Konsepsi Bocah
Angon dan Kepemimpinan Bangsa
Saya kira Sunan
Kalijaga tidak sedang bergurau atau sedang bermain-main kata ketika menyebutkan
sosok “Bocah Angon” dalam bait-bait tembang Lir ilir. Bocah angon atau anak
gembala yang ditunjuk untuk memanjat pohon belimbing sering dimaknai sebagai
pemimpin yang sederhana dan merakyat. Pemimpin yang melekat pada dirinya sosok
Ratu Adil yang dinanti-nantikan kedatangannya oleh masyarakat. Ialah sosok messiah
yang akan menyelamatkan nasib jutaan manusia dari kesewenang-wenangan dan
keserakahan. Ia ibarat mentari yang menyobek tirai kegelapan malam menuju
secercah sinar harapan.
Bocah angon, bocah angon...
Dan bukan Pak Jendral... Pak Jendral...
Mengapa
bocah angon dan bukan pak Jendral, mengapa bukan Pak Yai, mengapa bukan yang
lainnya, kata Cak Nun.
Siapapun boleh
menafsirkan sosok bocah angon ini, bocah angon bisa jadi Kyai, Ilmuwan, Birokrat,
Seniman, Sastrawan dan bahkan siapapun dia, asal dalam diri mereka ada avatar
bocah angonnya. Ini adalah pakem yang dibuat oleh Kanjeng Sunan. Saya kira hal
ini tidaklah berlebihan, dan Kanjeng Sunan Kalijaga tidak sedang ngawur dalam
menetapkan kriteria pemimpin yang hebat haruslah beravatar bocah angon.
Sejarah membuktikan bahwa Nabi
Muhammad SAW yang dinobatkan menjadi pemimpin paling sukses dunia akhirat dalam
segala bidang kehidupan adalah sosok bocah angon. Beliau mulai menggembala kambing
ketika dalam asuhan keluarga Bani Sa’ad.
Dari angon inilah jiwa kepemimpinan Nabi Muhammad terbentuk, selain tentu
faktor nubuwwah yang melekat pada diri beliau. Bahkan seluruh nabi yang diutus
oleh Allah ke dunia mereka juga sosok-sosok bocah angon. Sosok-sosok
penggembala. Hal ini disampaikan oleh Nabi kepada
para sahabat-sahabatnyanya.
مَا مِنْ نَبِيٍّ
اِلَّا قَدْ رَعِيَ الْغَنمَ, : قَالُوْا وَاَنْتَ يَا رَسُولَ اللهِ ؟ قَالَ : وَأَنَا
Artinya :“Tidak seorang Nabi pun yang tidak menggembala kambing,
ketika beliau ditanya “ “Apakah anda juka demikian ya Rosulallah ?” Nabi pun
menjawab : “Aku pun demikian”
Nabi Muhammad
SAW dengan sangat gamblang mengatakan bahwa tidak ada seorang Nabi pun di dunia
ini melainkan ia adalah seorang Bocah Angon. Bahkan beliau pun menyatakan
sebagai seorang Bocah Angon. Jadi bocah angon sangat dekat dengan nur nubuwwah,
Bocah Angon dipakai Tuhan sebagai perantara untuk menurunkan cahaya kenabian
kepada hamba-hamba-Nya.
Dalam hasanah
kebudayaan masyarakat Jawa Bocah Angon memang memiliki nilai magis dan sakral, seperti
yang termaktub dalam Jangka Jayabaya yang menyebutkan ciri-ciri Satria Piningit
adalah :
“Berparas seperti Batara Kresna, berwatak seperti Baladewa, dan
bersenjata Tri Sula Wedha”
Lalu siapa itu
Kresna ?
Kresna adalah Bocah
Angon, ia juga disebut Govinda, yang berarti Yang melindungi sapi-sapi di
daratan dan lembah-lembah, ia juga sering disebut sebagai Gopal yang berarti Sang
Penggembala, dan Gopalpriya, Yang gemar menggembala. Dari sini jelas pemilihan
kata bocah angon dalam bait-bait tembang Lir Ilirnya Kanjeng Sunan Kalijaga memiliki
makna dan filosofi yang tinggi.
Baik dari apa
yang disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW mengenai kenabian yang berhubungan
dengan bocah angon, ataupun dalam Jangka jayabaya yang juga mengambil idiom bocah
angon untuk menggambarkan sosok Satria Piningit yang jelas kita harus bisa menghadirkan
sosok bocah angon ke dalam diri kita, dan tentunya juga ke dalam hasanah kepemimpinan
bangsa.
Bocah angon
adalah sosok yang bersahaja, bertanggung jawab menggiring ternak-ternaknya ke
padang rumut yang hijau, dan menggembalikannya ke kandang jika petang telah
tiba, sosok bocah angon adalah sosok yang berani menderita, berani glepot
lumpur dan tletong, dan tentu harus berani
menjadi pelayan dari ternak yang ia gembalakan. Karena hakekatnya kepemimpinan
adalah soal pelayanan
سيّد القوم خادمهم
“Pemimpin suatu kaum adalah pelayan dari kaum itu sendiri”
Apakah pemimpin-pemimpin
bangsa ini sudah menampilkan sosok Bocah
Angon ? Wa Kafaa billahi Syahiidan... Semoga. Joyojuwoto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar