Hidup Sepenuh Berkah
Tulisan yang menjadi judul resensi ini saya kutip dari
judul buku M. Husnaini “Hidup Sepenuh Berkah, Percik Hikmah Penggugah Jiwa.”
Jika ada pepatah yang mengatakan jangan menilai buku dari sampulnya, maka kali
ini saya kurang sepakat pada kalimat tersebut. Setidaknya pada buku yang
ditulis oleh M. Husnaini, dari judulnya saja sudah cukup memberikan pelajaran
kepada kita tentang hakekat hidup yang sebenarnya.
Seandainya tulisan saya hanya
menampilkan judul buku tersebut saya kira sudah tidak perlu saya panjang
lebarkan. Hidup adalah sepenuh berkah, selesai bukan. Apa yang kita cari dalam
hidup ini kalau bukan keberkahan. Benar sekali apa yang diucapkan oleh Ira D.
Aini dalam testimoni buku ini bahwa : “Keberkahan membuat hidup kita berlimpah
dan bergairah...” Sudah kan ! itu yang dikejar-kejar orang sepanjang umurnya
agar hidupnya berlimpah keberkahan.
Kata berkah dalam termonologi
pesantren sering dimaknai “Ziyaadatul Khoir Lil Ghoir” yaitu bertambahnya kebaikan untuk orang lain.
Jadi hidup akan berkah jika kita bisa memberikan berkah dan manfaat untuk orang
lain. Begitu yang disinggung oleh
penulis dalam buku ini pada judul “Membumikan Altruisme Islam.”Menurut penulis
kemuliaan pribadi bukan sebatas karena rajin beribadah ritual. Menurut
Rosulullah pribadi yang hebat adalah yang paling bagus tingkah lakunya dan
paling banyak manfaatnya bagi sesama.
Buku yang ditulis oleh Pak
Husnaini ini sederhana, namun isinya luar biasa. Meminjam istilah judul dalam
buku ini “Membumikan Wasiat Langit” saya juga ingin mengatakan bahwa buku ini sangat
membumi dan enak untuk dinikmati. Tak perlu anda mengerutkan dahi untuk
mencerna tiap lembar dalam buku ini. Dengan keahliannya meracik hal-hal yang
sederhana penulis mampu menghadirkan menu yang luar biasa. Istilahnya warung
kaki lima rasa bintang lima J
enak dibaca dan ramah di saku hehe...begitu kira-kira.
Bahasa yang digunakan oleh
penulis tidak muluk-muluk, mengalir, akrab dan terkesan seperti mengajak
mengobrol pembaca. Tidak menggurui
maupun mendogma. Apa adanya dan membicarakan hal-hal yang sangat dekat dengan
kita, berbicara masalah ketupat, masalah golput, masalah hajatan dan lain
sebagainya.
Terakhir, saya kutipkan isi buku
ini di halaman 190 dikatakan “Terjadi silap paham antar sesama adalah biasa.
Yang terpenting, jangan gegabah membuat kesimpulan sebelum melakukan tabayyun
atau klarifikasi terhadap pihak terkait.” Jadi saumpama ada hal-hal yang kurang
tepat dari penyampaian saya tentang buku ini silahkan berguru pada buku ini
secara langsung atau silahkan bertabayyun langsung dengan penulisnya. Sekian.
Joyojuwoto.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapussemoga buku ini menjadi berkah bagi siapa saja yang membacanya :)
BalasHapusbau2 buku bagus nih
BalasHapus