidupan kepada kita, karena perasaan kematian itu
telah terlampaui.
Jiwa
perjuangannya telah bergelora, berkobar-kobar membakar segala halangan dan
cobaan dalam merintis dan mendirikan pesantren di kampung kelahirannya. Tidak
peduli apa kata dunia, tidak peduli apa kata orang-orang, bendera jihad telah
dikibarkan pantang surut ke belakang. Semboyan perjuangannya cetar membahana,
mengangkasa dan berkobar-kobar dalam jiwa santri-santrinya, Sir Wa la Taqif,
Ever on word never retret, maju terus pantang mundur.
Pesantren
ASSALAM Bangilan, sebuah nama pesantren yang memiliki arti keselamatan, sebuah
pesantren yang dinamai mirip seperti almamater dimana beliau mondok “Gontor
Darussalam.” Rintangan demi rintangan, kesusahan-demi kesusahan, kesulitan dan
demi kesulitan beliau anyam, beliau rajut dengan penuh keistiqomahan sehingga
menjelma menjadi benang-benang keberhasilan, hingga berdirilah sebuah pesantren
yang kelak akan diperhitungkan oleh dunia “Pondok Pesantren ASSALAM Bangilan
Tuban Indonesia.”
Pesantren ASSALAM
beliau belani hingga toh-tohaning nyowo, beliau belani hingga toh-tohaning raga,
bahkan beliau belani hingga toh-tohaning keluarga. Tidak salah jika Abah
Moehaimin Tamam ngucap sabda : “ASSALAM berdiri di atas landasan dan
linangan air mata Moehaimin Tamam.”
Pesantren yang
baru seumuran jagung ini beliau belani dengan sepenuh jiwa dan raga. Tetesan
air mata, keringat, dan perjuangan yang keras menjadi saksi akan berdirinya
pesantren yang kelak bisa menjadi ladang ibadah bagi seluruh umat Islam
seluruhnya“ASSALAM Lana Wa Lil Muslimin” begitu dawuh beliau.
Kini pesantren ASSALAM
yang dulu diperjuangkan oleh beliau Abah Moehaimin Tamam telah menginjak
dewasa, estafet tali kepemimpinan telah diwariskan pada genersi selanjutnya.
Tuhan telah memeluk kekasihnya dalam kasih dan cinta-Nya. Semoga beliau Abah
Moehamin Tamam tersenyum bahagia melihat taman surga membumi, semoga beliau
bangga melihat bunga-bunga pesantren yang dulu ditanamnya kini telah bermekaran
mewangi semerbak memenuhi bumi Persada Nusantara. Amin. Joyojuwoto
*ada dua versi tempat menurut Mbak Ana di lokasi masjid Bangilan dan Gus Yunan di Pondok Weden
Tidak ada komentar:
Posting Komentar