Ramadhan ya Ramadhan
Ramadhan adalah bulan yang istimewa, bulan penuh keberkahan, bulan
di mana relativitas waktu terjadi di salah satu malam pada malam-malam akhir di
bulan ramadhan. Malam lailatul qodar, di mana amalan-amalan kebaikan pada malam
itu nilainya lebih baik ketimbang malam 1000 bulan.
ليلة القدر خير من الف شهر
“Malam lailatul qodar lebih baik dari pada seribu bulan”
Ramadhan adalah Syahrul Qur’an, bulan Al Qur’an di mana bertadarus
di bulan ramadhan kebaikannya akan dilipat gandakan menjadi 10 sampai 70
kebaikan, dan kelak di akhirat al Qur’an akan datang memberikan syafaat kepada
para pembacanya. Karena itu di bulan ramadhan umat Islam sama berlomba-lomba
untuk mengkhatamkan Al Qur’an, masjid-masjid, surau-surau dimakmurkan dengan
tadarusan dan tradisi ini sudah ada sejak mengiringi peradapan masyarakat Islam
sejak masa penyebarannya. Jadi sangat aneh ketika salah satu petinggi Negara
merasa tertanggu dengan tradisi yang telah berurat di tengah-tengah kehidupan
masyarakat kita. Saya sendiri menikmati rasa, dan aroma ramadhan yang penuh
berkah di kampungku. Habituasi ramadhan sangat terasa dan semoga ini memang
bukan hanya sekedar asesoris semata.
Ramadhan adalah bulan di mana pintu-pintu neraka ditutup, sedang
pintu surga dibuka, setan-setan dibelenggu agar orang-orang rajin menjalalankan
amalan kebaikan di bulan ramadhan, sehingga ketika madrasah ramadhan selesai
kita mendapatkan gelar orang yang bertaqwa, sebagaimana yang dimaksudkan dari
tujuan puasa ramadhan itu sendiri. “La’allakum Tattaquun.” Semoga kalian menjadi orang yang bertaqwa.
Harapan kebaikan ukhrawi dan kegembiraan menyambut bulan ramadhan,
atau orang Jawa bilang mapak ramelan, selalu dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Dalam adat masyarakat Jawa sebelum datangnya bulan ramadhan ada istilah megengan,
yaitu sebuah tradisi kenduri untuk menyambut datangnya bulan suci. Megengan
sendiri sejatinya dari kata megeng, yaitu menahan diri, jadi sebelum
ramadhan tiba orang-orang telah mengawalinya dengan menahan diri dari
nafsu-nafsu yang tercela, merelakan harta dan benda yang disimbolkan berkat
megengan untuk kita bagikan kepada sanak keluarga dan tetangga-tetangga
kita. Sejatinya orang-orang dahulu mengajarkan kita untuk berbagi dan
bershodaqoh kepada sesama dengan cara yang sangat halus, agar pada saat
ramadhan nanti kita juga tidak eman untuk bershodaqoh kepada orang yang
membutuhkan. Dan sebaik-baik shodaqoh adalah yang dilakukan pada saat bulaan
ramadhan, Rosulullah SAW bersabda :
افضل الصدقة في يوم رمضان
“Shodaqoh yang paling
utama adalah di bulan ramadhan”
Dalam al-Qur’an dijelaskan, orang yang
bershodaqoh dengan ikhlas diumpamakan orang yang menanam sebuah biji, sebuah
biji itu akan menjadi 7 tangkai dan setiap tangkainya akan berbuah 100 biji.
Sehingga kebaikan shodaqoh yang dilakukan dengan ikhlas akan menumbuhkan 700
kebaikan bagi pelakunya, sungguh luar biasa.
Pada siang hari di bulan ramdhan kita harus
berlapar-lapar, pada malam harinya kita menghidupkan malam ramadhan dengan
shalat tarawih, berdzikir, tadarus Al Qur’an dan amalan-amalan sunnah lainnya. Hal
ini dimaksudkan bulan ramadhan menjadi semacam kawah candradimuka, tempat
pendadaran, dan sebagai sarana untuk menggembleng fisik dan jiwa kita.
Sebagaimana logam akan terpisah dengan debu-debu dan tanah ketika telah
melewati proses pembakaran. Begitu juga dengan ramadhan, sebagaimana makna asli
dari ramadhan adalah “membakar”, membakar segala sifat ego dan hawa nafsu yang
membelenggu kemurnian kita sebagai hamba. Kemurnian dan keikhlasan dalam
menjalani bulan ramadhan akan menjadi bukti tingkat penghambaan kita kepada
Sang Rabbul Izzati.
Tiada
kegembiraan bagi umat Nabi Muhammad kecuali pada bulan ini, bulan ramadhan,
bulan Al Qur’an, bulan penuh kebaikan dan keberkahan. Kegembiraan akan
datangnya ramadhan akan bermuara juga pada kegembiraan kita di dunia maupun
kelak ketika kita bertemu dengan Tuhan
kita. Farhatun ‘inda liqoo’i Rabbih. Sekian. Joyojuwoto.
Bangilan, 1 Ramadhan 1436 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar