“ Buah Cinta “
Sebagaimana pohon yang menghasilkan buah, cinta
pun demikian. Pohon yang baik dan subur tentu juga menghasilkan buah. Cinta yang tidak
memberikan hasil atau buah bukanlah cinta namanya, akan tetapi sebuah
penghianatan terhadap
perasaan dan Pemberi Harapan
Palsu (PHP).
Pohon
cinta adalah ketulusan, cabangnya adalah keikhlasan, rantingnya adalah kesucian
sedang daunnya-daunnya adalah
penghambaan. Jika cinta dilandasi oleh hal-hal tersebut diatas tentu buah yang dihasilkan pun sama,
ketulusan, keikhlasan, kesucian dan penghambaan. Bukankah pohon-pohon yang baik juga akan menghasilkan buah-buahan yang baik pula !
Cinta
memang selalu mempesona, menyihir, dan melenakan. Seseorang yang telah mendaki
pohon cinta ia takkan lepas lagi darinya, bahkan sampai kematian itu
menjemputnya. Lihatlah bagaimana Nabi Ibrahim ketika di datangi malaikat maut
untuk mencabut nyawanya, hatinya merasa tenang, karena diliputi rasa rindu yang
mendalam kepada kekasih sejatinya. Dan sebentar lagi saat-saat yang dirindukan
untuk bertemu dengan kekasihnya sejatinya akan segera tiba. Nabi Ibrahim berkata pada Sang malaikat maut :
هل
رأيت خليلا يميت خليله
“Apakah Engkau melihat seorang kekasih yang mematikan kekasihnya ?”.
Nabi Ibrahim sedang bermanja ria dengan Tuhannya,
dengan perasaan rindu yang tak dapat di tahan-tahan, dengan perkataan itu
sebenarnya Nabi Ibrahim yang sedang mencari-cari perhatian dari kekasihnya
Allah SWT. Saat itu perkataan
dari Nabi Ibrahim langsung disambut
mesra oleh Allah SWT dengan perkataan yang indah pula :
هل رأيت محبّا يكره لقاء حبيبه ؟
“Pernahkah engkau melihat seorang kekasih menolak undangan kekasihnya ?”
Akhirnya
Nabi Ibrahim mempersilahkan kepada malaikat maut untuk mencabut nyawanya,
setelah mengetahui dan mendengar jawaban cinta ALLAH, sebagai balasan cintanya Nabi
Ibrahim. Begitulah cinta menghilangkan jarak, yang jauh menjadi dekat,
menghilangkan sekat hamba dan Gustinya, karena cinta tak mengenal itu semua. Oleh karena itu
ulama-ulama sufi dulu ketika telah larut dan tenggelam dalam lautan mesra
dengan kekasihnya seakan-akan telah lupa segalanya. Al Hallaj bilang : “Ana Al
Haq”. Sedang Syekh Siti Jenar bilang : “Aku Ingsun kang sejati”. Hal ini tentu tidak bisa difahami secara tektual,
namun harus menyertakan makna-makna batiniah yang perlu perenungan yang mendalam. Karena mereka
telah mabuk cinta dan sedang menikmati buah kesejatian cinta.
Menurut
para Ulama sufi buah kecintaan kepada Allah itu ada tiga macamnya, diantaranya adalah:
1.
Al Uns
Al Uns menurut Imam Al Ghozali adalah salah satu dari buah mahabbah kepada
Allah yaitu puncak rasa suka jiwa.
Buah mahabbah al Uns ini bisa dipetik dari keadaan hamba yang selalu
bertaqorrub kepadaNya, selalu bermesra dan berlama-lama dengan Allah dalam
berdzikir kepadaNya.
2.
Wushul
Wushul adalah ketika seorang hamba telah tenggelam dalam pesona Al Haq. Menurut
Imam Al Ghozali Wushul adalah apabila ia memandang kepada yang dipandangnya, maka tidak ada yang
dipandanginya melainkan hanya Allah. Jika ia memandang pada sebuah cita-cita
tujuannya, maka tidak ada lain cita-cita itu selain Allah.
Lebih jauh lagi Imam Al Ghozali
menerangkan bahwa wushul memliki 2 tujuan yaitu :
1.
Tujuan Awal : dimana pada tahapan ini ialah baru
pada tahap penyucian diri.
2.
Tujuan Akhir : dimana pada tahap ini seorang hamba
telah merajutkan dirinya dengan secara total serta manunggal, seakan-akan dia
adalah Dia.
3.
As-Syauq
As-Syauq adalah perasaan
rindu. Kata ridu ini seakan-akan menjadi bagian dari kata cinta itu sendiri. Tidak
cinta tanpa rindu, tidak ada rindu tanpa cinta. Rindu kepada Allah SWT
terkadang juga diistilahkan dengan kata Isyiq, dalam kajian tasawuf kata-kata
itu selain bermakna rindu juga memiliki pengertian terhadap akses perilaku
abnormal pada diri seseorang yang telah menyimpan rindu, sehingga kadang
pancaran rindu karena mahabbah kepada Allah SWT itu melahirkan sikap yang
dianggap sesat. Seperti Al Hallaj dalam syairnya ketika ia ditimpa rindu yang sangat kepada kekasih sejatinya :
“Aku rindu, dan yang ku rindu adalah aku.
Kami adalah dua ruh, dan kami bersatu
dalam satu tubuh.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar