Santri Menjadi Korban Satu Titik
Oleh : Joyo Juwoto
Dalam mengaji seorang santri hendaknya tekun, rajin, dan memperhatikan
betul apa yang disampaikan oleh Kiainya.
Jangan sampai dalam mengaji seenaknya sendiri, kurang memperhatikan
pelajaran dan penjelasan yang disampaikan oleh Kiai atau guru. Sehingga
menyebabkan si santri lengah dan kurang konsentrasi dalam mengaji dan menyerap
ilmu.
Seperti yang terjadi pada Ngabdul, seorang santri yang kurang teliti dalam
mengikuti pengajian yang disampaikan oleh Kiainya.
Pada suatu kesempatan, Sang Kiai membacakan sebuah kalimat yang bunyinya
begini :
حبّة سوداء دواء من كل داء
Kemudian mbah Yai menuliskannya di papan tulis. Santri-santri pun sama
menyalinnya di buku catatan masing-masing santri.
Karena si Ngabdul ini kurang perhatian mendengarkan penjelasan dari
Kiainya, dan kurang teliti dalam menulis, maka si Ngabdul menyalinnya menjadi :
حيّة سوداء دواء من كل داء
Dari kalimat kata "habbatun" menjadi "hayyatun". Di
sini terdapat perbedaan arti yang sangat fatal sekali.
Dari kata habbatun yang berarti biji jintan, menjadi kata hayyatun yang
artinya adalah ular. Padahal perbedaannya hanya satu titik saja.
Hingga pada suatu ketikasi Ngabdul ini terkena penyakit, dia ingat
pelajaran yang diberikan oleh Kiainya. Ngabdul pun membuka catatannya, karena
Ngabdul merasa pintar, dia pun membaca dan mengartikan tulisannya sendiri.
"Kata Kiaiku dulu, saat saya nyantri "obat segala penyakit
adalah ular hitam, hayyatun sauda'. Gumam Ngabdul.
Demi sembuh dari penyakitnya, Ngabdul pun mencari ular hitam untuk
ditangkapnya. Namun naas bagi Ngabdul, ketika ia mendapati seekor ular hitam
dan akan ditangkapnya, ular itu menggigitnya. Ngabdul pun lari menjerit.
Begitulah akibatnya, jika santri mengaji tetapi tidak memperhatikan
dengan tekun dan teliti, dari apa yang disampaikan oleh Kiainya.
Demikian, sedikit humor santri yang saya dengar dari pengajiannya Gus Baha'
yang membuat saya tertawa sendiri. JJ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar